Jatman Jakarta: Azan Magrib di Televisi Bentuk Toleransi di Indonesia

Menurut Irawan, tidak ada korelasi hukum pelaksanaan Misa di Gelora Bung Karno dengan Azan Magrib di televisi.

oleh Tim News diperbarui 05 Sep 2024, 15:06 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2024, 08:14 WIB
Muhdir Idaroh Wustho Jamiyyah Ahlith Thariqah al Mutabarah an Nadliyyah (JATMAN) Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq mengecam imbauan azan maghrib diganti running  text. (Istimewa)
Muhdir Idaroh Wustho Jamiyyah Ahlith Thariqah al Mutabarah an Nadliyyah (JATMAN) Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq mengecam imbauan azan maghrib diganti running text. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia menuai kontroversi karena adanya surat edaran dari Kemenag RI untuk menghilangkan azan Magrib di televisi. Azan Magrib yang setiap hari ditayangkan, akan diubah menjadi running text.  

Menyikapi hal itu Muhdir Idaroh Wustho Jamiyyah Ahlith Thariqah al Mutabarah an Nadliyyah (JATMAN) Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq mengecam edaran dimaksud. 

"Azan Magrib ditayangkan di televisi itu sudah menjadi the living law, jangan diubah hanya tamu yang datang, justru tamu yang harus hormati dan hargai hukum yang hidup di Indonesia,” tegas dia.

Sikap Kemenag, sambungnya, sangat diluar konteks bernegara. Menurutnya, siapapun yang hadir ke Indonesia, harus menghormati dan menghargai tradisi dan hukum yang berlaku di Indonesia, jangan justru hal tersebut dibalik. 

Sikap toleransi, ujar Irawan yang juga berprofesi sebagai advokat di Jakarta itu, bukanlah harus menghapus ibadah pihak lain.  "Toleransi itu dinilai dengan menghargai ibadah umat Islam sebagai umat mayoritas, jangan umat Islam terus diminta mengalah, itu namanya kebablasan, “ kata dia.  

Selain itu, menurut Irawan, tidak ada korelasi hukum pelaksanaan Misa di Gelora Bung Karno dengan Azan Magrib di televisi. 

"Jika itu dilakukan, kami akan melakukan langkah hukum meminta pertanggungjawaban baik melalui hukum positif maupun syariat,” tegasnya lagi. 

Kedatangan Paus Fransiskus, tambahnya, hanya melaksanakan kunjungan kenegaraan dan melakukan ibadah.  "Jadi jangan dimaknai ibadah agama lain harus diganggu dengan menghilangkan tradisi Azan Magrib di TV, itu jelas salah kaprah,” katanya. 

Jadi, ujarnya lagi, Azan Magrib di televisi  nasional harus tetap ditayangkan walau siapapun yang datang ke Indonesia. Dia pun mengecam semua pihak yang berupaya menghilangkan azan maghrib di televisi. 

"Kami mengutuk pihak-pihak yang menghilangkan Azan Magrib hanya karena masalah itu,” tandas advokat asal Medan itu lagi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Imbauan Kemenag Soal Azan Maghrib saat Misa Akbar

Paus Fransiskus Di Istiqlal
Pemimpin Takhta Suci Vatikan Paus Fransiskus (tengah depan) berfoto bersama dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dan tamu undangan lainnya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kementerian Agama telah bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penyiaran Azan Magrib dan Misa Akbar bersama Paus Fransiskus lewat running text. Juru Bicara Kementerian Agama, Sunanto, menyatakan surat Kemenag ke Kominfo bersifat permohonan dan memuat dua substansi.

Pertama, saran agar Misa bersama Paus Fransiskus pada 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00–19.00 WIB di seluruh televisi nasional. Kedua, agar penanda waktu magrib ditunjukkan dalam bentuk running text sehingga misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik di Indonesia.

Jadi substansinya, pemberitahuan waktu Magrib di TV disampaikan dengan running text. Sementara, panggilan azan di masjid dan musalla tetap dipersilakan,” jelas Sunanto, dalam keterangannya, Rabu (4/9/20240).

Sunanto menegaskan bahwa surat itu hanya berkenaan dengan siaran azan Magrib di televisi yang biasanya mengacu hanya pada waktu magrib di Jakarta (WIB).

“Azan Mabrib di wilayah Indonesia Timur, tetap bisa disiarkan karena sudah masuk waktu sebelum pelaksanaan Misa,” sebutnya.

Sunanto meyakini warga Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius dan menjunjung toleransi sehingga dapat memahami upaya yang dilakukan Kementerian Agama ini adalah jalan tengah sebagai wujud hidup dalam kemajemukan.

 


Soal Toleransi

“Semua bisa menjalankan ibadahnya. Misa berjalan. Pemberitahuan masuk waktu Magrib disampaikan lewat running text dan tetap Azan berkumandang di masjid dan musalla. Umat Katolik beribadah dalam Misa, umat Islam tetap melaksanakan ibadah Salat Magrib. Ini potret toleransi dan kerukunan umat di Indonesia yang banyak dikagumi dunia,” tegasnya.

“Sekaligus ini juga kontribusi besar umat Islam untuk toleransi di Indonesia dan dunia,” lanjutnya.

Sunanto menambahkan, hakikatnya azan Magrib disiarkan melalui televisi untuk mengingatkan umat Islam yang sedang menonton televisi agar menunaikan Sholat.

“Saya tidak tahu apakah pada saat Misa bersama Paus Fransiskus ada umat Islam yang ikut menonton melalui siaran televisi? Jika pun ada, kita sudah mengingatkan waktu Magrib masuk melalui running text tersebut,” tandasnya.

Infografis Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia 3-6 September 2024. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia 3-6 September 2024. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya