Liputan6.com, Jakarta - Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar meminta masyarakat mewaspadai potensi angin kencang dengan kecepatan mencapai 25 knot atau 46 kilometer per jam di Perairan Bali-Nusa Tenggara Barat (NTB).
Waspada potensi angin kencang di Perairan Bali-NTB itu diprakirakan pada 30 Januari sampai 1 Februari 2025.
Advertisement
"Masyarakat umum, nelayan dan pelaku wisata bahari waspadai potensi peningkatan kecepatan angin di perairan selatan Bali," ujar Kepala BBMKG Wilayah III atau BBMKG Denpasar Cahyo Nugroho, Rabu (29/1/2025), melansir Antara.
Advertisement
Dia menjelaskan, berdasarkan pengamatan BBMKG Denpasar dari kondisi sinoptik, cuaca secara umum berawan dan potensi hujan ringan hingga sedang.
Angin permukaan dominan bertiup dari arah barat daya-barat laut dengan kecepatan maksimum dapat mencapai 35 knot atau hingga 65 kilometer per jam.
Ada pun, lanjut Cahyo, tinggi gelombang Perairan Bali-NTB bagian utara diprakirakan mencapai hingga 3 meter dan perairan selatan diperkirakan hingga 3,5 meter.
"BMKG mencatat kondisi angin dan gelombang laut berisiko terhadap keselamatan pelayaran. Ada pun pengguna perahu nelayan diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter," ucap dia.
Kemudian, lanjut Cahyo, operator kapal tongkang dianjurkan waspada saat angin berkecepatan lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter.
"Sedangkan, operator kapal feri diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter," papar dia.
Â
Gelombang Rossby Ekuator
Cahyo mengatakan, BBMKG Denpasar mencatat kondisi cuaca di Bali diperkirakan pada 29-31 Januari 2025 dipengaruhi di antaranya gelombang rossby ekuator.
Menurut BMKG, gelombang rossby ekuator adalah gelombang atmosfer yang bergerak dari arah barat di sekitar ekuator. Ketika gelombang tersebut terpantau aktif, maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan awan hujan di wilayah yang dilewati.
"Kemudian dipengaruhi juga oleh suhu muka laut di sekitar wilayah Bali berkisar antara 28-30 derajat celcius dan massa udara basah terkonsentrasi dari lapisan permukaan hingga 200 milibar atau 12.000 meter," terang Cahyo.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk memperhatikan kondisi kesehatan dalam menghadapi kondisi cuaca ekstrem yang berubah-ubah. Selain itu, mewaspadai potensi dampak cuaca ekstrem seperti genangan air, banjir, tanah longsor dan pohon tumbang.
"Masyarakat dapat membarui informasi cuaca terkini melalui laman BBMKG Denpasar yakni balai3.denpasar.bmkg.go.id atau web.meteo.bmkg.go.id. Kemudian media sosial di antaranya telegram @warningcuacabali, selajutnya melalui akun X (twitter) di @bbMKG3, instagram @bmkgbali," tandas Cahyo.
Â
Advertisement
Puncak Musim Hujan Ancam Jawa Tengah, BMKG Imbau Pemprov dan Masyarakat Siaga
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan peringatan dini terkait kondisi cuaca ekstrem yang berpotensi memicu bencana hidrometeorologi di Provinsi Jawa Tengah.
Dalam Rapat Koordinasi Antisipasi Bencana Hidrometeorologi yang digelar bersama Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, Dwikorita menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga Februari 2025.
"Sebagian besar wilayah Jawa Tengah akan mengalami puncak musim hujan hingga Februari. Namun, puncak musim hujan ini tidak serempak, terjadi bertahap mulai November, Desember, Januari, hingga Februari. Hal ini membuat potensi bencana, seperti yang terjadi di Pekalongan, masih bisa terjadi. Oleh karena itu, langkah antisipasi terus kami tingkatkan," ujar Dwikorita di Semarang, baru-baru ini.
Dwikorita menjelaskan bahwa intensitas curah hujan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh kombinasi aktif beberapa fenomena atmosfer global, seperti La Nina lemah, Monsun Asia, Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby.
Kondisi ini diperkuat oleh fenomena astronomis, seperti fase bulan baru, yang menciptakan potensi peningkatan curah hujan, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir. Selain itu, kelembapan udara yang sangat basah serta aktivitas konvektif lokal turut memicu pembentukan awan hujan yang menjulang tinggi.
"Semua faktor ini menjadi pemicu utama peningkatan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, banjir rob, dan angin kencang di sejumlah wilayah Jawa Tengah," kata dia.
Menurut data BMKG, seluruh wilayah Jawa Tengah telah memasuki musim hujan sejak Desember 2024, dengan puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2025.
Dwikorita menekankan, curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat akan terjadi di berbagai wilayah, terutama di kawasan rawan bencana seperti Pekalongan, Batang, dan Boyolali.
"Di wilayah ini, ancaman tanah longsor dan banjir bandang menjadi perhatian utama. Kabupaten Boyolali, misalnya, berada dalam kondisi kritis karena keberadaan jalur sungai di lereng Gunung Merbabu yang sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi," jelas Dwikorita.