Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkap, pihaknya menerima 322 aduan terkait penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) sepanjang tahun 2023.
Hal ini disampaikan Heddy dalam sidang lanjutan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024).
Baca Juga
"Jadi berdasarkan data tahun 2023, DKPP sudah memeriksa sebanyak 322 aduan, sangat besar, artinya setiap hari satu," kata Heddy dalam sidang, Jumat.
Advertisement
Ia kemudian menjelaskan beberapa bentuk dugaan pelanggaran yang diterima DKPP, mulai dari terkait pelanggaran tahapan Pemilu maupun non-Pemilu.
"Jenis aduannya macam-macam, tidak semuanya menyangkut tahapan Pemilu, ada juga dugaan-dugaan pelanggaran etik yang non-tahapan Pemilu," jelasnya.
"Misalnya soal penyalahgunaan minuman keras di kantor, perselingkuhan antar-penyelenggara Pemilu, utang piutang dan perbuatan asusila lainnya," sambungnya.
Dengan begitu, Heddy menyebut tidak semata-mata laporan yang diadukan kepada DKPP berkaitan dengan tahapan Pemilu.
"Perkara terbesar di luar tahapan Pemilu adalah perkara asusila, tapi masih terbesar 90 persen masih perkara yang berkaitan dengan tahapan Pemilu," ucap Heddy Lugito menandaskan.
Â
Reporter: Nur Habibie
Merdeka.com
DKPP Beri Sanksi Bawaslu Karena Tidak Tangani Laporan Pelanggaran Gibran
Sebelumnya diberitakan, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito memberikan sanksi peringatan kepada jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lantaran tidak menindaklanjuti laporan warga terkait dugaan pelanggaran Pemilu.
"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada tergugat satu Rahmat Bagja selaku ketua merangkap anggota Bawaslu, teradu dua Lolly Suhenty teradu tiga Puadi, teradu empat Totok Hariyono, teradu lima Herwyn J.H. Malonda masing-masing selaku anggota badan pengawas pemilihan umum sepanjang perkara nomor 7-PKE-DKPP/I/2024 terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Heddy dalam membacakan putusan sidang yang disiarkan oleh akun YouTube resmi milik DKPP, Rabu (20/3/2024).Â
Semua berawal ketika seorang mahasiswa dari LBH Yusuf bernama Muhammad Fauzi melaporkan ke DKPP bahwa laporannya terkait dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka tidak ditangani Bawaslu.
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi di dalam sidang, menjelaskan bahwa Bawaslu menerima laporan dari terlapor bahwa Gibran Rakabuming Raka diduga melakukan kampanye pada 19 November 2023 lalu.
Dalam laporan tersebut kampanye itu berbalut agenda silaturahim Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
Â
Advertisement
Gibran Dianggap Langgar Aturan Kampanye
Gibran pun dinilai melanggar peraturan Pemilu lantaran dianggap berkampanye sebelum waktu yang telah ditetapkan KPU yakni 28 Februari 2024. Tidak hanya itu, Gibran juga dituding melibatkan kepala desa dalam kampanye serta memberikan uang transpor.
"Perbuatan yang dilakukan oleh terlapor (Gibran) adalah perbuatan yang dilarang berupa kampanye di luar jadwal sebagai ketentuan pasal 492 UU Pemilu. Perlibatan kepala desa dan perangkat desa sebagaimana ketentuan kampanye sebagai mana pasal 280 ayat 2 huruf H, huruf I dan huruf J UU Pemilu serta politik uang dalam bentuk pemberian uang transpor," kata I Dewa membacakan hasil pemeriksaan.
Namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti Bawaslu karena dianggap tidak memenuhi syarat materiil.
"Laporan pengadu satu tidak diregistrasi karena alasan tidak memenuhi syarat materiil. Alasan tidak memenuhi syarat materiil justru menjadi tanda tanya bagi pengadu  selaku pelapor dalam laporan itu," kata I Dewa.
Pengadu, lanjut Dewa, juga tidak diberikan kesempatan untuk klarifikasi terhadap laporan tersebut sehingga pengguguran laporan terkesan hanya sepihak.
Â
Alasan Bawaslu Tak Proses Laporan
I Dewa menjelaskan, alasan Bawaslu tidak menindaklanjuti laporan tersebut lantaran pasal yang disangkakan pelapor tentang dugaan politik uang dan pelanggaran kampanye hanya berlaku jika peristiwanya terjadi saat masa pemilu.
"Para teradu juga menjelaskan bahwa pasal yang disangkakan oleh pelapor merupakan tindak pidana pemilu namun berdasarkan ruang lingkup kampanye seusai lampiran PKPU nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilu sebagaimana diubah dengan PKPU nomor 20 tahun 2023 dimulai pada tanggal 28 November 2023 dan berakhir pada 10 Februari 2023," kata dia.
Hal inilah yang membuat Bawaslu dianggap melanggar ketentuan peraturan pemilu serta dinilai tidak bekerja secara profesional.
"DKPP menilai terhadap tindakan para teradu terkait penanganan laporan dengan nomor 07 dan seterusnya tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika. Sebagai pengawas Pemilu para teradu semestinya memiliki kemampuan dalam memahami perundang-undangan secara luas. Alasan para teradu mendefinisikan kampanye di luar jadwal berdasarkan yurisprudensi laporan kampanye pada penanganan laporan dan temuan Pemilu 2019 tidak dapat dibenarkan secara hukum dan etika," kata I Dewa.
Â
Advertisement