Polemik Kasus Pembunuhan Vina Dipicu Karena Film, LSF Angkat Bicara

Film Vina: Sebelum 7 Hari telah berhasil membuka kotak pandora terhadap kasus kematian Vina dan Eky sejoli di Cirebon, Jawa Barat.

oleh Tim News diperbarui 08 Agu 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2024, 13:00 WIB
Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Ervan Ismail
Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Ervan Ismail usai acara Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, di Jakarta. (Foto: Merdeka.com/Bachtiarudin Alam).

Liputan6.com, Jakarta Film Vina: Sebelum 7 Hari telah berhasil membuka kotak pandora terhadap kasus kematian Vina dan Eky sejoli di Cirebon, Jawa Barat.

Karena film tersebut, saat ini kasus kematian Vina dan Eky pun kembali ramai. Bahkan turut berdampak dengan konsekuensi hukum yang saat ini terjadi salah satunya jalan mencari keadilan bagi para terpidana dalam kasus ini.

Menanggapi polemik hukum yang terjadi akibat film Vina, Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Ervan Ismail mengaku jika persoalan dampak hukum akibat film bukan masuk dalam ranah lembaganya, pasalnya memang tak ada kemampun untuk terlibat dalam suatu penyidikan.

"Memang ada pertanyaan film itu sudah mempunya kekuatan hukum dan seterusnya kita tidak bisa masuk terlalu jauh ke situ. Karena kami tidak dibekali kemampuan ilmu menyidik, meneliti apakah film ini berdasarkan putusan pengadilan dan seterusnya," kata Ervan saat ditemui usai acara Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, di Jakarta, dikutip Kamis (8/8).

Menurutnya, kewajiban LSF adalah melakukan sensor pada film untuk menyesuaikan kategori agar sesuai regulasi yang ada. Walaupun dalam film itu turut mengangkat fakta yang ada di masyarakat atau base of true story.

"Ini merupakan kreativitas dari para sineas atau pembuat film. Karena mereka ini memiliki kepekaan atau nilai-nilai lain yang bisa melihat dimana ada peluang atau potensi yang bisa dikembangkan dalam film tadi," kata dia.

 

 

Film Punya Pengaruh

Oleh sebab itu, Ervan memandang cerita yang dikemas dalam film merupakan sebuah karya fiksi sesuai kreativitas para sineas. Dengan memasukan unsur dramatis atau menegangkan yang sah dalam film.

"Kami melihat ini sebagai bagian dari sebuah proses yang sifatnya alamiah saja ya. Karena memang film itu pada umumnya memang dibuat berdasarkan ide yang disebut sebagai fiksi ya," kata dia.

Maka dari itu, Ervan menilai dari beberapa film memang bisa memiliki pengaruh begitu besar di masyarakat yang bisa kembali menjadi bahan perbincangan kejadian ini tidak hanya di Indonesia namun berlaku juga di luar negeri.

 

Lolos Sensor

Termasuk Film Vina ‘Sebelum 7 Hari’ yang telah dinyatakan lolos sensor Lembaga Sensor Film (LSF) dengan klasifikasi penonton pada D17 alias untuk 17 tahun ke atas. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2019.

“Sepanjang dia memiliki kepatuhan terhadap regulasi, soal bagaimana perizinan di tingkat korban pelaku dan seterusnya itu semua sudah terpenuhi,” kata dia.

“Kemudian di tingkat kami sudah terpenuhi regulasi yang ada, saya kira unsur yang disebut sebagai fiksi atau mendramatisir sebuah peristiwa itu bagian dari para sineas tadi,” tambah dia.

 

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya