Liputan6.com, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold berdampak luas. Kini, semua partai peserta Pemilu memiliki ‘tiket’ mengusung calon presidennya sendiri.
Menanggapi hal itu, Ketua Harian DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Anan Wijaya menilai keputusan MK tersebut harus dibarengi dengan rekayasa konstitusional. Salah satu usulnya adalah dengan pengetatan syarat partai politik menjadi peserta pemilu.
Baca Juga
Bukan Cuma Bisa Scroll, 4 Mahasiswa UIN Jogja Ini Dobrak Stereotipe Gen Z dan Ubah Arah Demokrasi Indonesia
Mahasiswa UIN Jogja Penggugat Presidential Threshold Blak-blakan soal Perjuangan hingga Uang Jajan
Yusril: Pemerintah Akan Dengar Masukan Semua Pihak Ubah UU Pemilu Terkait Presidential Threshold
“Syarat perlu diperketat adalah memiliki kepengurusan partai politik di 38 provinsi dan memiliki keterwakilan 100 persen di seluruh kabupaten/kota,” kata Anan kepada awak media di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Advertisement
Anan beralasan, usulannya bertujuan mereduksi dan meminimalisir potensi ormas atau LSM atau organisasi lain tidak asal dalam mendirikan sebuah organisasi partai politik. Namun usulan itu tentunya perlu dibahas lebih serius oleh pemerintah dan Parlemen.
“Karena itu, DPR dan pemerintah perlu merevisi Undang-Undang Partai Politik dan UU Pemilu yang masih mengatur partai politik peserta pemilu. Kita dari GRIB Jaya mendorong hal itu," imbuh Anan.
Anan pun mewanti, jika aturan kepesertaan partai pemilu tidak diperketat maka bisa saja Pemilu mendatang akan mengulang fenomena Pemilu 1999 yang diikuti 48 partai politik. Bila hal itu berulang, maka Indonesia bisa terus berkutat dalam pencarian jati diri politik sehingga luput soal fokus ekonomi.
"Dengan banyaknya partai, kita bisa jadi sibuk terus melakukan konsolidasi demokrasi, konsolidasi demokrasi terus yang kita lakukan untuk mencari jati diri demokratisasi politik di Indonesia dan kita lupa untuk pertumbuhan ekonomi. Jadi konsentrasi kita terus ke segmentasi politik," wanti dia.
Apresiasi
Anan menyadari, hal tersebut masih butuh proses panjang. Meski begitu, putusan MK harus diapresiasi sebagai putusan progresif. Sebab memberi kesempatan yang sama kepada semua anak bangsa untuk menjadi pemimpin di negeri ini.
“Penghapusan presidential threshold merupakan angin segar buat tumbuh kembangnya demokratisasi politik di Republik ini. Jadi anak-anak bangsa yang punya potensi untuk memimpin Republik Indonesia tidak lagi dibatasi oleh presidential threshold,” dia menandasi.
Advertisement