Yusril Sebut Gerakan Petisi Pemakzulan Jokowi Inkonstitusional, Ini Alasannya

Yusril menilai mustahil proses pemakzulan Presiden Jokowi dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, proses pemakzulan membutuhkan waktu panjang.

oleh Tim News diperbarui 15 Jan 2024, 07:30 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2024, 07:30 WIB
Keakraban Jokowi dan Yusril Ihza Mahendra di Istana Bogor
Presiden Joko Widodo dan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra memberi keterangan usai salat Jumat di Masjid Baitussalam di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (30/11). (Liputan6.com/HO/Biropers)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum (Ketum) Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra buka suara soal gerakan Kelompok Petisi 100 yang meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dimakzulkan menjelang Pemilu 2024.

Menurut Yusril, gerakan yang ingin memakzulkan Jokowi itu inkonstitusional karena tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B UUD 45.

Pakar Hukum Tata Negara ini menilai mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, proses pemakzulan membutuhkan waktu panjang.

Proses itu harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden.

"Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar Presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional," kata Yusril dalam keterangannya, Senin (15/1/2024).

"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan Presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andaipun DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh MK," sambungnya.

Tak hanya itu, jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pendapat DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan, maka DPR menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR. Selanjutnya, MPR akan memutuskan apakah Presiden akan dimakzulkan atau tidak.

"Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, maka baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai," ucapnya.

"Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," kata Yusril menambahkan.

 


Khawatir Gagalkan Pemilu 2024 dan Bikin Negara Chaos

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku belum dapat membayangkan sikap apa yang akan diambil Pengadilan Tinggi perihal perkara putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima menunda Pemilu 2024.

Yusril khawatir Pemilu gagal dilaksanakan jika proses pemakzulan dimulai dari sekarang. Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada Presiden terpilih yang baru. Imbasnya, negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan.

"Saya heran mengapa tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan Presiden itu menyambangi Menko Polhukam, yang juga calon Wapres dalam Pilpres 2024. Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan," ucapnya.

"Mahfud sendiri menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam," kata Yusril.

Selain itu, Yusril melihat gerakan pemakzulan Presiden ini sebagai gerakan inkonstitusional dan ingin memperkeruh suasana menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Padahal, DPR sendiri tidak mempunyai inisiatif apapun untuk melakukan pemakzulan.

 


22 Tokoh Petisi 100 Datangi Mahfud Md

Menko Polhukam Mahfud MD Bersama DPR Bahas RUU Perubahan Tentang MK
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Rapat membahas penjelasan DPR terhadap RUU Perubahan tentang Mahkamah Konstitusi (MK). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Bahkan, kata dia, keinginan politisi PDIP Masinton Pasaribu untuk melakukan angket atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 yang potesial melahirkan pernyataan pendapat DPR, hilang begitu saja tanpa dukungan.

"Saya mengiimbau segenap lapisan masyarakat untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan Pemilu yang tinggal satu bulan lagi dari sekarang. Dengan Pileg dan Pilpres yang dilakukan bersamaan, maka masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir 20 Oktober 2024 nanti. Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan Presiden berlangsung secara damai dan demokratis sesuai UUD 45," tutup Yusril.

Sebelumnya, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud Md untuk menyampaikan permintaan mengenai pemakzulan Presiden Jokowi.

Mahfud menyebut, ada 22 tokoh dari Petisi 100 datang ke kantornya. Di antaranya Faizal Assegaf, Marwan Batubara, Rahma Sarita, dan Letnan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto.

"Ada 22 tokoh yang datang ke kantor saya. Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta Pemilu tanpa Pak Jokowi," ujar Mahfud Md, Selasa (9/1/2024).

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Merdeka.com

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya