Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Andreas Hugo Pareira mengkritik sikap Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang menanggapi teror kepala babi ke kantor media Tempo dengan mengatakan 'dimasak saja'.
Andreas menilai pernyataan Hasan Nasbi mencerminkan sikap yang miskin etika dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara.
"Respons jubir Istana yang menyuruh agar kepala babi tersebut dimasak adalah arogan yang berbau penghinaan terhadap media. Tidak pantas seorang jubir yang merepresentasikan suara Istana berkata demikian," kata Andreas dalam keterangan resmi, Selasa (25/3/2025).
Advertisement
Selain menghina wartawan dan media, menurut Andreas, pernyataan Hasan Nasbi nirempati dan tak menghormati hak asasi manusia (HAM).
"Konstitusi kita mengatur negara menjamin hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap warganya. Layak di sini artinya termasuk dari sisi kenyamanan dan keamanan. Dan jaminan atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia," tuturnya.
Andreas menegaskan, teror pengiriman paket kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica tidak bisa dilihat sebagai kasus biasa, apalagi sebagai lucu-lucuan.
"Tindakan ini bisa disebut sebagai bentuk teror yang bertujuan untuk membungkam media massa," tegas Andreas.
Oleh karena itu, dia mengecam pernyataan Hasan Nasbi. Menurut Andreas, ancaman terhadap jurnalis dan media massa seharusnya ditanggapi dengan serius, bukannya dengan guyonan tidak bermutu.
"Pemerintah seharusnya mengambil sikap serius terhadap upaya intimidasi terhadap pers, bukan justru meremehkan insiden ini," ucap Andreas.
"Pernyataan yang dianggap bercanda atau meremehkan dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi kebebasan pers," sambung Andreas.
Baca juga Wartawan Tempo Diteror Kepala Babi, Kepala PCO Hasan Nasbi: Dimasak Saja
Komitmen Pemerintah Prabowo Terhadap Kebebasan Pers Dipertanyakan
Diketahui, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.
Pers juga bisa dikatakan sebagai pilar keempat demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam UU No 40 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Teror terhadap media seperti ini bisa dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Jika pemerintahan Prabowo Subianto melalui pejabatnya tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam melindungi pers, kata Andreas, maka hal tersebut dapat memperburuk kondisi demokrasi dan independensi jurnalis.
"Pernyataan seorang pejabat yang meremehkan ancaman terhadap media dapat mencoreng citra pemerintah. Apa yang disampaikan Hasan Nasbi mencerminkan sikap yang miskin etika dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara," ucap Andreas Hugo Pereira.
"Pernyataan yang bersangkutan membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjamin keamanan dan kebebasan berekspresi. Dan saya rasa sebaiknya Hasan Nasbi meminta maaf atas pernyataannya yang tak hanya meremehkan kinerja jurnalis, tapi juga tak sensitif HAM," tambah Andreas.
Andreas pun menegaskan penting agar pihak berwajib mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo yang dikenal sebagai media kritis itu.
"Tanpa respons yang tegas, masyarakat bisa semakin skeptis terhadap komitmen Pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi jurnalis," ujarnya.
"Respons dan ketegasan dari negara juga penting. Karena jika aparat dan pemerintah mengabaikannya, publik justru akan bertanya-tanya ada isu apa di balik teror kepada media ini," kata Andreas.
Baca juga Dewan Pers Kecam Teror Kepala Babi Terhadap Jurnalis Tempo
Advertisement
Mengecam Hasan Nasbi Soal Teror Kepala Babi
Koalisi Masyarakat Sipil mengecam respons Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, terkait aksi terror kepala babi yang diterima wartawan Tempo Fransisca Christy Rosana alias Cica.
Pernyataan Hasan Nasbi yang seolah menyuruh "memasak kepala babi" yang tergeletak di kantor Tempo, selain tidak berempati, juga melanggar prinsip kebebasan pers.
"Pernyataan tersebut cenderung merendahkan, tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden," tegas Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai elemen di antaranya, Centra Initiative, Imparsial, PBHI, ELSAM, Walhi, HRWG, DeJuRe, Setara Institute, Sabtu (22/3/2025).
"Untuk itu kami mengingatkan kepada Presiden bahwa pernyataan ini sama sekali tidak seharusnya didiamkan, karena mengandung unsur kebencian terhadap kelompok jurnalis atau media yang kritis," tegasnya.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Hasan Nasbi menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah, yang diwakili Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, terhadap demokrasi dan kebebasan sipil. Bukannya menyampaikan, setidaknya sikap keperihatinan terhadap teror tersebut, justru seakan mendukung tindakan teror tersebut.
"Kami mendesak kepada Presiden untuk meninjau kembali posisi Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Dengan sikap tersebut di atas, nampak ia tidak cukup patut secara etika untuk menyampaikan pesan kepresidenan kepada masyarakat," katanya.
Hasan Nasbi Harus Berhenti Mewakili Pemerintah
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti juga turut mengecam respons Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi terkait insiden wartawan Tempo dikirimi paket berisi kepala babi.
Susi Pudjiastuti menilai respons macam itu tak patut dilontarkan seseorang yang mewakili Pemerintah dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto. Susi Pudjiastuti mengekspresikan kekesalan terhadap Hasan Nasbi lewat akun Twitter terverifikasi, Sabtu (22/3/2025). Menurutnya, Hasan Nasbi mestinya berhenti dari tugas mewakili Presiden Prabowo.
"Ignorance! Dia harus berhenti mewakili pemerintah bicara di muka publik. Pak @prabowo," cuit Susi Pudjiastuti seraya menyematkan emotikon tangan menjura. Tergambar jelas, kegeramannya.
Kepala PCO Hasan Nasbi Klarifikasi
Usai pernyataannya banyak mendapat kecaman, Hasan Nasbi coba mengklarifikasi. Hasan mengklaim tidak bermakud melecehkan wartawan dan media massa.
"Respons yang benar itu adalah respons seperti si Fransisca itu dengan mengecilkan si peneror," kata Hasan Nasbi kepada wartawan, Sabtu (22/3/2025).
"Saya itu kemarin hanya menyempurnakan responsnya Cica, itu saja," sambungnya.
Menurutnya, suatu teror biasanya bertujuan untuk menakut-nakuti. Respons santai seperti pernyataan atau cuitan Cica di akun X-nya, dinilai cara paling efektif untuk menghadapi ancaman. Sebab, dengan begitu maka pelaku atau peneror akan kehilangan tujuannya.
"Kalau sudah dikecilkan kayak gitu, sekalian saja dikecilkan si penerornya dengan cara dimasak, ya kan? Dan si Cica itu makan babi kan? Jadi bukan pelecehan itu. Coba lihat X-nya si Cica, menurut saya, itu respons yang benar kayak gitu, jadi saya meneruskan itu," ujar Hasan.
Dia menilai, suatu ancaman jangan terlalu dibesar-besarkan, karena sikap itu justru membuat peneror merasa tujuannya tercapai.
Di sisi lain, Hasan Nasbi mengaku heran dengan respons publik yang menyudutkannya. Padahal dia hanya bermaksud untuk menjatuhkan peneror.
"Jadi saya bingung kenapa marah-marah, tetapi kirim sajalah, namanya orang kan. Jadi jangan sampai kita justru ikut membesar-besarkan ketakutan, karena itu targetnya si peneror. Kita harus mengecilkan dia," ucap Nasbi.
Prabowo Jamin Kebebasan Pers
Perihal teror terhadap Tempo dinilai sebagai ancaman terhadap kebebasan pers, Hasan menjamin bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sangat menjamin kebebasan.
Dia mengatakan, pemerintah tidak pernah melarang jurnalis menulis atau membuat produk-produk jurnalistik. Pemerintah juga tidak memperkarakan muatan informasi suatu produk berita.
Menurutnya, sangat tidak mendasar apabila ada yang menuding bahwa teror kepala babi terhadap Tempo dianggap sebagai cara pemerintah untuk mengekang kebebasan pers.
"Bagi pemerintah, itu sudah bukti nyata, jadi bukan teori lagi, gitu lho. Jadi tuduhan-tuduhan semacam itu enggak masuk akal. Tuduhan mengekang kebebasan pers itu enggak masuk akal, buktinya semua orang boleh ngomong kok," tegas Hasan.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
