Awan Panas Guguran Masih Terjadi di Gunung Semeru, Waspada Potensi Lahar Dingin

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan ancaman lahar dingin berpotensi terjadi mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Semeru.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 10 Jun 2024, 20:11 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 20:11 WIB
Gununug Semeru
Awan panas dan guguran lava pijar masih terjadi di Gunung Semeru, namun secara visual jarang teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut. (Liputan6.com/Hermawan Arifianto).

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan, awan panas dan guguran lava pijar masih terjadi di Gunung Semeru, namun secara visual jarang teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut.

"Pada Senin 10 Juni 2024 pukul 00.42 Wib teramati guguran lava pijar di Gunung Semeru dengan jarak luncur 2.500 meter ke arah Besuk Kobokan," ujarnya, Senin (10/6/2024).

Pengamatan secara visual pada pukul 00.00-06.00 Wib, menunjukan guguran lava pijar Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) terjadi sebanyak 28 kali dengan jarak luncur 1.000-2.500 meter ke arah Besuk Kobokan.

"Hal itu memperlihatkan bahwa aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava pijar masih terjadi. Selain awan panas, juga berpotensi terjadi aliran lahar mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Semeru," tuturnya.

Kata dia, akumulasi material hasil erupsi berpotensi menjadi guguran lava pijar ataupun awan panas, kemudian material tersebut terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Mahameru, berpotensi menjadi lahar ketika berinteraksi dengan air hujan.

"Selain itu interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder," katanya.

Ia menjelaskan jumlah gempa yang terekam menunjukan aktivitas kegempaan Gunung Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, dan harmonik.

Adanya gempa vulkanik dalam dan harmonik yang masih terekam mengindikasi masih adanya suplai di bawah permukaan Gunung Semeru bersaan dengan pelepasan materil ke permukaan material hasil letusan di sekitar Kawah Jonggring Saloko.

"Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru tetap pada Level III atau Siaga dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahaya terkini," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Diimbau Tidak Beraktivitas Radius 13 Kilomter dari Gunung Semeru

Untuk itu masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara, di sepanjang Besuk Kobokan sejauh 13 kilometer dari puncak erupsi.

Di luar jarak tersebut, kata dia, masyarakat juga diimbau tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai pada sepanjang Besuk Kobokan, karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17.km dari puncak.

Kemudian warga juga dilarang beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah/puncak Gunung Api Semeru, karena rawan terhadap bahaya lontaran batu pijar.

Masyarakat juga diminta mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai- sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.

Infografis Letusan Gunung Bromo
Infografis Letusan Gunung Bromo (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya