Liputan6.com, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menegaskan bahwa anak buahnya tidak melakukan penggelapan, atau menyembunyikan dan menahan tanpa dasar hukum surat-surat berharga milik ahli waris Brata Ruswanda. Bahkan, saat ini kasus tersebut sudah dihentikan penyidik alias SP3.
"Tanggal 21 Januari 2025, dilaksanakan gelar di Pidum dengan hasil dihentikan. Tanggal 24 Februari 2025, di SP3. Rekomendasi untuk dihentikan berdasarkan gelar di Biro Wasidik yang dihadiri pelapor dan terlapor pada 30 September 2024," tutur Djuhandani saat dikonfirmasi, Kamis (27/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Djuhandani mengatakan, penyidik telah mengembalikan barang bukti berupa dokumen sertifikat tanah sekaligus menyerahkan pemberitahuan SP3 kepada kuasa hukum dan korbannya pada 26 Februari 2025.
Advertisement
"Dokumen yang diserahkan sebagai barang bukti dalam perkara pemalsuan dokumen, dan atau memasuki pekarangan tanpa izin sudah dikembalikan kepada kuasa hukum pelapor atas nama Poltak Silitonga," jelas dia.
Djuhandani menyatakan, penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan oleh terlapor kepada penyidik. Penyidik hanya mengikuti prosedur untuk pengembalian barang bukti tersebut.
"Penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan oleh terlapor kepada penyidik, terkait pengembalian barang bukti harus sesuai prosedur rekomendasi dari gelar perkara yang menyatakan laporan polisi tersebut di SP3. Selain itu, dalam proses SP3 juga ada pengawasan dari pimpinan secara berjenjang," ungkapnya.
Dia mengulas, rekomendasi kepada penyidik agar perkara laporan polisi Nomor: LP/1228/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri berupa penghentian penyidikan diberikan demi memberikan kepastian hukum.
Â
Polisi Akan Cek Lokasi Patok
Kemudian, terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/1229/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, akan dilakukan pendalaman dengan melakukan pengecekan lokasi patok yang beralamat di Jalan Padat karya Raya RT12/ 04, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kobar Pangkalan Bun, Palangkaraya.
"Apakah pelang/patok masuk di dalam area SHM Nomor:7293 seluas 1.117 m2 atas nama Almarhum Brata Ruswanda. Apabila tidak masuk dalam lokasi SHM tersebut, maka penyidik memberikan kepastian hukum berupa penghentian penyidikan," katanya.
Selanjutnya, terhadap barang bukti telah dilakukan dengan hasil uji Laboratorium Forensik dengan Nomor Lab: 3939/DCF/2022 tanggal 24 November 2022, hasilnya ditemukan bahwa satu lembar asli surat keterangan/bukti menurut adat nomor: Pem-3/13/KB/1973 tanggal 22 Januari 1973 yang dibuat di Kampung Baru Pangkalan Bun dan ditanda tangani oleh Kepala Kampung Baru atas nama Gusti Achmad, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.
Satu lembar asli Surat Keterangan pinjam atau pakai tanah Nomor: 138/SEK/UM-4/III/1973 tanggal 21 Maret 1973, dari Y.H Ratih B.SC selaku peminjam kepada Brata Ruswanda sebagai pemilik tanah, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.
"Satu lembar asli surat pernyataan pemilikan tanah atas nama Y.H Ratih B.SC tanggal 26 Maret 1992, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik," Djuhandani menandaskan.
Advertisement
Bareskrim Polri Kembalikan Barang Bukti yang Bikin Dirtipidum Dilaporkan ke Propam
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengembalikan barang bukti sertifikat tanah milik Brata Ruswanda, yang membuat Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dilaporkan ke Divisi Propam Polri atas dugaan penggelapan, menyembunyikan dan menahan tanpa dasar hukum surat-surat berharga.
Diketahui, barang bukti itu ditahan untuk keperluan penyelidikan dalam mengusut perkara penyerobotan lahan 10 hektare milik pelapor, selaku ahli waris Wiwik Sudarsih di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Kuasa hukum ahli waris tanah Wiwik Sudarsih, Poltak Silitonga menyampaikan, pihaknya diminta penyidik untuk mengambil sertifikat itu secara langsung.
"Ditelepon kita untuk mengambil ini (dokumen milik Brata). Diambil lah ini, kami datang hari ini untuk mengambil berkas ini semua, dokumen-dokumen ini dikembalikan yang dulu ditahan," tutur Poltak di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Menurutnya, dokumen sertifikat tanah itu sudah diberikan kliennya selama bertahun-tahun kepada penyidik. Ketika surat tanah itu akan diambil, Poltak menyebut bahwa penyidik meminta agar aduan terhadap Brigjen Djuhandhani dan anak buahnya di Divisi Propam Polri segera dicabut.
Namun begitu, dia menegaskan laporannya tidak akan dicabut. Sebab, Djuhandhani sempat mengatakan bahwa surat tanah Brata Ruswanda itu palsu.
"Bapak Brigjen Djuhandhani itu harus menarik kata-katanya yang mengatakan surat kami itu palsu. Kalau beliau tidak menarik kata-kata yang mengatakan surat kami palsu, kami akan terus memproses beliau secara hukum," jelas dia.
Dirtipidum Bareskrim Polri Bantah Gelapkan Barang Bukti
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro merespon pelaporan terhadapnya ke Divisi Propam Polri lantaran dugaan penggelapan, menyembunyikan dan menahan tanpa dasar hukum surat-surat berharga milik pelapor, yakni ahli waris Brata Ruswanda.
Djuhandani bersama tiga anak buahnya dilaporkan ke Divisi Propam Polri oleh Poltak Silitonga selaku kuasa hukum ahli waris Brata Ruswanda yang teregistrasi dalam aduan Nomor: SPSP2/000646/II/2025/BAGYANDUAN, tertanggal 10 Februari 2025.
"Kalau laporan penyidik ataupun menggelapkan itu, kan harus apa yang digelapkan? Orang semuanya sudah di Bareskrim. Semuanya sesuai aturan yang dilakukan. Kalau dilaporkan sebagai penggelapan, silakan," tutur Djuhandani kepada wartawan, Minggu (23/2/2025).
Menurut Djuhandani, ada laporan tentang pemalsuan sehingga dikirimkan alat-alat bukti atau barang bukti, berupa sertifikat. Dalam proses penyidikan, ditemukan fakta bahwa yang menjadi dasar laporan dalam kasus tersebut adalah barang yang menjadi objek, yang nyatanya palsu berdasarkan hasil labfor.
"Ada ketentuan dari KUHAP menyatakan, kalau barang itu sudah tidak dipakai proses penyidikan, tentu saja dikembalikan kepada pemilik. Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan setelah itu saat ini sedang proses. Kalau prosesnya sedang proses gelar, apakah boleh saya serahkan? Walaupun pelapor minta ya," jelas dia.
Adapun barang bukti yang diajukan pelapor, lanjut Djuhandani, adalah barang yang telah diuji lewat laboratorium forensik non-identik. Maka, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasti akan dikembalikan dengan catatan.
"Ini tentu saja kami masih proses habis gelar, sudah sepakat. Dan itu sesuai KUHAP, pasti akan kita kembalikan dengan catatan. Kami akan memberikan catatan bahwa surat ini hasil laboratorium forensik non-identik. Kami tetap menjaga jangan sampai surat ini digunakan untuk perbuatan lain. Bukan digelapkan," ungkapya.
Meski begitu, Djuhandani menganggap adanya laporan ke Divisi Propam Polri itu sebagai bahan koreksi dan evaluasi bersama jajarannya. Dia menekankan, penyidik akan profesional dalam melaksanakan proses penyidikan suatu perkara.
"Insyaallah kami selalu melalui proses secara profesional, kita gelarkan, hasil gelar kita itu yang menjadi panduan, dan saat ini sudah digelarkan, sudah selesai. Hanya masih proses pengawasan pengendalian pimpinan. Untuk langkah kita lebih lanjut. Jadi bukan digelapkan. Kasihan penyidik sudah kerja bagus dilaporkan penggelapan," Djuhandani menandaskan
Â
Advertisement
