Liputan6.com, Jakarta Polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia bagi capres atau cawapres di Pilpres 2024 yang dianggap memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo untuk maju menjadi cawapres Prabowo Subianto, terus bergulir.
Babak lanjutan polemik tersebut adalah bermunculannya gugatan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK Anwar Usman dari sejumlah elemen masyarakat.
Baca Juga
Terbaru, 16 Guru Besar Tata Negara melaporkan Ketua MK atas dugaan pelanggaran kode etik. Berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan juga IM57+ juga turut menyuarakan kritik terhadap kondisi peradilan dan dugaan conflict of interest serta nepotisme.
Advertisement
Politikus Partai Perindo Michael Victor Sianipar berharap Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menanggapi serius laporan-laporan masyarakat terhadap MK yang banyak bermunculan akhir-akhir ini. Menurut Michael, laporan yang ada cukup banyak dan sangat serius, dan telah mengakibatkan keresahan publik yang besar.
Jika tidak terjawab tuntas, keresahan yang diutarakan kalangan ahli hukum tata negara dan masyarakat sipil ini berpotensi mengikis secara mendalam kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang ada di Indonesia.
"Kalau isu ini tidak tuntas terjawab, kepercayaan publik terhadap Negara akan turun drastis, dan ini berpotensi menjadi ancaman bagi stabilitas berbangsa bernegara ke depan,” kata Michael dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/10/2023).
Michael berharap dugaan nepotisme yang melibatkan penguasa tidak benar. Namun, dugaan adanya praktik nepotisme dan pelanggaran etika dalam memutuskan urusan negara dan konstitusional harus dijawab tuntas.
Masyarakat Alami Krisis Kepercayaan
Menurut Michael, publik perlu diyakinkan benar atau tidaknya isu yang berkembang luas ini untuk mengakhiri kontroversi dan keresahan masyarakat.
"Undang-Undang Dasar mengatur batasan kekuasaan setiap lembaga tinggi negara. Kalau sampai ada kolusi yang mendiskreditkan konstitusi, atau perbuatan tercela bahkan pengkhianatan terhadap negara, ada mekanisme di UUD untuk menyikapi itu. Semua lembaga tinggi negara, mau itu lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, semua tunduk pada UUD kita,” jelas Michael.
Krisis kepercayaan yang ada sekarang sudah masuk ke ranah konstitusi dan pembatasan kekuasaan. Menurut Michael, saat ini publik menyoroti situasi di MK dan menaruh harapan agar MK bisa melakukan klarifikasi dengan adil dan tuntas.
"Konsep republik demokratis konstitusional itu erat dengan prinsip separation of power dan juga prinsip checks and balances. Dasar negara kita, yaitu UUD, ditulis untuk mencegah penyelewengan kekuasaan ataupun praktik kolusi dan nepotisme di lembaga tertinggi negara. Publik berhak diberikan klarifikasi agar krisis kepercayaan ini bisa terjawab,” tambah Michael.
Advertisement
Respons Hakim MK Berkabung
Michael juga menyoroti adanya Hakim Konsititusi yang terang-terangan menyatakan sedang berkabung.
Bagi Michael, ini adalah indikasi kuat ada sesuatu hal luar biasa yang membuat negara sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
"Saya harap MKMK serius menjawab ini, dan menelusuri apakah MK telah berlaku profesional dan independen, atau apakah seperti dugaan para pelapor bahwa telah terjadi penyelewengan kekuasaan dan nepotisme di lembaga-lembaga tertinggi negara terhadap situasi di MK hari ini. Semoga ini semua bisa dijawab MK,” tutup Michael.