Jokowi soal Polemik KPK Vs TNI Terkait OTT di Basarnas: Itu Masalah Koordinasi

Jokowi menilai polemik KPK Vs TNI terkait OTT Basarnas itu selesai apabila dua instansi mengikuti kewenangan masing-masing.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 31 Jul 2023, 10:26 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2023, 10:02 WIB
Jokowi
Presiden Jokowi saat akan meresmikan Sodetan Ciliwung Jakarta Timur, Senin (31/7/2023). (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara soal polemik penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi, yang merupakan prajurit militer oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, polemik itu hanya masalah koordinasi antara KPK dengan TNI.

"Ya itu menurut saya masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan," kata Jokowi usai meresmikan Sodetan Ciliwung Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).

Dia mengatakan,  semua instansi memiliki kewenangan masing-masing. Jokowi menilai polemik itu selesai apabila dua instansi itu mengikuti kewenangan masing-masing.

"Semua instansi sesuai dengan kewenangan masing masing, menurut aturan, udah. Kalau itu dilakukan, rampung," tutur dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.

Johanis meminta maaf karena pihaknya tidak koordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi. Permintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.

"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," ujar Johanis di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," Johanis menambahkan.

 

Minta Maaf ke Panglima TNI

Johanis menyadari berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 diatur bahwa lembaga peradilan terdiri dari empat, yakni peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama. Menurut Johanis, sejatinya dalam menangani kasus yang bersinggungan dengan militer, maka harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI.

"Peradilan militer khusus anggota militer. Ketika melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini. Kami mohon dimaafkan," kata Johanis.

Johanis mengatakan pihaknya sudah meminta Danpuspom TNI untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

"Kami dari jajaran lembaga, pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan Puspom untuk disampaikan kepada Panglima," kata Johanis.

Infografis Respons Dugaan Harun Masiku Sembunyi di Kamboja dan Ganti Kewarganegaraan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Respons Dugaan Harun Masiku Sembunyi di Kamboja dan Ganti Kewarganegaraan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya