Alasan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Terima Eksepsi Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menerima eksepsi mantan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam kasus dugaan gratifikasi dan TPPU. Simak beberapa alasannya.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 27 Mei 2024, 20:55 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 20:54 WIB
Gazalba Saleh Kembali Ditahan KPK
"Terhitung mulai dari tanggal 30 November 2023 sampai dengan 19 Desember 2023 di Rutan KPK," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menerima nota keberatan (eksepsi) mantan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Majelis Hakim mengadili, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh," kata Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, dilansir dari Antara, Senin (27/5/2024).

Fahzal menjelaskan, salah satu alasan Majelis Hakim mengabulkan eksepsi Gazalba, yakni tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).

Dengan demikian, Majelis Hakim berpendapat Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan TPPU dalam kasus Gazalba Saleh, sehingga penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima.

Untuk itu, Majelis Hakim memerintahkan Gazalba dibebaskan dari tahanan, setelah putusan sela diucapkan serta membebankan biaya perkara kepada negara.

Namun Fahzal menegaskan, putusan sela yang diberikan Majelis Hakim tidak masuk kepada pokok perkara atau materi, sehingga apabila Jaksa Penuntut Umum KPK sudah melengkapi administrasi pendelegasian wewenang penuntutan dari Kejaksaan Agung, maka sidang pembuktian perkara bisa dilanjutkan.

"Jadi tidak masuk ke materi apa terdakwa Gazalba salah atau tidak, tidak sampai ke situ. Ini hanya syarat dari tuntutan, mempertimbangkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung RI," tuturnya.

Sebelumnya dalam nota keberatan, penasihat hukum Gazalba Saleh mengatakan alasan eksepsi diajukan lantaran penuntut umum pada KPK tidak menerima pendelegasian wewenang dari Kejaksaan Agung.

Dengan begitu, berdasarkan asas sistem penuntutan tunggal dan dominus litis, penasihat hukum Gazalba menilai hanya Jaksa Agung yang berwenang melakukan penuntutan dan sebagai penuntut umum tunggal, sehingga pengendalian seluruh penuntutan perkara pidana merupakan kewenangan Jaksa Agung.

Selain itu, eksepsi diajukan penasihat hukum Gazalba karena uraian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK tidak lengkap, tidak jelas, dan tidak cermat, sehingga melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

 

 

Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU

KPK Tahan Hakim Agung Gazalba Saleh Terkait Kasus Suap
Hakim Agung, Gazalba Saleh (kiri) sesaat sebelum rilis penahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Gazalba Saleh ditahan usai penyidik melakukan pemeriksaan. Gazalba ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

 "Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut," ujar Jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/5/2024), seperti dikutip dari Antara.

Atas dakwaan gratifikasi, mantan hakim agung itu terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Jaksa membeberkan dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya