7 Pernyataan Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Minyak Mentah, Oplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

oleh Devira Prastiwi Diperbarui 27 Feb 2025, 18:22 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2025, 18:15 WIB
Gedung Kejaksaan Agung
Gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Merdeka.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Salah satunya RS selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga. Hal itu seperti disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.

"Berdasarkan alat bukti tersebut, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," tutur Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin 24 Februari 2025.

Secara rinci, ketujuh tersangka adalah RS selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, dan AP selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional.

Kemudian, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

Lalu, kerugian negara dalam perkara kasus dugaan korupsi minyak mentah tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.

"Kerugian keuangan Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen," terang Abdul Qohar.

Kejagung pun menetapkan dua tersangka baru. Abdul Qohar menyampaikan, kedua tersangka adalah MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan EC selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

"Setelah dilakukan (pemeriksaan) secara maraton mulai jam 15.00 WIB sampai dengan saat ini penyidik telah menemukan bukti yang cukup kedua tersangka melakukan tindak pidana bersama-sama tujuh tersangka yang kemarin telah kami sampaikan," tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 26 Februari 2025.

Setelah pemeriksaan kesehatan, selanjutnya penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan terhadap keduanya, terhitung mulai tanggal 26 Februari 2025. Terhadap tersangka MK dan EC ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Berikut sederet pernyataan Kejagung terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dihimpun Tim News Liputan6.com:

 

1. Total Tetapkan Sembilan Tersangka

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dalam Konferensi Pers Penyitaan Uang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016.... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satunya RS selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga.

"Berdasarkan alat bukti tersebut, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin 24 Februari 2025.

Secara rinci, ketujuh tersangka adalah RS selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, dan AP selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional.

Kemudian, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

Kejagung pun menetapkan dua tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.

Abdul Qohar menyampaikan, kedua tersangka adalah MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan EC selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

"Setelah dilakukan (pemeriksaan) secara maraton mulai jam 15.00 WIB sampai dengan saat ini penyidik telah menemukan bukti yang cukup kedua tersangka melakukan tindak pidana bersama-sama tujuh tersangka yang kemarin telah kami sampaikan," tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 26 Februari 2025.

Setelah pemeriksaan kesehatan, selanjutnya penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan terhadap keduanya, terhitung mulai tanggal 26 Februari 2025. Terhadap tersangka MK dan EC ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

 

2. Sebut Kasus Korupsi Minyak Mentah Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Ditangkap dan Ditetapkan Sebagai Tersangka Suap
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar saat menyampaikan keterangan terkait penangkapan sekaligus penahanan tiga tersangka Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/10/2024) malam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.

"Kerugian keuangan Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin 24 Februari 2025.

Qohar merinci komponen kerugian negara tersebut, yakni berasal dari kerugian ekspor dalam negeri, kerugian impor melalui broker, kerugian impor melalui broker, serta kerugian dikarenakan subsidi. Saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan penghitungan hingga menuju angka pasti.

"Dan karena ini selama lima tahun 2018-2023, nanti finalnya akan kami sampaikan setelah perhitungan oleh audit BPK sudah selesai, yang pasti kami sudah gelar perkara dengan BPK, sudah kami tuangkan dalam risalah hasil ekspose sehingga di sana ditemukan kerugian keuangan negara," kata Qohar.

 

3. Geledah Rumah Riza Chalid dan Periksa Pejabat Ditjen Migas Terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah

Kejagung.
Konpers kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina. (Foto: Istimewa)... Selengkapnya

Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah 'saudagar minyak' Mohammad Riza Chalid alias Reza Chalid terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar membenarkan penggeledahan tersebut dilakukan setelah pihaknya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah di PT Pertamina.

"Kita ada geledah di rumah Muhammad Riza Chalid," ucap Qohar di Kejagung, Selasa 25 Februari 2025.

Di saat yang bersamaan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan penggeledahan dilakukan di kediaman Riza di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Gedung Plaza Asia lantai 20.

"Sekarang sedang melakukan geledah dan ini masih berlangsung karena baru mulai dari jam 12 siang tadi di mana akan memakan waktu yang lama," ucap Harli.

Selain itu, Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satunya adalah pejabat di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian ESDM.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu 26 Februari 2025.

Para saksi yang diperiksa adalah FTS selaku Manager Market Research & Data Analysist PT Kilang Pertamina Internasional, dan MIS selaku Koordinator Tata Kelola dan Pengelolaan Komoditas Kegiatan Usaha Hilir Migas pada Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Ditjen Migas Kementerian ESDM.

"Kemudian AA selaku Manager QMS PT Pertamina (Persero), dan RM selaku Tim Penyusun AMDAL PT Bumi Enggang Khatulistiwa. Keempat orang saksi tersebut diperiksa untuk tersangka RS dan kawan-kawan," kata Harli.

 

4. Ungkap Perusahaan yang Mengoplos Pertamax

Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengumumkan dua tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengukapkan perusahaan yang bertugas mengoplos Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Proses pengoplosan RON 88 dengan RON 92 dilakukan di PT Orbit Terminal Merak.

Tersangka MK selaku selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga memerintahkan EC selaku Commodity Trader di PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan pengoplosan tersebut.

"Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ," ucap Direktur Penydikan (Dirdik) Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar di Kejagung, Rabu 26 Februari 2025.

Setelah dioplos, BBM itu dipasarkan dengan harga sekelas Pertamax yang padahal tidak sesuai dengan kualitasnya.

MK juga membayar impor produk kilang tersebut dengan menggunakan penunjukkan langsung atau yang sedang berlaku pada saat itu. Alhasil menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga lebih tinggi kepada mitra usahanya.

Mereka juga terlibat dalam persetujuan mark up pengiriman minyak mentah dari luar negeri bersama dengan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

"PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai 15 persen secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa," ucap Qohar.

 

5. Pertamina Bantah Oplos Pertamax, Kejagung Tegaskan Kenyataannya Tidak Seperti Itu

Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah dan Produk Kilang Pertamina
Kejagung mengumumkan penetapan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Dua tersangka di antaranya adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan Dirut PT Pertamina Internasional Shipping. (Foto: Youtube Kejaksaan RI)... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah klaim pihak Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) yang menyebut pihaknya tidak mengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax. Sebab penyelidikan Kejagung menemukan bukti sebaliknya.

"Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau di bawahnya, ya 88, diblending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu," ungkap Diridik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, saat konferensi pers, Rabu 26 Februari 2025.

Fakta yang terungkap menunjukkan bahwa Pertamina membeli BBM RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga setara RON 92. Hal ini mengakibatkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang yang diterima. BBM jenis Pertalite kemudian dibawa ke PT Orbit Terminal Merak untuk proses blending.

"Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR dan Tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92," ucap Qohar.

Selain itu, Pertamina Patra Niaga juga dibebankan dengan pembayaran impor produk kilang melalui metode penunjukan langsung. Praktik ini diperburuk oleh adanya mark up pada pengiriman barang yang mengalir ke kantong Yoki Firmandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

"Sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai 15 persen secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa," lanjut Qohar.

 

6. Peran Dua Tersangka Baru Korupsi Minyak Mentah, Blending Premium dengan Pertamax

Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Ditangkap dan Ditetapkan Sebagai Tersangka Suap
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar (kiri) bersama Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar sesaat sebelum menyampaikan keterangan terkait penangkapan sekaligus penahanan tiga tersangka Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (23/10/2024) malam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap dua tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satu peran dari keduanya adalah melakukan blending RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax).

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, dua tersangka yakni MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan EC selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan tersangka RS selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.

"Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 premium dengan RON 92 pertamax di terminal storage PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92," tutur Harli dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).

"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga," sambungnya.

Kemudian, tersangka MK dan tersangka EC melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung waktu berjangka, sehingga diperoleh harga wajar.

"Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha atau DMUT," ucap dia.

Harli mengatakan, tersangka MK dan tersangka EC juga mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shipping pengiriman yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum.

"Dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa," Harli menandaskan.

 

7. Pertamina Impor Minyak RON 90 lalu Dioplos Jadi RON 92, Kejagung Sebut Ada Ribuan Kali

Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)... Selengkapnya

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut PT Pertamina Patra Niaga telah melakukan importasi minyak mentah RON 90 (Pertalite) dan kemudian dioplos menjadi RON 92 (Pertalite) dari 2018-2023. Selama lima tahun kegiatan impor itu telah terjadi sebanyak ribuan kali.

"Itu banyak, saya enggak bisa satu persatu, karena itu ada ribuan kali (selama lima tahun)," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers Rabu malam 26 Februari 2025.

Pertamina, kata Kejagung membeli minyak mentah jenis RON 92, namun yang datang adalah BBM jenis RON 90 yang pada akhirnya dioplos menjadi BBM jenis Pertamax. Namun demikian, Kejagung masih enggan membeberkan asal muasal minyak mentah itu diimpor dari mana.

"Nah ini banyak nanti saya sampaikan," sebutnya.

Kejagung kembali menetapkan dua tersangka baru dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan kilang minyak PT Pertamina Persero, Subcon dan KKKS tahun 2018-2023. Total ada sembilan tersangka yang terlibat dari tindak pidana korupsi itu.

Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor
Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya