Liputan6.com, Jakarta Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia seiring berjalannya waktu makin mengalami pertumbuhan signifikan, terutama dalam segmen galon guna ulang. Pasalnya, galon jenis itu menjadi pilihan utama bagi banyak rumah tangga dan bisnis karena dinilai lebih ekonomis.
Sayangnya, galon guna ulang menyimpan sejumlah masalah serius yang mengancam kesehatan dan keamanan konsumen. Bagaimana tidak? Produsen dan distributor galon guna ulang kerap mengabaikan aturan yang telah ditetapkan dan menciptakan celah bagi praktik-praktik tidak bertanggung jawab.
Advertisement
Hal itu pun terlihat dari temuan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) di lima kota besar selama November sampai Desember 2024. KKI mengungkap bahwa 75 persen distribusi galon guna ulang dilakukan menggunakan truk-truk bak terbuka tanpa penutup, sehingga galon-galon itu terpapar sinar matahari langsung.
Advertisement
Ketua KKI, David Tobing mengatakan bahwa kondisi tersebut memungkinkan luruhnya bisphenol A (BPA) sangat besar karena terkena paparan sinar matahari langsung.
"Berbagai merek galon, baik yang isi maupun yang kosong, semua diangkut pakai bak terbuka,” katanya.
David juga menilai, hal tersebut menunjukkan produsen tidak mematuhi aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, BPOM meminta air minum dalam kemasan disimpan di tempat bersih dan sejuk, terhindari dari matahari langsung, dan jauh dari benda-benda berbau tajam,” ujarnya.
“Jadi harusnya ini semua pakai bak tertutup atau pakai truk-truk pengangkut tertutup,” imbuh David.
Terpapar Matahari Langsung
David mengungkapkan, berdasarkan investigasi, penjualan galon di tingkat agen atau distributor masih dilakukan dengan cara yang tidak aman. Ia menyebut, mayoritas galon ditempatkan di area terbuka yang terpapar sinar matahari langsung.
"Bayangkan, mulai dari distribusi hingga penjualan, galon-galon ini terus terpapar sinar matahari. Padahal, banyak riset menyatakan BPA bisa luruh karena paparan sinar matahari langsung," ungkapnya.
David pun meminta perlunya ada pengawasan pascaproduksi yang lebih ketat, terutama dalam hal distribusi dari pabrik hingga ke konsumen.
“Produksi mungkin sudah menggunakan robot dan mesin, tapi begitu naik ke kendaraan angkut, penanganannya masih sangat berisiko,” ujarnya.
David menegaskan, KKI akan mengirim surat kepada produsen untuk mengawasi sirkulasi galon mereka. Ia juga mengatakan, KKI akan berkoordinasi dengan BPOM, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), serta Kementerian Perdagangan untuk pengawasan distribusi pascaproduksi.
“Ini bukan hanya masalah produksi, tapi juga distribusi dan pengembalian galon. Seperti konsep halal from farm to fork, keamanan galon harus terjamin dari produksi hingga kembali ke produsen,” tegasnya.
BPA Bisa Luruh Menurut Penelitian
Pakar polimer dari Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid menegaskan, sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa BPA bisa meluruh dari kemasan polikarbonat yang digunakan oleh galon guna ulang karena paparan sinar matahari langsung.
"Masalahnya bertambah karena Indonesia berada di daerah tropis dengan paparan sinar matahari yang tinggi dan kondisi kemacetan yang cukup parah di jalan raya,” tegasnya.
“Jadi, di sini ada faktor panas sinar matahari dan waktu (karena macet), sehingga ada risiko luruhan dari kemasan berupa BPA,” imbuh Chalid.
Sebagai informasi, BPA sendiri merupakan senyawa kimia sintesis pembentuk plastik polikarbonat, yang digunakan oleh air minum dalam kemasan galon guna ulang.
Ratusan penelitian ilmiah yang dilakukan di sejumlah negara menyimpulkan bahwa paparan BPA berpotensi membahayakan kesehatan manusia, seperti gangguan hormon, proses tumbuh kembang anak, dan risiko kanker.
(*)
Advertisement