Ahli Ingatkan Hati-Hati terhadap Aksi Boikot, Bisa Disalahgunakan Persaingan Usaha

Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yusdani menilai gerakan boikot, divestasi, sanksi (BDS) lebih berdampak ke dalam negeri.

oleh Tim News diperbarui 17 Sep 2024, 10:36 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2024, 20:31 WIB
Warga Palestina di Tepi Barat Boikot Produk Israel
Sejak perang di Gaza dimulai, banyak poster, stiker, dan selebaran boikot bermunculan di Tepi Barat yang diduduki. (Jaafar ASHTIYEH / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yusdani menilai gerakan boikot, divestasi, sanksi (BDS) lebih berdampak ke dalam negeri. Terlebih, gerakan ini juga rawan ditunggangi oknum untuk mencari keuntungan pribadi.

"Dalam perspektif islam yang saya pahami, ketika kita melakukan boikot itu betul betul dipertimbangkan segala dampak segala sesuatunya terutama barangkali aspek keadilan sosial," ujar Yusdani dalam sebuah diskusi belum lama ini, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Senin (16/9/2024).

Direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) UII Yogyakarta ini melanjutkan, boikot lebih berdampak ke dalam negeri karena mengganggu arus ekonomi nasional.

Yusdani mengatakan, pekerja perusahaan yang disebut-sebut terafiliasi oleh Israel berpotensi terkenal efisiensi akibat dampak dari boikot dimaksud.

"Jadi kita mau mau melemahkan Israel (melalui boikot) tapi sebenarnya justru yang kena dampaknya perekonomian bangsa Indonesia sendiri," kata dia.

Meski demikian, Yusdani menjelaskan, bukan berarti boikot itu tidak harus dilakukan. Menurutnya, masyarakat hanya harus lebih hati-hati karena gerakan ini rawan disusupi oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.

Yusdani menilai, masyarakat harus benar-benar teliti dan jeli dalam memboikot produk-produk yang ada di dalam negeri. Dia melanjutkan, jangan sampai gerakan ini justru malah merugikan perusahaan yang jelas-jelas sudah banyak membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

"Makanya saya berharap kepada masyarakat terutama masyarakat muslim untuk menyikapi boikot ini secara cerdas," ucap Yusdani.

 

Minta Pemerintah dan MUI Lebih Jelas

MUI Dorong Semua Stakeholder Beri Literasi Masyarakat Soal Boikot Produk Terafiliasi Israel
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Arif Fahrudin (tiga kanan) saat memimpin deklarasi peningkatan pemboikotan produk Israel di Kantor MUI, Jakarta, Minggu (10/3/2024). (Dok. Istimewa). 

Yusdani juga meminta pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih jelas mengungkapkan perusahaan atau produk mana saja yang terafiliasi Israel. Dia melanjutkan, hal ini agar tidak ada korban dari oknum yang memanfaatkan momentum baik ini.

"Tidak pernah MUI itu menjelaskan perusahan/produk mana yang terafiliasi Israel. Tapi begitu fatwa keluar, akhirnya keluar beberapa produk yang dituduhkan (terafiliasi," terang Yusdani.

Dia mengungkapkan, keberadaan daftar liar perusahaan yang diduga terafiliasi ini menjadi bukti jelas bahwa gerakan yang awalnya ditujukan untuk melemahkan ekonomi Israel, telah ditunggangi oknum tidak bertanggung jawab. Menurut Yusdani, boikot ini kemudian menjadi salah sasaran.

"Bahkan saya kira hingga hari ini Israel itu tenang-tenang saja (ada boikot) bahkan lebih agresif," ucap dia.

Melihat kondisi demikian, dosen UII ini berpendapat bahwa masyarakat lebih baik memberikan bantuan ril semisal donasi atau kebutuhan sehari-hari untuk membantu saudara-saudara di Palestina.

Yusdani menilai, selain menghindari dari gerakan yang salah sasaran, bantuan tersebut juga dirasa lebih dibutuhkan warga Palestina yang terkena agresi militer.

"Saya kira kalau boleh memilih antara boikot dengan menyumbang, ya sumbang saja apa yang kita bisa karena lebih konkret dan kita tidak cuap-cuap saja karena ini (boikot) menurut saya banyak muatan politisnya daripada literasi umat," tandas dia.

Infografis AS Boikot Diplomatik Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis AS Boikot Diplomatik Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya