Liputan6.com, Jakarta Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Hendra Utama Sotardodo menolak gugatan praperadilan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Dalam pertimbangannya, hakim Hendra memandang KPK sudah melakukan proses penyidikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, KPK bisa melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe.
Advertisement
"Mengadili, dalam pokok perkara, menyatakan menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya," ujar hakim Hendra dalam keputusannya di PN Jaksel, Rabu (3/5/2023).
Diketahui, Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Lukas tidak terima dijadikan tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi oleh lembaga antirasuah.
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Lukas Enembe tercatat mendaftarkan gugatan praperadilan pada Rabu, 29 Maret 2023. Lukas menggugat pimpinan KPK atas sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap dirinya.
Gugatan telah teregister dengan nomor perkara: 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
"Pemohon: Lukas Enembe. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi cq Pimpinan KPK," sebagaimana dilansir dari laman SIPP PN Jaksel, Sabtu (1/4/2023).
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel disebutkan sidang perdana digelar pada Senin, 10 April 2023.
KPK menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. KPK juga menjerat lukas dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Petitum Lengkap Lukas Enembe
Berikut petitum lengkap yang diajukan oleh Lukas Enembe.
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3. Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan status tersangka terhadap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan dan penyidikan terhadap diri pemohon oleh termohon;
6. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya;
7. Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan.
8. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara.
10. Atau apabila hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).
Â
Â
Â
Â
Â
Advertisement