Komisi III DPR Sebut Pemilihan Pengganti Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Melalui Pansel

Anggota Komisi III DPR RI Nasaruddin Dek Gam menilai, pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus melalui tim pansel DPR RI.

oleh Tim News diperbarui 15 Jan 2024, 20:06 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2024, 16:28 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Nasaruddin Dek Gam menilai, pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus melalui tim pansel DPR RI.
Anggota Komisi III DPR RI Nasaruddin Dek Gam menilai, pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus melalui tim pansel DPR RI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta- Anggota Komisi III DPR RI Nasaruddin Dek Gam menilai, pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus melalui tim pansel DPR RI.

Dia menyebut, penggantian pimpinan pengganti Firli Bahuri haruslah melalui pansel sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK.

"Hal ini dikarenakan 'tidak ada penjelasan' sama sekali dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang bagaimana status calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang tidak terpilih pada Pemilihan 13 September 2019," ujar Nasaruddin, Senin (15/1/2024).

Nasar mengungkapkan, dalam putusan MK tersebut hanya dijelaskan soal status pimpinan KPK yang saat ini menjabat yang seharusnya habis jabatan pada 20 Desember 2023. Ini disesuaikan menjadi 5 tahun dan berakhir pada 20 Desember 2024.

"Saat para calon tak terpilih tersebut mengikuti proses pemilihan, masa jabatan yang saat itu akan diduduki adalah 2019-2013 atau hanya 4 tahun sebagaimana tertuang dalam Laporan Komisi III DPR RI Mengenai Proses Pemilihan dan Penetapan Calon Pimpinan KPK Masa Jabatan 2019-2023 pada Rapat Paripurna DPR RI 17 September 2019," beber Nasaruddin.

Untuk itu, lanjut dia, dengan tidak ada penjelasan dalam putusan MK soal status mereka, maka dengan penalaran yang wajar terhadap para calon tak terpilih ini tidak bisa diberlakukan ketentuan Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2019.

"Tentu dengan sendirinya mereka tidak bisa dipilih menjadi pimpinan KPK pengganti Firli Bahuri. Untuk mengisi kekosongan satu pimpinan KPK menurut kami harus melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK," ucap dia.

"Namun mengingat waktu yang tidak terlalu panjang posisi tersebut bisa dikosongkan karena, kami menilai sebenarnya pimpinan KPK yang ada saat ini masih bisa menjalankan tugas," pungkas Nasaruddin.

 

Yusril Minta Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Dihentikan

Yusril
Ketua Umum (Ketum) Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menjadi saksi meringankan untuk mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL). Yusril menilai perkara yang menjerat Firli Bahuri itu sebaiknya dihentikan.

Yusril menyoroti kejanggalan dalam penetapan tersangka Firli Bahuri yang disematkan tanpa ada penyelidikan. Sementara, penyelidikan dan penyidikan merupakan dua rangkaian proses penegakan hukum yang harus berjalan beriringan.

"Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kan harus diadakan satu penyelidikan, kecuali kasus tangkap tangan. Ini kan Pak Firli ditetapkan di hari penyelidikan, hari itu juga dan ditersangkakan hari itu juga. Lho itu kapan melakukan penyelidikannya? Itu kejanggalannya," ujar Yusril Ihza Mahendra di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

Menurut Yusril, tidak ada satu saksi pun yang menerangkan adanya kata, kalimat, atau perbuatan yang bersifat mengancam dari Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo yang berdampak merasa diperas.

"Kan enggak ketemu ya, sampai hari ini belum ada buktinya," kata Yusril.

Oleh karena itu, Yusril menyatakan kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo sebaiknya segera dihentikan, baik di tingkat penyidikan kepolisian ataupun lewat persidangan.

"Sebenarnya kasus ini sebaiknya dihentikan. Bisa dihentikan lewat praperadilan, bisa juga dikeluarkan SP3. Dan kita tahu kan kemarin praperadilannya bukan ditolak. Walaupun banyak wartawan salah nulis nih. Permohonan praperadilan ditolak, tidak. Permohonan peradilan itu tidak dapat diterima. Tidak diterima itu bukan ditolak," jelas Yusril.

"Artinya hakim tidak masuk ke perkara karena eksepsi dari termohon PMJ diterima, yaitu permohonan praperadilannya itu mencampuradukan antara formil dan materil. Padahal praperadilan itu hanya forumnya saja, karena itu dianggap permohonan itu tidak jelas. Maka hakim menyatakan tidak diterima. Kalau tidak dapat diterima itu bisa diajukan kembali. Bukan ditolak, kalau ditolak ya selesai. Saya kira ada kesempatan untuk mengajukan praperadilan lagi," Yusril menandaskan.

 

Alasan Yusril Ihza Mahendra Mau Jadi Saksi Meringankan untuk Firli Bahuri

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku belum dapat membayangkan sikap apa yang akan diambil Pengadilan Tinggi perihal perkara putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima menunda Pemilu 2024.

Yusril sendiri hari ini hadir memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi meringankan untuk mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, tersangka kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo. Yusril mengatakan kesediaannya itu menjadi upaya penegakan hukum yang adil.

"Mengapa saya mau menjadi saksi ahli atau saksi meringankan? Karena saya selalu berpendapat bahwa penegakan hukum pidana itu harus benar-benar fair, jujur, dan adil," ujar Yusril Ihza Mahendra di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

"Kalau penyidik boleh menghadirkan saksi memberatkan, saksi mahkota, menghimpun begitu banyak alat-alat bukti, maka orang yang dijadikan tersangka dapat diberikan hak yang sama, supaya penyelidikan dan penyidikan itu berjalan secara adil dan berimbang," Yusril Ihza Mahendra menambahkan.

Yusril menyebut kehadirannya sebagai saksi tidaklah seperti yang dimaksudkan dalam KUHAP, melainkan sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 Tahun 2010.

"Yang saya sendiri memohonnya dalam waktu itu yang memperluas pengertian saksi itu bukan hanya orang yang melihat, mendengar, dan mengalami terjadinya suatu dugaan tindak pidana. Tapi setiap orang yang tidak selalu melihat, mendengar, dan mengalami, tetapi dia mengetahui persoalan yang terjadinya suatu perdugaan tindak pidana. Maka itu saya bersedia menjadi saksi a de charge dalam kasus ini," jelas Yusril.

Adapun pertimbangan lainnya adalah pasal yang mentersangkakan Firli Bahuri, yakni Pasal 12 dan Pasal 12 E dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang memuat tentang pemerasan dan gratifikasi.

"Jadi Pasal 12 itu terkait pemerasan itu ada unsur memaksa seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang yang memaksa agar dia dan dia berjanji akan melakukan sesuatu yang lain daripada kewenangannya," kata mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut.

"Jadi harus dibuktikan apa betul ada pemaksaan. Apa betul Pak Yasin (Syahrul Yasin Limpo) itu dipanggil terus dimintai sesuatu, diperas, sehingga Pak Yasin itu dalam suasana ketakutan dan kekhawatiran menyerahkan sesuatu kepada Firli, itu harus dibuktikan. Dari sekian banyak saksi yang diperiksa, belum ada satu pun saksi yang menerangkan hal itu terjadi," Yusril menandaskan.

Infografis Sidang Vonis Etik terhadap Firli Bahuri. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Sidang Vonis Etik terhadap Firli Bahuri. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya