Bergabungnya adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga merupakan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) yakni Jenderal TNI Purn Pramono Edhie Wibowo ke dalam Partai Demokrat menimbulkan tanda tanya besar, terkait munculnya wacana pencapresannya dari Partai Demokrat melalui konvensi untuk pemilu 2014 mendatang.
Namun menurut peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris, justru bergabungnya Pramono Edhie ke dalam Partai Demokrat diduga untuk menggantikan posisi SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk kongres mendatang dan bukan disiapkan mengikuti konvensi capres Partai Demokrat.
"Bergabungnya Pramono Edhie ke dalam Partai Demokrat bisa jadi Pak SBY dan keluarga Cikeas punya agenda lain untuk menggantikan posisi Pak SBY sebagai ketua umum dan pengamanan keluarga SBY di Partai Demokrat pasca 2014," kata Syamsuddin Haris saat ditemui di Kantor LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (1/7/2013).
Lantaran, menurut Syamsuddin, jika SBY yang juga merupakan Presiden Indonesia ke-6 ini menyiapkan atau mendukung secara terbuka Pramono Edhie sebagai calon presiden dari Partai Demokrat maka hal tersebut justru akan membuat elektabilitas partai berlambang mercy itu tidak akan meningkat. Ia menilai, image negatif masyarakat kepada Partai Demokrat justru akan muncul.
"Kalo eksplisit beliau (SBY) menyatakan demikian, maka akan menjadi sentimen negatif dan bukan positif. Artinya tingkat elektabilitasnya menjadi stagnan bahkan turun, karena terkesan tingkat nepotisme semakin tinggi," tuturnya.
Konvensi Setengah Hati
Syamsuddin juga menjelaskan, ide dan gagasan konvensi yang digadang-gadang oleh Partai Demokrat untuk memunculkan capres alternatif kepada masyarakat untuk Pilpres 2014 justru terkesan setengah hati.
Lantaran, lanjut Syamsuddin, didalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat telah menyiratkan capres yang akan didukung oleh Partai Demokrat ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Karena itu, bila partai pimpinan SBY ini ingin menjadikan konvensi sebagai arena pemilihan dan dukungan kepada calon presiden alternatif, maka Partai Demokrat harus mengubah AD/ART-nya terlebih dahulu.
"Konvensi itu setengah hati dan nggak niat, karena kalau mau, AD/ARTnya harus diubah dulu, karena di dalam AD/ART Partai Demokrat disebutkan capres Demokrat ditentukan oleh Majelis Tinggi," tutup Syamsuddin. (Tnt/Sss)
Namun menurut peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris, justru bergabungnya Pramono Edhie ke dalam Partai Demokrat diduga untuk menggantikan posisi SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk kongres mendatang dan bukan disiapkan mengikuti konvensi capres Partai Demokrat.
"Bergabungnya Pramono Edhie ke dalam Partai Demokrat bisa jadi Pak SBY dan keluarga Cikeas punya agenda lain untuk menggantikan posisi Pak SBY sebagai ketua umum dan pengamanan keluarga SBY di Partai Demokrat pasca 2014," kata Syamsuddin Haris saat ditemui di Kantor LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (1/7/2013).
Lantaran, menurut Syamsuddin, jika SBY yang juga merupakan Presiden Indonesia ke-6 ini menyiapkan atau mendukung secara terbuka Pramono Edhie sebagai calon presiden dari Partai Demokrat maka hal tersebut justru akan membuat elektabilitas partai berlambang mercy itu tidak akan meningkat. Ia menilai, image negatif masyarakat kepada Partai Demokrat justru akan muncul.
"Kalo eksplisit beliau (SBY) menyatakan demikian, maka akan menjadi sentimen negatif dan bukan positif. Artinya tingkat elektabilitasnya menjadi stagnan bahkan turun, karena terkesan tingkat nepotisme semakin tinggi," tuturnya.
Konvensi Setengah Hati
Syamsuddin juga menjelaskan, ide dan gagasan konvensi yang digadang-gadang oleh Partai Demokrat untuk memunculkan capres alternatif kepada masyarakat untuk Pilpres 2014 justru terkesan setengah hati.
Lantaran, lanjut Syamsuddin, didalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat telah menyiratkan capres yang akan didukung oleh Partai Demokrat ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Karena itu, bila partai pimpinan SBY ini ingin menjadikan konvensi sebagai arena pemilihan dan dukungan kepada calon presiden alternatif, maka Partai Demokrat harus mengubah AD/ART-nya terlebih dahulu.
"Konvensi itu setengah hati dan nggak niat, karena kalau mau, AD/ARTnya harus diubah dulu, karena di dalam AD/ART Partai Demokrat disebutkan capres Demokrat ditentukan oleh Majelis Tinggi," tutup Syamsuddin. (Tnt/Sss)