Ketua MPR Minta Tapera Ditunda Dulu: Sosialisasi yang Lebih Masif

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) ingin agar pemerintah menunda dulu soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

oleh Putu Merta Surya PutraTim News diperbarui 29 Mei 2024, 15:20 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2024, 15:20 WIB
Bamsoet
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi pembicara kunci dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan Posbakum Golkar di Jakarta, Selasa (12/11/2019). Diskusi tersebut membahas mengangkat tema 'Golkar Mencari Nakhoda Baru'. (Liputan6.co/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) ingin agar pemerintah menunda dulu soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

"Saran saya supaya tidak jadi pro-kontra dihold dulu, sambil dilakukan sosialisasi baru kemudian dilakukan kembali," kata Bamsoet kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Menurutnya, dengan menunda Tapera tersebut agar untuk dilakukan pengkajian kembali ditengah-tengah turunnya daya beli masyarakat.

"Rakyat butuh sekali dana untuk kebutuhan real ya, jadi jika dipotong itu akan mengurangi kebutuhan rillilnya, sementara dia tidak tahu apa manfaat dari pemotongan itu dalam jangka pendek," ujarnya.

"Jadi sekali lagi pertama sosialiasi yang lebih masif, agar rakyat paham bahwa yang dipotong itu untuk dia dalam jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan papannya," sambungnya.

Politikus Golkar ini pun meminta agar pemerintah melakukan pengkajian kembali dengan melihat kemampuan daya beli masyarakat.

"Sebetulnya menurut saya ini perlu dilakukan kaji, dikaji kembali, karena dibutuhkan sekarang adalah upaya meningkatkan kemapuan daya beli, meningkatkan pendapatan masyarakat setiap rumah tangga bukan malah kemudian dipotong. Sehingga kemampuan mewujudkan kebutuhan riilnya menjadi hilang sebagian," ungkapnya.

"Karena apa? karena dia tidak tahu akan manfaat jadi apa uangnya yang dipotongnya itu, dan kapan diwujudjannya sehingga kebutuhan riilnya setiap hari mereka butuhkan," sambungnya.

Selain itu, Bamsoet menyebut, masih ada 15 persen yang masih belum memiliki rumah sendiri. Hal itu lah yang kemudian pemerintah membuat program pengadaan satu juta rumah.

"Tapi memang antara cita-cita dan realita selalu ada gap, apalagi sekarang timbul pro-kontra soal Tapera," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Buruh: 20 Tahun Tabungan Tapera Belum Cukup Buat Beli Rumah

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendukung program tabungan perumahan rakyat (Tapera). Pasalnya, rumah merupakan kebutuhan primer bagi para kelompok buruh dan pekerja, seperti halnya makanan dan pakaian.

"Bahkan di dalam UUD 1945 negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat, dimana jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan," tegas Presiden KSPI Said Iqbal, Rabu (29/5/2024).

Menurut dia, Tapera yang dibutuhkan buruh dan rakyat adalah kepastian untuk mendapatkan rumah yang layak melalui dana APBN dan APBD.

"Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat," sambungnya.


Tak Bisa Digunakan untuk Beli Rumah

Dia menilai, setidaknya ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini.

Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.

Iqbal mengatakan, upah rata-rata buruh Indonesia saat ini sekitar Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun.

Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," keluhnya.

"Jadi dengan iuran Tapera 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah," urainya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya