Liputan6.com, Jakarta - Artis Sandra Dewi dijadwalkan menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi komoditas timah yang menjerat suaminya, yakni terdakwa Harvey Moeis. Dia diminta untuk hadir pada Kamis, 10 Oktober 2024 mendatang.
“Iya rencananya begitu,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (8/10/2024).
Advertisement
Baca Juga
Diketahui, sidang perkara korupsi komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat beragendakan pemeriksaan saksi pada 10 Oktober 2024. Meski di tengah aksi ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’, PN Jakpus tetap melanjutkan sidang sesuai agenda yang telah terjadwal.
Advertisement
Sebelumnya, Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus korupsi timah. Dia juga memperkaya diri sebagai sebesar Rp420 miliar dan disangkakan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya, Harvey memilih untuk tidak menyampaikan keberatan.
Hal ini bermula saat majelis hakim mempersilakan Harvey Moeis untuk berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya menanggapi dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU. Setelah diskusi singkat kepada majelis hakim dia mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
"Saya mengerti dakwaannya, dan saya mohon izin untuk lanjutkan ke hal selanjutnya dengan tidak mengajukan eksepsi," ujar Harvey Moeis saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
Dengan demikian, maka hakim melanjutkan sidang pada Kamis 22 Agustus 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Sidang ditunda sampai 22 Agustus 2024, dengan agenda saksi dari penuntut umum," kata Hakim Ketua.
Jaksa mendakwa Harvey Moeis yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, merugikan negara sebesar Rp300 triliun atas kasus korupsi timah.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," kata jaksa membacakan surat dakwaannya.
Dakwaan Harvey Moeis
Dalam dakwaan, Harvey bersama-sama dengan Direktur Utama Refined Bangka Tin, Suparta meminta pembayaran kepada tiga perusahaan sebagai biaya pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton.
"Yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin," ucap Jaksa.
Harvey sendiri yang menginisiasi untuk mengadakan kerja sama sewa alat procesing untuk pengelolaan timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah, Tbk. Bahkan dia berperan melakukan kepanjangan lima perusahaan tersebut kepada PT Timah Tbk.
"Melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam," jelas Jaksa.
Setelah kesepakatan dengan PT Timah Tbk, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Advertisement
Melegalkan Pembelian Biji Timah oleh Smelter Swasta
Dengan diterbitkannya surat tersebut, kelima perusahaan tersebut bisa melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah, Tbk.
Selain itu, dia juga memperkaya dirinya dari uang panas tersebut sebesar Rp420 miliar. Beberapa uang mengalir ke istrinya, Sandra Dewi yang dibelikan berupa barang mewah.
Diantaranya 88 tas mewah merk Hermes, Channel, Dior, Gucci, Celline, Balenciaga, Louis Vuitton. Lalu ada juga perhiasan yang pernah dibeli sebanyak 141.
Atas dasar itu, dia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.