Ini Bedanya Aturan Pajak Barang Bawaan Pekerja Migran dan Penumpang Biasa dari Luar Negeri

Menag Zulkifli Hasan menegaskan bahwa ada subsidi dan juga aturan yang berbeda antara barang bawaan milik pekerja migran dengan penumpang biasa dari luar negeri. Apa itu?

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 07 Mei 2024, 04:15 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2024, 01:16 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kunjungi Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Senin (6/5/2024). (Foto: Liputan6.com/Pramita T)
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kunjungi Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Senin (6/5/2024). (Foto: Liputan6.com/Pramita T)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Menag) Zulkifli Hasan alias Zulhas menegaskan bahwa ada subsidi dan juga aturan yang berbeda antara barang bawaan milik pekerja migran dengan penumpang biasa dari luar negeri.

"Ada bedanya. Kalau penumpang biasa, barang bawaan disubsidi 500 dolar, lebih dari itu dikenakan pajak masuk. Kalau pekerja migran nilainya 1.500 dolar," ujar Mendag Zulhas, Senin (6/5/2024).

Jadi simulasinya, kata dia, bila pekerja migran membawa barang belanjaan nilainya lebih dari USD1.500, maka baru dikenakan pajak. Pajaknya pun lebih rendah dibandingkan penumpang biasa, yakni sebesar 7.5 persen.

"Kalau penumpang biasa lebih dari 500 dolar, akan dikenakan pajak 10 persen. Bila pekerja migran hanya 7.5 persen," katanya.

Denda atau pinalti pun dipastikan tak akan dikenakan terhadap barang bawaan milik pekerja migran, asal mereka tidak membawa barang yang dilarang oleh Pemerintah Indonesia.

"Terigu, itu jelas dilarang. Tidak boleh. Juga pelumas, tidak boleh," ucap Zulhas menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mendag Ingatkan Pelaku Bisnis Jastip Harus Taat Pajak

Mendag Zulhas juga meminta pelaku bisnis jasa titip (jastip) barang dari luar negeri mematuhi aturan. Permintaan ini diungkapkan karena selama ini para pelaku usaha jastip main kucing-kucingan dengan petugas. Pengusaha jastip menjalankan bisnis sembunyi-sembunyi untuk menghindari pajak.

"Kalau kamu bawa barang diam-diam itu maksudnya apa, ya ikutin aturan itu bayarannya ada, tarifnya pajak, ada SNI-nya," kata Zulkifli Hasandi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Senin (6/5/2024).

Tak hanya itu, ia juga meminta kepada pelaku bisnis jasa titipan khusus makanan untuk memastikan bahwa barang yang mereka bawa memiliki izin edar Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM). Semua langkah ini guna melindungi kesehatan konsumen.

"Kalau dari luar bawa (makanan) sehat atau enggak siapa yang nanti (tanggung jawab) kalau ada keracunan, terus gimana? Jadi, harus memenuhi aturan makanan ada, POM-nya," bebernya.

 


Pelaku Jastip Harus Punya Izin SNI

Begitu pun dengan pelaku jasa titip barang elektronik. ia meminta pelaku jastip terkait untuk memiliki izin SNI hingga layanan purna jual.

"Kalau dia mau jual elektronik, mesin, kan mesti ada layanan purna jual, mesti ada SNI-nya," bebernya.

Dalam aturan tersebut, impor barang penumpang dikategorikan menjadi penggunaan pribadi (personal use) dan penggunaan di luar keperluan pribadi (non-personal use). Barang personal use akan mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai dengan besaran free on board (FOB) sebesar USD500 per penumpang.

Sementara untuk barang non-personal use akan ditetapkan tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor.

"Jadi kalau (nilai barang) penumpang 500 (USD) boleh, nanti kalau dipotong lebihnya bayar (pajak)," tegasnya.

Infografis Poin Penting Revisi Aturan Kebijakan Impor. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Poin Penting Revisi Aturan Kebijakan Impor. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya