Liputan6.com, Jakarta - Hubungan China dan Amerika Serikat (AS) nampak memburuk di periode kedua masa jabatan Presiden AS Donald Trump. Awal 2025 ini, tercatat Trump telah mengeluarkan banyak kebijakan yang nampaknya memantik retaknya hubungan dagang kedua negara.
China menjadi salah satu dari sekian negara-negara lainnya yang pada 2025 ini telah dikenakan tarif impor tambahan mencapai 20 persen oleh Trump. Isu tak terbendungnya fentanil yang masuk dari China ke AS jadi salah satu alasan Trump mengenakan tarif tambahan.
Advertisement
Baca Juga
Merespons kebijakan Trump tersebut, pemerintah China gerah karena menilai AS hanya mencari-cari alasan dengan menggunakan isu fentanil. Bahkan, pada 4 Maret 2025 melalui Kantor Informasi Dewan Negara China telah dirilis buku putih berjudul 'Mengendalikan Zat terkait Fentanil-Kontribusi Tiongkok'.
Advertisement
Seorang juru bicara Badan Pengawas Produk Medis Nasional dan seorang pejabat senior China lain yang tak ingin disebutkan namanya ini memberikan keterangan mengenai buku putih, isu fentanil, hingga perang dagang dengan AS.
Ia menyatakan, buku putih soal fentanil dikeluarkan pemerintah China guna memperjelas bagaimana zat terkait fentanil diatur pengendaliannya.
Adapun buku putih itu terbagi menjadi tujuh bagian, meliputi definisi zat terkait fentanil berdasarkan ilmu pengetahuan, penggunaan fentanil secara rasional dan pengendaliannya yang ketat, menindak tegas kejahatan terkait fentanil sesuai dengan hukum, hingga pengendalian ketat terhadap prekursor zat terkait fentanil.
"Sejak menerapkan pengendalian penuh atas zat terkait fentanil, China belum mendeteksi kasus penyelundupan atau penjualan zat terkait fentanil ke luar negeri," kata dia dalam briefing yang digelar di Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat China atau MOFA, Rabu 12 Maret 2025.
Lebih lanjut, ia mengeklaim sejak China mengatur zat terkait fentanil pada 2019, belum terdeteksi kasus penyelundupan atau penjualan zat terkait fentanil dari China ke luar negeri, termasuk ke AS.
China, lanjutnya juga telah membangun jaringan laboratorium narkotika nasional dan jaringan pemantauan air limbah untuk melakukan pemantauan, analisis, dan penilaian penggunaan narkoba secara menyeluruh khususnya zat terkait fentanil.
"China dengan tegas menjunjung tinggi sistem pengendalian obat internasional yang ada, berpartisipasi penuh dalam urusan pengendalian obat internasional, dan memberikan solusi untuk tata kelola obat global," ujarnya.
China Sebut Sudah Perkuat Kerjasama Pengendalian Obat-obatan
Seorang pejabat lainnya menyampaikan, melalui 'Buku Putih' juga dipaparkan bagaimana China dengan jelas telah memperkuat kerja sama dalam hal pengendalian obat-obatan internasional melalui dialog dan pertukaran praktis, investigasi, bertukar pengalaman, serta menawarkan kerja sama yang saling menguntungkan.
"Ini juga menunjukkan bahwa dalam urusan pengendalian zat-zat terkait fentanil, kami serius tentang hal itu," ucap dia.
Menurut pejabat itu, China selama ini telah membantu AS dalam mengambil langkah-langkah efektif menangani masalah fentanil. Hal ini disebut dilakukan atas dasar kepedulian kemanusiaan dan hubungan persahabatan.
"Banyak kemajuan nyata yang telah dicapai oleh kerja sama ini. Pada 2024, kematian yang disebabkan oleh overdosis obat di AS menurun sekitar 20 persen," ungkap dia.
Advertisement
China Sebut Krisis Fentanil Berasal dari Internal AS
Sekali lagi, China menampik pernyataan Trump soal fentanil. China meyakini, krisis fentanil di AS berasal dari masalah internal AS sendiri.
"AS pada dasarnya memiliki permintaan yang sangat tinggi untuk zat-zat terkait fentanil. Dalam masalah fentanil, China telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk Amerika Serikat.
"Kami telah melakukan banyak pekerjaan dan melakukannya dengan sangat baik, dan AS seharusnya mengucapkan terima kasih yang besar kepada kami. Namun sayangnya, atas semua tindakan kerja sama dan langkah-langkah yang telah diambil China, Amerika Serikat tidak menghargai kebaikan (China)," lanjutnya.
Cara Trump menggunakan isu fentanil dianggap sebagai kebohongan dan telah mencemarkan nama baik China. Trump disebut melempar permasalahan negara yang tak dapat diselesaikan secara internal dan mengabaikan kerja sama kontra-narkotika dengan China.
Padahal, China menegaskan bersedia terlibat kerja sama praktis dengan AS dalam mengatasi masalah fentanil dengan syarat kesetaraan dan saling menghormati. Namun, kenaikan tarif impor yang dijatuhkan Trump gegara isu fentanif cukup melukai China.
"China dengan tegas menolak tekanan, ancaman, dan pemerasan dari pihak AS yang menggunakan industri fentanil sebagai alasan. Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah fentanil secepat mungkin, China dan AS tentu dapat menjalin kerja sama yang lebih baik," ujarnya.
Alasan Trump Terapkan Tarif Baru Terhadap Tiga Mitra Dagang Terbesar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, alasan utama penerapan tarif baru terhadap tiga mitra dagang terbesar Amerika Serikat karena keadaan darurat nasional akibat fentanil yang masuk melintasi perbatasan negara.
Trump pun merasa Kanada, Tiongkok, dan Meksiko harus bertanggung jawab atas penyebaran obat-obatan terlarang di AS. Oleh sebab itu, barang-barang asal Meksiko dan Kanada dikenakan tarif 25 persen dan mulai berlaku pada 4 Maret 2025.
Hal ini bersamaan dengan tambahan tarif 10 persen untuk impor barang asal China karena masih beredarnya fentanil di AS.
Dengan begitu, total tarif yang dikenakan ke barang-barang asal China menjadi 20 persen setelah pada awal Februari lalu, Donald Trump juga mengenakan tarif impor 10 persen untuk barang asal China.
Advertisement
