Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menilai, peristiwa seorang bayi ditahan RS Mutiara Bunda Brebes karena tunggakan BPJS sang ibu, tidak seharusnya terjadi.
Menurut dia, Indonesia sudah memiliki program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan program nasional dengan adanya jaminan pemerintah dalam persalinan bayi.
“Dalam Intruksi Presiden nomor 5 tahun 2022 tentang peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi ibuhamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir melalui program Jaminan Persalinan. Jadi, bagi yang tidak mampu serta tidak memiliki jaminan kesehatan dapat dijamin dalam program Jampersal,” kata Jasra dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (6/7/2023).
Advertisement
Jasra khawatir, kasus serupa bisa terus terjadi saat pihak rumah sakit tidak paham secara baik soal Jampersal. Karenanya, Jasra meminta fungsi koordinasi dan sinkornisasi data BPJS Kesehatan dilakukan tiap kepala daerah.
“Kepala Daerah dapat melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan dinas yang diamanahkan dalam regulasi tersebut. Karena penting mensinkronkan data yang ada di BPJS Kesehatan,” minta Jasra.
Jasra memastikan, sinkronisasi penting agar mencegah keterpisahan ibu dan bayi, mencegah kematian ibu dan bayi di masa neonatal yang masih menjadi titik berat persoalan yang di laporkan Ikadan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Namun demikian, jika sebuah keluarga belum terdaftar sebagai peserta Jampersal, seharusnya dapat segera didaftarkan pada hari yang sama dan pada saat itu juga.
“Jadi bisa masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, apalagi dinyatakan keluarga tidak mampu membayar,” tutur Jasra.
Tagihan Rumah Sakit Ditanggung APBD
Jasra melanjutkan, soal tagihan rumah sakit dan lain-lain dialamatkan menjadi tangung jawab pemerintah melalui APBD untuk membayarkan. Sedangkan BPJS memastikan mereka masuk program Jampersal dan Pemda menanggung biayanya.
“Itulah kenapa KPAI dalam advokasi RUU Kesehatan, mendorong mandatory spending 20% untuk pembiayaan kesehatan anak. Agar tersedia dana yang cukup, terutama untuk melindungi kesehatan bayi dan anak anak sejak usia 0 sampai 18 tahun,” ungkap Jasra.
Jasra mendorong, ke depan penting berbagai pihak yang dimandatkan dalam Instruksi Presiden melakukan sinkronisasi dan verifikasi data. Kementerian Sosial dapat bersama Menko PMK dalam menyampaikan persoalan ini ke DJSN dan BPJS Kesehatan untuk bersama sama membuat program terpadu sinkronisasi dan verifikasi data penerima bantian iuran pemerintah.
“System dan aturan sudah ada, namun kurang terpadu saja, sehingga terkesan rumah sakit melakukan penahanan, harusnya tidak terjadi,” Jasra menutup.
Advertisement