Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia terseret dalam pusaran korupsi minyak mentah di Pertamina. Sejumlah pihak menuduh bahwa Bahlil tak bisa dilepaskan dari mega korupsi tersebut karena dirinya saat ini menjabat sebagai Menteri ESDM.
Akan tetapi, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Nurul Arifin mengatakan bahwa tuduhan tersebut salah alamat. Menurutnya, Menteri Bahlil tidak memiliki keterlibatan dalam setiap keputusan yang dibuat dalam periode tersebut.
Advertisement
Baca Juga
“Narasi yang menyebut Menteri Bahlil terlibat dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan sebuah fitnah, Menteri Bahlil saja baru menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sementara skandal korupsi itu terjadi pada 2018-2023,” katanya dalam siaran pers yang diterima pada Senin (3/3/2025).
Advertisement
Nurul menjelaskan, Menteri Bahlil telah menitahkan produksi minyak mentah dalam negeri harus diolah melalui fasilitas pengolahan minyak atau kilang dalam negeri, sehingga Kementerian ESDM sudah tidak mengizinkan lagi produksi minyak diekspor ke luar negeri.
“Justru Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Menteri Bahlil tengah berbenah saat ini soal tata kelola minyak mentah melalui izin impor BBM yang dipersingkat menjadi enam bulan dari yang sebelumnya satu tahun," jelasnya.
"Tujuannya agar evaluasi bisa mudah dilakukan setiap tiga bulan,” imbuh Nurul.
Nurul pun berharap agar publik lebih cerdas dan kritis dalam menilai kasus ini sehingga tidak ada salah persepsi dalam mengawal kasus korupsi yang merugikan rakyat tersebut.
“Ini menjadi pelajaran kita bersama bahwa pihak terkait harus bertanggung jawab atas dugaan kasus korupsi ini. Ini saatnya bagi kita semua untuk berbenah terutama di lingkungan Pertamina agar bisa jauh lebih baik ke depan terkait pelayanan publik,” ujarnya.
Tuduhan Salah Alamat
Pengamat komunikasi London School of Public Relations (LSPR), Ari Junaedi menilai bahwa tidak tepat jika Menteri Bahlil menjadi objek sasaran kemarahan masyarakat, terutama warganet di media sosial soal kasus korupsi di Pertamina.
“Tuduhan atau opini publik terhadap Menteri Bahlil dalam skandal korupsi di Pertamina ini menurut saya salah alamat. Buktinya apa? kita lihat saja periode jabatan Bahlil sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara korupsi terjadi pada 2018-2023,” ujarnya.
Ari yang juga Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama ini menilai ada muatan politis dalam narasi keterlibatan Menteri Bahlil dalam dugaan korupsi Pertamina, mengingat Bahlil sebagai Menteri ESDM juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
“Isu reshuffle, isu korupsi di Pertamina, ini kental sekali dengan muatan politik di belakangnya yang ingin menggoyang kepemimpinan Pak Bahlil sebagai pucuk pimpinan Golkar," ujarnya.
"Publik harus lebih pintar-pintar lagi dalam menyaring informasi karena sekali lagi saya ingatkan, tidak ada musim politik. Politik itu dinamis dan bisa menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan,” jelas Ari.
(*)
Advertisement
