Guru Besar Hukum UPH: Penyidikan oleh Polri dan PPNS, Penuntutan Dilakukan Jaksa

Jamin mengkritik rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kejaksaan yang berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara lembaga penegak hukum.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro Diperbarui 28 Feb 2025, 11:19 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2025, 10:00 WIB
Diskusi bertema “Dominis Litis Dalam RUU KUHAP: Penegakan Hukum atau Absolutisme Kekuasaan?” yang dilangsungkan di Jakarta Selatan pada Kamis (27/2/2025) (Istimewa)
Diskusi bertema “Dominis Litis Dalam RUU KUHAP: Penegakan Hukum atau Absolutisme Kekuasaan?” yang dilangsungkan di Jakarta Selatan pada Kamis (27/2/2025) (Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Jamin Ginting, berpandangan pemisahan kewenangan yang jelas antara penyidikan dan penuntutan dalam sistem peradilan pidana adalah hal penting. Menurut dia, penyidikan harus tetap menjadi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), sementara penuntutan merupakan domain Kejaksaan.

Jamin mengkritik rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kejaksaan yang berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara lembaga penegak hukum. Dia mencatat, berdasarkan UU No. 8/1981, ada diferensiasi fungsional yang jelas dimana Polri dan PPNS bertugas sebagai penyidik, sedangkan kejaksaan bertugas sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan.

"Jaksa tidak boleh melakukan penyidikan karena tugas utamanya adalah menuntut dan melaksanakan putusan pengadilan. Jika jaksa juga menjadi penyidik, ini akan menimbulkan konflik kepentingan," tegas Jamin.

Jamin pun mempertanyakan Pasal 6 KUHAP yang menyebutkan adanya "penyidik tertentu". Sebab tafsir kata tertentu berpotensi bias.

“Siapa sebenarnya penyidik tertentu ini? Fungsi penyidikan harus dikembalikan kepada Polri dan PPNS, bukan dipegang oleh jaksa," saran dia.

Jamin meyakini, pemberian kewenangan penyidikan kepada kejaksaan dalam revisi KUHAP berpotensi merusak sistem peradilan pidana. Sebab tidak mungkin satu lembaga bisa menjadi penyidik sekaligus penuntut umum.

“Ini tidak sesuai dengan prinsip diferensiasi fungsional," ujar Jamin.

 

Promosi 1

Kejaksaan Sebaiknya Fokus pada Penuntutan

Dia pun menyarankan agar kewenangan penyidikan untuk tindak pidana khusus (tipidsus) dan tindak pidana korupsi (tipidkor) dikembalikan kepada Polri dan PPNS, sementara kejaksaan fokus pada penuntutan.

"Kejaksaan hanya boleh membantu penyidikan jika diminta, bukan mengambil alih kewenangan tersebut," jelas dia.

Jamin menegaskan revisi KUHAP harus memastikan pemisahan kewenangan yang tegas antara penyidik (Polri dan PPNS) dan penuntut umum (kejaksaan).

"Ini penting untuk menjaga integritas dan efektivitas sistem peradilan pidana di Indonesia," dia menandasi.

Sebagai informasi, pernyataan Jamin disampaikan dalam sesi diskusi bertema “Dominis Litis Dalam RUU KUHAP: Penegakan Hukum atau Absolutisme Kekuasaan?”. Agenda diskusi tersebut dilangsungkan di Jakarta Selatan pada Kamis (27/2/2025).

Infografis Journal
Fakta Olahraga Dapat Membantu Gangguan Kesehatan Mental (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya