Liputan6.com, Jakarta - Penasihat Hukum Ferdy Sambo kembali mempersoalkan adanya pemberian Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang disematkan dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sekedar informasi jika dalam perkara ini, Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E telah mendapatkan status JC yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Karena telah memenuhi syarat yang berlaku sebagai justice collaborator oleh LPSK.
Namun demikian selama berjalannya sidang, Penasihat Hukum Ferdy Sambo sempat mempersoalkan hal itu. Kali ini dengan bertanya kepada Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali yang hadir sebagai saksi meringankan atau A de Charge.
Advertisement
"Nah, pertanyaan sederhananya, apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 (Pembunuhan Berencana) atau Pasal 338 (Pembunuhan) (KUHP)?," tanya Tim Penasihat Hukum, Febri Diansyah saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).
Lantas, Mahrus menjelaskan jika Pasal 28 Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerangkan justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu untuk beberapa jenis pidana.
"Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu. Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak tuh jenisnya tindak pidananya, cuma di situ ada klausul yang umum lagi termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," kata Mahrus.
Lalu, Mahrus menambahkan, hanya tersangka tindak pidana kasus pencucian uang, korupsi, narkotika, dan kasus kekerasan seksual yang boleh diberikan status justice collaborator. Sejauh ini, Mahrus mengatakan tersangka pembunuhan tidak bisa mendapatkan status tersebut.
"Dalam konteks ini maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian apa lagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," ujar Mahrus.
Ragukan JC
Selain pertanyaan itu, penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah nyatanya juga sempat meragukan status justice collaborator (JC) yang disandang Richard Eliezer alias Bharada E dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Keraguannya itu berangkat dari keterangan Bharada E yang tidak konsisten. Padahal syarat sebagai JC salah satunya harus memberikan keterangan yang konsisten.
"Makanya tadi kami ingatkan bahwa seorang justice collaborator itu keterangannya harus jujur, dan harus konsisten untuk semua tingkat pemeriksaan," kata Febri setelah mendampingi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam lanjutan sidang pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 13 Desember 2022.
Febri menjelaskan, keterangan Bharada E seharusnya tidak boleh berubah dari berita acara pemeriksaan (BAP) hingga persidangan, seperti halnya soal BAP pada 5 Agustus 2022.
“Jadi tidak bisa hanya di keterangan persidangan saja atau salah satu pemeriksaan saja. Itu poin yang paling penting dan saksi JC itu tidak boleh bohong, itu kunci sebagai JC,” ujar Febri.
Sementara itu di dalam persidangan kata Febri, pihaknya menemukan banyak keterangan Bharada E yang tidak konsisten antara yang disampaikan kepada penyidik dengan keterangan di sidang.
“Pantaskan seorang saksi yang pernah berbohong, pernah menyampaikan keterangan berulang kali yang tidak konsisten, menjadi justice collaborator? Itu poin krusial yang saya pikir kalau kita betul-betul ingin mencari keadilan yang sesungguhnya dan kebenaran materil maka harus digali lebih jauh apakah saksi itu bicara benar atau bicara bohong,” pungkasnya.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement