5 Fakta Terkait RUU TNI yang Ancam Kembalinya Dwifungsi ABRI

Pembahasan RUU TNI ini bertujuan meningkatkan pertahanan negara dan profesionalisme TNI, namun menimbulkan kontroversi karena beberapa poinnya, seperti penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.

oleh Elza Puti Pramata Diperbarui 17 Mar 2025, 12:46 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2025, 12:46 WIB
Ilustrasi TNI
Ilustrasi TNI (Foto: setkab.go.id)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menuai prokontra. RUU TNI dibahas DPR RI dan pemerintah untuk merevisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pembahasan ini bertujuan meningkatkan pertahanan negara dan profesionalisme TNI, namun menimbulkan kontroversi karena beberapa poinnya, seperti penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. 

Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menjelaskan tiga klaster utama yang dibahas: kedudukan Kementerian Pertahanan dan TNI, perluasan penempatan prajurit aktif di instansi sipil, dan penyesuaian usia pensiun. 

Utut menekankan bahwa pembahasan dilakukan secara detail, pasal demi pasal. Meskipun Menteri Pertahanan berharap RUU ini disahkan pada masa sidang tersebut, Utut menyatakan bahwa pengesahan menunggu kesiapan pemerintah.

Salah satu fokus utama revisi RUU TNI adalah peningkatan kesejahteraan prajurit. Dengan jumlah personel sekitar 485.000 orang, pembiayaan TNI menjadi pertimbangan penting. 

Revisi ini mengalokasikan lebih banyak pasal untuk membahas kesejahteraan prajurit, menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Peningkatan kesejahteraan ini diharapkan dapat meningkatkan moral dan profesionalisme prajurit. Namun, detail mengenai mekanisme peningkatan kesejahteraan dan sumber pendanaannya masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan efektivitas dan transparansi.

Hal ini juga perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat agar anggaran tersebut digunakan secara efektif dan efisien, mencegah potensi penyimpangan.

 

 

Promosi 1

Pembahasan dan Rapat RUU TNI Secara Tertutup di Hotel Bintang Lima

Aktivis dari Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menggeruduk Hotel Fairmont Jakarta yang menjadi tempat rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Aktivis yang berasal dari organisasi seperti KontraS ini menolak pembahasan RUU TNI yang mereka anggap tertutup.

RUU TNI juga dinilai berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI, di mana militer dapat menduduki jabatan sipil. Aksi ini berlangsung dengan teriakan penolakan dan sempat terjadi insiden fisik antara aktivis dan petugas keamanan hotel.

Mengutip dari kanal News, Liputan6.com, Sabtu, 15 Maret 2025, Rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont sudah dimulai sejak Jumat, 14 Maret 2025, dan direncanakan berlangsung hingga Sabtu malam. Meskipun pemilihan lokasi ini telah sesuai dengan tata tertib DPR RI, banyak pihak yang mempertanyakan efisiensi biaya di tengah upaya penghematan anggaran.

Sekretariat Jenderal DPR RI memilih hotel ini karena dianggap memenuhi standar biaya masukan (SBM) dan memberikan kenyamanan bagi anggota dewan. Namun, kritik terhadap pemilihan lokasi ini tetap muncul, terutama dari aktivis yang merasa bahwa rapat seharusnya dilakukan di gedung DPR untuk transparansi.

Kejadian di Hotel Fairmont telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, yang kini sedang menyelidiki insiden tersebut. Beberapa anggota DPR pun mengimbau agar penyampaian pendapat dilakukan dengan cara yang lebih damai. 

 

Penempatan Prajurit di Jabatan Sipil

Salah satu poin utama dalam revisi UU TNI adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif. Berdasarkan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, hanya ada 10 institusi yang dapat diisi oleh personel militer aktif. Namun, pemerintah mengusulkan lima tambahan baru, yaitu:

  • Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  • Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  • Kejaksaan Agung

Hasil pembahasan Panitia Kerja (Panja) DPR menambah satu institusi lagi, yaitu Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Dengan demikian, total ada 16 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif TNI.

Namun, bagi prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan di luar daftar 16 institusi tersebut, aturan menyatakan bahwa mereka harus mengundurkan diri dari dinas aktif.

 

Ancaman Adanya Dwifungsi ABRI

Pasal 47 menjadi salah satu bagian yang disoroti dalam revisi ini. Sebelumnya, UU TNI menyatakan bahwa prajurit aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri. Namun, RUU yang baru memperbolehkan mereka untuk tetap aktif dalam dinas militer sambil menjalankan peran sipil.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai kebijakan ini bisa menciptakan loyalitas ganda. Amnesty International Indonesia menyebut perubahan ini sebagai bentuk baru dari dwifungsi ABRI, di mana militer bisa kembali masuk ke ranah pemerintahan dan hukum.

Selain itu, RUU juga memungkinkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan strategis di lembaga politik dan keamanan negara. Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menegaskan bahwa hal ini bisa melemahkan profesionalisme militer dan mengganggu supremasi sipil dalam pemerintahan.

Perluasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

RUU TNI berencana menambah jenis OMSP yang dapat dilakukan TNI dari 14 menjadi 17 jenis. Dua penambahan yang diusulkan adalah operasi siber dan penanganan masalah narkoba. Pelaksanaan operasi tambahan ini akan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.

Penambahan jenis OMSP ini perlu dikaji secara cermat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku. Peraturan Presiden yang mengatur pelaksanaan OMSP harus dibuat secara detail dan transparan untuk mencegah potensi konflik.

Perlu adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan operasi-operasi tersebut berjalan sesuai aturan dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Penyesuaian Usia Pensiun TNI

RUU TNI juga akan menyesuaikan batas usia pensiun prajurit, mempertimbangkan peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Selain itu, RUU ini juga mencakup ketentuan umum, jati diri TNI, kedudukan, peran, fungsi, tugas, postur organisasi, pengerahan, dan penggunaan kekuatan TNI.

Penyesuaian usia pensiun perlu mempertimbangkan aspek produktivitas dan kesehatan prajurit. Aspek-aspek lain yang diatur dalam RUU ini juga perlu dikaji secara komprehensif untuk memastikan keselarasan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara.

Transparansi dan partisipasi publik dalam pembahasan RUU ini sangat penting untuk memastikan revisi tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan profesionalisme TNI.

RUU TNI bertujuan meningkatkan kemampuan dan profesionalisme TNI. Namun, perubahan yang diusulkan, khususnya terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, memicu perdebatan dan kekhawatiran. Penting untuk memantau perkembangan pembahasan RUU ini dan memastikan revisi sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

 

 

Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya