Liputan6.com, Jakarta Vonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya kepada para terdakwa perkara Tragedi Kanjuruhan tuai kritik. Lantaran, hakim menilai tindakannya tidak terbukti terlibat dalam perkara yang menewaskan ratusan orang di Stadion Kanjuruhan tesebut.
Kritik itu datang salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil yang mengecam atas vonis bebas dari majelis hakim. Kepada tiga terdakwa yakni eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
"Kami menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya juga seadil-adilnya serta dapat mengungkap aktor high level dibalik tragedi ini," kata koalisi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/3/2023).
Advertisement
Termasuk kritik juga menyasar vonis, mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan yang hanya dijatuhi pidana 1,5 tahun penjara. Karena terbukti bersalah dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Sebetulnya sejak awal kami telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan," katanya.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga membeberkan keganjilan dan proses peradilan yang sesat (malicious trial process).
Sederet Keganjilan itu terkait aktor yang diproses secara hukum hanyalah aktor lapangan, lalu terbatasnya akses terhadap pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang, terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring.
Kemudian, diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum dalam persidangan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sampai, Hakim dan Jaksa Penuntut Umum cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil.
"Minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan, komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian, intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan," ungkapnya.
Termasuk, adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata kebagian tribun penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh.
"Kami menilai proses persidangan ini telah menunjukan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak benar-benar berpihak kepada korban dan keluarga korban kejahatan," sebutnya.
Â
Jauh Dari Rasa Keadilan
Sehingga vonis ringan dan bebas diterima Anggota Polisi dalam kasus tragedi Kanjuruhan ini terasa jauh dari rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban. Berimbas, preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
"Selain itu, proses peradilan ini juga memalukan Indonesia di mata dunia Internasional yang menunjukan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia karena hukum dipermainkan sedemikian rupa," tuturnya.
Dengan kritik dan sederet keganjilan dalam proses peradilan tragedi Kanjuruhan. Koalisi Masyarakat Sipil pun mendesak dengan 4 poin:
- Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen;
- Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata;
- Komnas HAM RI menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat;
- Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa Majelis Hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Sebelumnya, Diketahui, eks Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dijatuhi pidana 1,5 tahun penjara.
Sedangkan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dibebaskan dari hukuman oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya. Dimana, ketiga polisi ini dituntut 3 tahun penjara.
Â
Reporter:Â Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Advertisement