Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka memperingati 25 tahun reformasi 1998, Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) menggelar sejumlah kegiatan reflektif untuk menolak lupa kediktatoran akan rezim Pemerintahan Soeharto.
Aktivis 98 M Sopiyan mengatakan, Pena 98 mengawali kegiatan dengan menggelar diskusi publik di 20 kota di seluruh Indonesia untuk merefleksikan reformasi. Acara ini digelar sejak 6 Mei hingga 21 Mei 2023 nanti.
"Materinya berupa refleksi sejarah dan evaluasi 25 tahun reformasi. Dimulai dari tanggal 6 Mei sampai dengan 21 Mei 2023," kata dia saat jumpa pers di Graha Pena 98, Jalan HOS Tjokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Advertisement
Dalam diskusi publik nanti, kata Sopiyan, Pena 98 juga melibatkan mahasiswa di 28 provinsi di Indonesia.
Dia menuturkan, selain diskusi publik yang melibatkan banyak pihak, Pena 98 juga akan menggelar pameran foto reformasi yang menceritakan aksi-aksi demonstrasi dan memorabilia gerakan rakyat menuntut reformasi 1998.
"Pameran sekitar 300 foto dimulai dari tanggal 11-17 Mei 2023," kata Sopiyan.
Turut hadir saat jumpa pers, Presidium Nasional 98 Bali Oktaviansyah NS, Eks Forum Mahasiswa Sumatera Selatan 1998 Rizky Yoctavian, Aktivis Forkot Fendy Mugni, Katuvis Forkot Mustar BV Manurung, Eks FKSMJ 98 Ahmad Yuslizar, dan Eks Aktivis 98 Sultra Erwin Usman.
PENA 98 Tolak Sosok Capres-Cawapres Pelanggar HAM dan Politik Identitas
Sementara, Presidium Nasional PENA 98 Bali Oktaviansyah menegaskan, pihaknya menolak calon presiden maupun calon wakil presiden (Capres-Cawapres) pelanggar hak asasi manusia (HAM) dan pelaku politik identitas.
"Kami tidak mendukung calon presiden maupun calon wakil presiden yang melakukan pelanggar HAM di masa lalu,” kata dia.
Pena 98 juga mengajak masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilih capres maupun cawapres yang nantinya berlaga dalam Pemilu 2024 mendatang. Termasuk, yang tidak memiliki rekam jejak sebagai pelanggar HAM dan juga tidak terlibat dalam politik identitas.
"Ketika berbicara pelanggaran HAM maka kita berbicara penculikan aktivis dan kita menolak Prabowo Subianto. Ketika berbicara politik identitas maka kita juga menolak Anies Baswedan," terang Oktaviansyah.
Advertisement