Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menampilkan berbagai inovasi, beragam produk perkebunan, hingga memberikan ruang untuk menjalin kerjasama, pada Perkebunan Indonesia Expo (Bunex) 2024 di ICE BSD Tangerang, Kamis (12/9).
Rangkaian kegiatan Bunex kali ketiga lagi-lagi inovatif. Banyak hal yang bisa digali seputar perkebunan pada Bunex ini. Respons positif dari para pengunjung pun terlihat dari ramainya pengunjung memenuhi gelaran pameran, talkshow, forum investasi, Focus Group Discussion (FGD) hingga display Pabrik Mini Minyak Goreng dan Biodiesel (PAMIGODES).
Baca Juga
"Bunex memiliki makna strategis yang mendalam. Di masa depan, perkebunan berpotensi sebagai sumber energi terbarukan yang semakin penting, untuk itu dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah yang strategis ke depan, karena Indonesia dihadapkan pada dua tantangan besar, seperti pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan mengatasi ketergantungan pada energi fosil," ujar Heru Tri Widarto Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perkebunan.
Advertisement
Lebih lanjut, Heru mengatakan, komoditas kelapa sawit memiliki potensi besar dan paling siap untuk menyediakan biofuel, sebagai solusi dalam upaya transisi menuju energi hijau. Berikutnya komoditas lainnya seperti tebu, singkong, maupun lainnya, yang bisa digunakan untuk produksi bioetanol, turut memiliki kontribusi penting dalam mendukung ketahanan energi kita.
Heru menekankan, namun upaya kita tidak hanya fokus pada produksi semata. Kita perlu memastikan bahwa semua proses dilakukan secara berkelanjutan, termasuk perkebunan, berarti memperhatikan tiga aspek utama yaitu ekologis, ekonomi dan sosial.
“Tak dapat dipungkiri teknologi pertanian dan inovasi dalam pengelolaan lahan memainkan peran yang semakin penting. Dengan memanfaatkan teknologi seperti pertanian presisi, kita dapat meningkatkan efisiensi produksi perkebunan dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu, implementasi sertifikasi berkelanjutan seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) menjadi langkah nyata dalam mewujudkan standar yang diakui secara internasional, yang juga meningkatkan daya saing produk kita di pasar global,” jelasnya.
Lebih lanjut Heru mengatakan, demi wujudkan hal tersebut, tidak dapat kita capai hanya melalui satu sektor saja. Sinergi dan kolaborasi sangat diperlukan dari berbagai pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Sektor perkebunan, jika dikelola dengan bijaksana dan berkelanjutan, akan menjadi salah satu pilar utama yang memastikan ketersediaan pangan dan energi bagi bangsa kita. Tidak hanya itu, sektor ini juga berpotensi besar untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan.
“Saya berharap melalui FGD ini kita dapat berdiskusi lebih dalam, berbagi gagasan, dan merumuskan solusi konkret untuk tantangan yang kita hadapi. Semoga dari FGD ini lahir strategi-strategi inovatif yang dapat diimplementasikan untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi, serta menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang,” harapnya.
Apresiasi
Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif dan mendukung penguatan perkebunan termasuk penyelenggaraan acara Bunex ini. Semoga Bunex ini juga menjadi momentum penting dalam mewujudkan perkebunan yang lebih berkelanjutan, inovatif, dan berdampak positif bagi masyarakat serta lingkungan,” tambahnya.
Pentingnya penguatan kelapa sawit untuk kesiapan ketahanan energi turut dirasakan Direktur Keuangan Umum, Kepatuhan dan Manajemen Resiko (KUKMR) BPDPKS, Zaid Burhan Ibrahim. Zaid mengatakan, bicara tentang biodiesel kita bicara kebutuhan akan bahan bakar nabati, dan pastinya berhubungan dengan produktivitas kelapa sawit.
Tentu BPDPKS akan terus mendukung dan mendorong program B50 ke depannya, karena tak dapat dipungkiri kebutuhan bahan bakar nabati akan lebih tinggi lagi kedepannya. Untuk itu diperlukan penguatan baik dari sisi tata kelola, produksi maupun produktivitas serta kerjasama maupun komitmen semua pihak terkait, agar produktivitas sawit terus meningkat.
Karena apabila produktivitas rendah akan berdampak ke BPDPKS, seandainya produktivitas masih rendah otomatis ketika program B50 berjalan, ekspor akan semakin berkurang, jika ekspor berkurang maka pendapatan BPDPKS yang berasal dari pungutan ekspor juga berkurang. Semua saling berkaitan dan berkesinambungan.
Advertisement