Satpol PP Jaktim Sebut Tak Prioritaskan Denda Rp50 Juta soal Jentik Nyamuk DBD di Rumah Warga

Satpol PP Jaktim melakukan edukasi secara bertingkat kepada warga agar tak membiarkan rumahnya menjadi sarang jentik nyamuk penyebab DBD.

oleh Winda Nelfira diperbarui 05 Jun 2024, 20:03 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 20:03 WIB
Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Petugas memeriksa keberadaan jentik nyamuk dalam bak mandi warga di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Rabu (27/2). Penijauan Jumantik yang dilakukan rutin setiap minggunya ini bertujuan mencegah berkembangbiaknya nyamuk demam. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur Budhy Novian mengatakan, tidak memprioritaskan pemberian denda mencapai Rp50 juta kepada warga Jakarta Timur (Jaktim) terkait keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di rumahnya.

Budhy bilang, kasus di Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jaktim cukup tinggi. Tercatat, mencapai 2.292 warga terkena DBD hingga 29 Mei 2024.

"Perangkat kewilayahan terus melakukan upaya untuk bagaimana memutus mata rantai penularannya dengan PSN. Jadi yang dikedepankan bukan penegakan hukum dalam bentuk denda, tapi melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat oleh perangkat yang ada di kelurahan dan kecamatan," kata Budhy saat dikonfirmasi, Rabu (5/6/2024).

Dia menyebut, terkait denda pihaknya mengacu pada Pasal 21 jo 22 ayat 1 Peraturan Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2007 Tentang Pengendalian Penyakit DBD. Pasal ini menerapkan sanksi denda maksimal Rp50 juta atau kurungan dua dan tiga bulan.

"Adapun amanat Perda Nomor 6 Tahun 2007 itu merupakan bagian dari edukasi, kita tidak mengedepankan sanksi denda," ujar Budhy.

Budhy menyampaikan, merujuk aturan tersebut Satpol PP Jaktim melakukan edukasi secara bertingkat kepada warga agar tak membiarkan rumahnya menjadi sarang jentik nyamuk penyebab DBD.

"Dengan maksud menggugah bahwa kewajiban memutus mata rantai penularan adalah dengan masing-masing perorang dan lain-lain melakukan PSN sebagai metode pemutus mata rantai penularan DBD," terangnya.

Menurut Budhy, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) rutin dilakukan Satpol PP Jaktim di lapangan dengan mendatangi rumah-rumah warga setiap pekan. Dia menyebut, sejauh ini tak ada warga yang dikenai sanksi denda Rp50 juta.

"Tidak ada yang dikenakan denda karena pengenaan sanksi bertingkat dimulai dari teguran tertulis untuk warga dan badan hukum yang ditemukan jentik supaya melakukan PSN intensif," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kasus DBD Marak di Jaktim, Warga yang Rumahnya Jadi Sarang Nyamuk Bisa Didenda Rp50 Juta

Pemeriksaan Jentik Nyamuk
Petugas mencampurkan obat pembunuh jentik nyamuk (abate) dalam penampungan air salah satu warga saat melakukan pemantauan jentik nyamuk Aedes Aegypti di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Rabu (27/2). (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Satpol PP Kota Jakarta Timur akan memberikan sanksi denda bagi warga yang di dalam rumahnya ditemukan jentik nyamuk aedes aegypti.

Kepala Satpol PP Jakarta Timur, Budhy Novian mengatakan, penerapan sanksi denda merupakan upaya menekan penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD).

Terkait ketentuan denda, kata Budhy, pihaknya mengacu Pasal 21 jo 22 ayat 1 Peraturan Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2007 Tentang Pengendalian Penyakit DBD. Pasal ini menerapkan sanksi denda maksimal Rp50 juta atau kurungan dua dan tiga bulan.

Adapun Satpol PP Jakarta Timur rutin menggelar Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lapangan. Sebelum dikenai denda, warga akan diberikan surat peringatan pertama (SP1) terlebih dahulu.

"Pemberian surat peringatan sudah mulai diterapkan, Jumat (31/5) kemarin. Tercatat ada 24 warga yang diberikan SP1 karena rumahnya ditemukan jentik nyamuk saat PSN. Paling banyak di Kecamatan Ciracas, Jatinegara dan Matraman," kata Budhy dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (5/6/2024).

Menurut Budhy, apabila surat peringatan pertama tidak diindahkan serta pada saat PSN berikutnya masih ditemukan jentik nyamuk, maka warga yang bersangkutan akan diberikan surat peringatan kedua.

"Jika sampai tiga kali dapat surat peringatan, maka akan diajukan untuk sidang tindak pidana ringan (Tipiring)," ungkap Kasatpol PP Jaktim.

 


Kasus DBD Tak Hanya Meningkat di Indonesia Tapi Juga di Dunia Dalam 5 Tahun Terakhir

Cegah DBD, Warga Cipinang Lakukan Fogging
Warga menutup hidung saat menghindari penyemprotan asap (fogging) nyamuk demam berdarah dengue (DBD) di RW 01, Kelurahan Cipinang, Jakarta, Minggu (10/3). Fogging ini juga untuk membasmi perkembangbiakan jentik nyamuk. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di dunia.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga 30 April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus demam berdarah telah dilaporkan. Termasuk 3,4 juta kasus terkonfirmasi, lebih dari 16.000 kasus parah, dan lebih dari 3000 kematian.

"Terdapat peningkatan substansial dalam kasus demam berdarah yang dilaporkan secara global dalam lima tahun terakhir," mengutip keterangan resmi WHO yang dipublikasi pada Kamis, 30 Mei 2024.

Salah satu wilayah dengan kasus DBD terbanyak adalah Amerika yang jumlah kasusnya telah melampaui tujuh juta pada akhir April 2024. Angka ini melampaui jumlah kasus tahunan tertinggi yakni 4,6 juta kasus pada tahun 2023.

Saat ini, 90 negara telah mengetahui penularan aktif demam berdarah pada tahun 2024, tapi tidak semuanya tercatat dalam pelaporan resmi. Selain itu, banyak negara endemis tidak memiliki mekanisme deteksi dan pelaporan yang kuat, sehingga beban sebenarnya dari demam berdarah secara global masih dianggap remeh.

Untuk mengendalikan penularan secara lebih efektif, pengawasan DBD yang kuat dan real-time diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran mengenai potensi kasus yang tidak terdeteksi. Faktor ko-sirkulasi dan kesalahan diagnosis seperti arbovirus lainnya serta pergerakan perjalanan yang tidak tercatat juga perlu jadi perhatian. Pasalnya, faktor-faktor ini dapat berkontribusi terhadap penyebaran penyakit yang tidak diketahui dan menimbulkan potensi risiko penularan lokal di negara-negara non-endemis.

Infografis Kasus DBD Terus Berulang
Infografis Kasus DBD Terus Berulang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya