Liputan6.com, Jakarta Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan seorang presiden dan menteri boleh memihak dan berkampanye saat Pemilu dan Pilpres membuat heboh. Hal itu dinilai melanggar aturan, sebab presiden dan menteri dianggap masyarakat sebagai pejabat negara yang diyakini harus netral selama kontestasi pesta demokrasi.
Lalu bagaimanakah payung hukumnya?
Advertisement
Baca Juga
Membedah aturan kepemiluan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat sejumlah daftar pejabat negara yang secara jelas dilarang ikut berkontestasi. Sayangnya dalam daftar tersebut, presiden, menteri dan kepala daerah tidak termasuk.
Advertisement
Hal itu termuat dalam sejumlah pasal Pasal 280 ayat (2) dan (3).
Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu berbunyi: Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
b. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
c. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
d. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
e. Aparatur sipil negara;
f. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. Kepala desa; Perangkat desa;
h. Anggota badan permusyawaratan desa; dan
i. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
j. anggota badan permusyawaratan desa;
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih
Kemudian Pasal 280 ayat (3) UU Pemilu berbunyi: Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu.
Lalu bagaimana aturan terhadap presiden dan menteri untuk ikut berkampanye?
Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di bagian kedelapan memuat soal beleid Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya. Hal itu tertuang di Pasal 299.
- Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
- Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
- Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai, anggota Partai Politik dapat melaksanakan kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
- a. calon presiden dan calon wakil presiden
- b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
- c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Aturan yang Harus Ditaati Presiden
Walau diperbolehkan, namun mereka yang termasuk dalam Pasal 299 memiliki ketentuan khusus di Pasal 300.
Selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” bunyi pasal 300.
Kemudian terhadap menteri yang ikut berkampanye, juga memiliki aturan yang harus ditaati dalam Pasal 302. Berikut bunyinya:
- Menteri sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 299 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.
- Cuti bagi menteri yang melaksanakan kampanye dapat diberikan 1 (sahi) hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye.
- Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Advertisement
Fasilitas Negara
Terakhir, bagi mereka pejabat negara yang dibolehkan berkampanye, terdapat aturan yang menjadi pembatasan agar tidak menyalahgunakan kewenangan. Hal itu tertuang dalam Pasal 304. Berikut isinya:
- Dalam melaksanakan Kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara.
- Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi . kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan, prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh ApBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
3. Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).