Liputan6.com, Jakarta - Derasnya arus informasi menjadi tantangan gen Z dan gen Alpha dalam membentuk mentalitas serta intelegensia mereka. Mengonsumsi informasi yang keliru apalagi hoaks dapat mengancam rencana jangka panjang pemerintah menuju Indonesia Emas 2045. Alih-alih menjadi generasi emas, hoaks justru akan membentuk bangsa menjadi Indonesia cemas.
"Gen Z dan Alpha harus bisa lebih semangat dan jangan cepat patah mental," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Ria, Ade Ria Nirmala.
Advertisement
Baca Juga
Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi bertajuk "Generasi Z dan Alfa di Era Digital 5.0, Mampukah Menjadi Generasi Emas?". Ade mengatakan bahwa Gen Z dan Alpha harus lebih banyak berpikir dan berkegiatan positif agar memiliki mental yang kuat.
Advertisement
Dia melanjutkan, mereka juga harus lebih kritis dan skeptis dalam menerima arus informasi yang bertebaran di dunia maya apalagi media sosial. Menurutnya, banyak informasi yang beredar perlu di cek lebih lanjut kebenarannya. Hal ini dilakukan agar generasi penerus tidak terjebak dalam informasi ambigu.
Hal senada diungkapkan Direktur Pusat dan Analisa Ekonomi Nusantara, Edo Segara Gustanto. Dia menilai bahwa saat ini gen Z dan Alfa masih rentan terpapar isu hoaks. Dia mencontohkan isu boikot produk yang diduga terafiliasi Israel menyusul agresi negara zionis tersebut ke tanah Palestina.
Beredarnya isu hoaks terlihat ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 83 terkait imbauan untuk tidak memakai produk yang diduga terkait Israel. Edo melanjutkan, tidak lama berselang setelah MUI mengeluarkan fatwa tersebut, bermunculan daftar produk yang diduga terafiliasi Israel.
Padahal, sambung dia, MUI dan pemerintah tidak pernah mengeluarkan daftar resmi perusahaan-perusahaan yang disebut-sebut terkait Israel. Menurut Edo, tidak semua orang memahami kalau ada yang menunggangi isu boikot di Indonesia.
"MUI tidak pernah merilis produk yang harus diboikot. Akan tetapi muncul tiba-tiba pada sore hari produk-produk yang harus diboikot. Siapa yang merilis?" tegas Edo.
Dekan UIN, Ade menimpali bahwa masyarakat jangan hanya ikut-ikutan terkait gerakan boikot ini mengingat banyak informasi bias berkenaan dengan daftar produk. Menurutnya, publik harus mencari informasi akurat sebelum melakukan boikot terhadap produk tertentu.
Dia meminta masyarakat melihat betul profil produsen dari setiap produk yang masuk dalam daftar. Masyarakat harus mencari tahu misal apakah pemodal, kegiatan bisnis mereka 100 persen berasal dari asing atau lokal hingga asal karyawan yang bekerja.
"Kalau misalnya produk itu mayoritas dikelola dalam negeri, apalagi memang benar-benar muslim yang mengerjakannya karyawannya juga muslim produknya juga produk muslim, kemudian juga memberikan sedekah juga kepada kita, ya janganlah diboikot karena akan mematikan usaha saudara kita sendiri di sini," katanya.
Dia mengungkapkan kalau sumber informasi produk boikot yang disebarkan melalui media sosial tidak pernah jelas. Menurutnya, daftar produk yang beredar saat itu jelas bisa ditambahkan atau dikurangi berdasarkan selera pengunggah.
Dia melanjutkan, bisa jadi ada pihak yang mengeruk keuntungan dari penyebaran daftar produk boikot yang dilakukan secara masif dan terstruktur itu. Artinya, sambung dia, gerakan boikot tersebut bisa jadi sudah ditunggai oleh kepentingan kelompok tertentu dengan tujuan memenangi persaingan usaha.
"Artinya pasti ada dorongan lain yang membuat pengunggah mengeluarkan daftar boikot secara tidak bertanggung jawab. Nah ini berbahaya. Dalam konteks persaingan bisnis ini sudah pasti tidak sehat," kata Edo.
Dosen Ade berpendapat bahwa sudah seharusnya pemerintah dan lembaga terkait lainnya mengklarifikasi dan meluruskan daftar hoaks yang sudah beredar. Dia mengatakan, cara-cara kekinian seperti menggunakan medsos dan kecerdasan buatan (AI) juga harus digunakan agar lebih masuk dan mudah dimengerti gen Z dan Alpha.
Selain itu, Edo juga meminta publik untuk lebih kritis dan hati-hati dalam melakukan boikot terhadap produk tertentu. Menurutnya, diperlukan riset mendalam untuk membuktikan keterkaitan sebuah produk atau produsen terhadap Israel.
"Kita harus bijak dalam boikot, jangan sekedar emosional dan ikut-ikutan saja. Kita harus cek betul setiap informasi yang beredar itu benar," katanya.
Â
Ancaman Ekonomi Digital
Â
Dosen Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Muhammad Rizky mengatakan bahwa penyebaran informasi hoaks berpotensi mengancam ekonomi digital. Dia melanjutkan, informasi yang beredar bakal berdampak pada preferensi publik untuk membeli produk tertentu.
Menurutnya, perkembangan ekonomi digital dapat membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga, sambung dia, pemerintah perlu membuat regulasi yang mendukung pertumbuhan sektor usaha.
"Regulasi di Indonesia seperti UU ITE, hingga UU terkait digital yang diadakan harus melindungi pelaku usaha di setiap industri," katanya.
Advertisement
