Liputan6.com, Jakarta Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku. Irsan mengatakan, untuk penyesuaian iuran ini masih perlu diskusi lebih lanjut.
Menurutnya, sampai dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 diundangkan, nominal iuran yang berlaku bagi peserta jaminan kesehatan masih mengacu pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
Sehingga, Rizzky memastikan besaran iuran sekarang masih tetap sama dengan apa yang sudah berlaku selama ini.
Advertisement
"Untuk iuran masih tetap, karena tidak ada penghapusan kelas otomatis untuk iuran, ini masih mengacu kepada Perpres yang masih berlaku yaitu Perpres 64 tahun 2020. Jadi masih ada kelas dan iuran masih sama," kata Irsan di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
"Dan bagaimana iuran nanti akan dibahas lebih lanjut, karena dalam Perpres 59 juga diamanatkan bahwa hasil dari evaluasi tentunya akan melandaskan atau mengacu untuk penetapan dari segi manfaat dari segi tarif atau segi iuran," sambungnya.
Senada, Kepala Pusat Pembiayaan Kementerian Kesehatan, Ahmad Irsan A. Moeis menyebut, terkait iuran masih perlu pembahasan lebih lanjut. Nantinya, Menteri Kesehatan, BPJS Kesehatan, Menteri Keuangan akan melakukan evaluasi saat KRIS diterapkan.
"Nanti atas hasil evaluasi tersebut dilihat tarifnya, manfaatnya, iurannya, jadi apakah dibutuhkan iuran baru, manfaatnya ini dievaluasi. Jadi kebijakan ini dilakukan setelah melakukan evaluasi menyeluruh," jelas Irsan.
Sementara itu, Jubir Kemenkes, Mohammad Syahril, menerangkan soal iuran KRIS akan dimusyawarahakan dengan pihak terkait. Berapa naiknya, harus atas kesepakatan para pemangku kepentingan dengan adil.
"Dari pihak masyarakat, 'wah selama ini kita bayar sekian dengan KRIS akan naik'. Nah, ini nanti akan dibahas karena nanti stakeholder semuanya akan bicara. Tidak boleh BPJS menentukan, Kemkes menentukan, semua pihak," kata Syahril.
"Tentunya harus berimbang. Berimbang itu artinya jangan sampai ngotot, pokoknya enggak bisa, enggak bisa begitu," pungkasnya.
Baca juga: Aturan Lengkap KRIS Pengganti Kelas BPJS, Ini Rinciannya
BPJS Kesehatan Tegaskan Tidak Ada Narasi Penghapusan Kelas di Perpres 59/2024
Sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menanggapi terkait beredarnya pemberitaan pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Dia menjelaskan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tidak menyebutkan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3 bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Perpres tersebut, mekanisme pelaksanaan KRIS akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri, dalam hal ini Menteri Kesehatan.
"Jika dilihat narasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024, secara eksplisit tidak ada satu kata atau satu kalimat pun yang mengatakan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3. Sampai dengan saat ini, belum ada regulasi turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut. Kebijakan KRIS ini masih akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya," kata Rizzky.
Rizzky menambahkan, sampai dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 diundangkan, nominal iuran yang berlaku bagi peserta JKN masih mengacu pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I iurannya Rp150 ribu, kelas II Rp100 ribu dan kelas III Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp35 ribu.
"Nominal iuran JKN sekarang masih sama. Tidak berubah. Hasil evaluasi pelayanan rawat inap rumah sakit yang menerapkan KRIS ini akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depannya," ujar Rizzky.
Rizzky juga mengungkapkan, dari perspektif BPJS Kesehatan, KRIS ini sebetulnya upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan. Artinya, jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di daerah perkotaan berbeda dengan pelayanan di daerah pedesaan atau daerah yang jauh dari pusat ibu kota. Sampai dengan Perpres ini diundangkan, Rizzky mengatakan bahwa pelayanan bagi pasien JKN masih tetap berjalan seperti biasanya.Â
"Bersama fasilitas kesehatan, kami tetap mengutamakan kualitas pelayanan kepada peserta. Kami juga memastikan rumah sakit menerapkan Janji Layanan JKN dalam melayani peserta JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku," ucap Rizzky.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement