Kemenag Siapkan Aturan Baru, Zakat Usaha Produktif Akan Diatur Secara Terpisah dengan Mal dan Fitrah

Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) yang akan memisahkan regulasi terkait perhitungan zakat mal dan fitrah dengan pendayagunaan zakat untuk usaha produktif.

oleh Putu Merta Surya Putra Diperbarui 24 Feb 2025, 05:02 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2025, 05:02 WIB
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur. (Sumber foto: kemenag.go.id).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) yang akan memisahkan regulasi terkait perhitungan zakat mal dan fitrah dengan pendayagunaan zakat untuk usaha produktif.

Adapun hal ini dilakukan agar masing-masing aspek memiliki aturan yang lebih terstruktur dan fokus dalam penerapannya.

"Kami yakin, pendayagunaan zakat yang tepat sasaran dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur dalam keterangannya seperti dikutip dari laman Kemenag, Minggu (23/2/2025).

Nantinya, kata dia, rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang pendayagunaan zakat untuk usaha produktif akan mengatur pemanfaatan zakat guna mendukung usaha ekonomi fakir miskin, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan umat.

Selain itu, lanjut Waryono, regulasi ini mencakup mekanisme pendistribusian, persyaratan penerima, sistem pelaporan, serta peran Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dalam pengelolaan zakat.

Dia menjelaskan, penyusunan regulasi baru ini juga merupakan bagian dari strategi Kemenag dalam mengoptimalkan zakat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi, yang di mana diharapkan menjadi solusi efektif dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional dan daerah.

Acuan

Waryono menjelaskan, aturan ini mengacu pada Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang memberikan fleksibilitas dalam alokasi zakat untuk program produktif.

Namun, pemanfaatan zakat harus memenuhi empat syarat utama, yaitu kebutuhan dasar mustahik (penerima zakat) seperti pangan, sandang, dan papan telah terpenuhi, kesesuaian dengan prinsip syariat Islam, menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi fakir miskin, serta mustahik yang berdomisili di wilayah kerja BAZNAS atau LAZ.

Pendayagunaan zakat dapat diberikan kepada perorangan atau kelompok fakir miskin yang mendapatkan pendampingan dari amil zakat setempat. Program ini akan difokuskan pada tiga bidang utama; akses permodalan kewirausahaan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pemberdayaan komunitas berdasarkan potensi ekonomi lokal.

Tahapan

BAZNAS dan LAZ akan melaksanakan pendayagunaan zakat melalui tiga tahapan utama, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.

Tahap perencanaan mencakup analisis sosial, penyusunan matriks perencanaan program, serta perancangan kegiatan. Tahap pelaksanaan meliputi verifikasi usulan program dan pemberian pendampingan. Sementara itu, tahap pengendalian dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan serta implementasi program. 

"Laporan pendayagunaan zakat wajib disampaikan secara berjenjang setiap enam bulan dan akhir tahun. Data mencakup identitas mustahik, jenis usaha, jumlah dana, serta perkembangan usaha," kata Waryono.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya