Notaris kepercayaan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Erick Maliangkay mengaku telah memalsukan akta jual beli Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terletak di Kapuk Muara, Jakarta Utara dan Jalan Raya Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Erick yang menjadi saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait korupsi pengadaan alat Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri itu, juga mengaku diperintahkan oleh Djoko Susilo yang kini menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
"Pembelian SPBU Kapuk Muara harganya Rp 11,5 miliar. Tapi di AJB (akte jual beli) cuma Rp 5,34 miliar. Kalau SPBU di Ciawi itu harganya Rp 10 miliar. Tapi di AJB dibuat Rp 1,89 miliar," kata Erick di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/7/2013).
Ia menambahkan SPBU yang dibeli Djoko dari Nurul Aini Soekirno itu selama ini dikelola oleh mertua Djoko Susilo, Djoko Waskito. "Kalau SPBU di Ciawi itu dibeli (Djoko Susilo) dari Zeppy Sutjipto dan Zefry Sutjipto," kata Erick.
Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemalsuan akte jual beli SPBU, lahan, dan rumah Djoko Susilo sebagai upaya itu untuk menyamarkan asal usul harta kekayaannya diduga dari hasil korupsi.
Selain Djoko Susilo, sejumlah politisi Senayan diduga juga ikut terlibat. Saksi Wasis Tripambudi mengakui pernah mengantarkan AKBP Teddy Rusmawan ke Plaza Senayan dan membawa 4 kardus. Operator komputer di Korlantas Mabes Polri itu pun kaget ternyata 4 kardus tersebut berisi uang dan diserahkan ke sejumlah politisi Senayan.
Pernyataan Wasis ini memperkuat kesaksian AKBP Teddy Rusmawan dalam sidang serupa beberapa waktu lalu. Kata Teddy, uang itu diberikan untuk jatah anggota DPR, Muhammad Nazaruddin Cs. Dalam pertemuan itu, hadir pula beberapa anggota DPR, antara lain Aziz Syamsuddin (Partai Golkar), Herman Heri (PDIP), dan Bambang Soesatyo (Partai Golkar). Uang untuk memuluskan anggaran pendidikan Polri senilai Rp 600 miliar.
Keempat politisi tersebut sejauh ini juga pernah diperiksa KPK. Namun, semuanya kompak membantah pernyataan Teddy Rusmawan di persidangan. (Adi/Ism)
Erick yang menjadi saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait korupsi pengadaan alat Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri itu, juga mengaku diperintahkan oleh Djoko Susilo yang kini menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
"Pembelian SPBU Kapuk Muara harganya Rp 11,5 miliar. Tapi di AJB (akte jual beli) cuma Rp 5,34 miliar. Kalau SPBU di Ciawi itu harganya Rp 10 miliar. Tapi di AJB dibuat Rp 1,89 miliar," kata Erick di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/7/2013).
Ia menambahkan SPBU yang dibeli Djoko dari Nurul Aini Soekirno itu selama ini dikelola oleh mertua Djoko Susilo, Djoko Waskito. "Kalau SPBU di Ciawi itu dibeli (Djoko Susilo) dari Zeppy Sutjipto dan Zefry Sutjipto," kata Erick.
Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemalsuan akte jual beli SPBU, lahan, dan rumah Djoko Susilo sebagai upaya itu untuk menyamarkan asal usul harta kekayaannya diduga dari hasil korupsi.
Selain Djoko Susilo, sejumlah politisi Senayan diduga juga ikut terlibat. Saksi Wasis Tripambudi mengakui pernah mengantarkan AKBP Teddy Rusmawan ke Plaza Senayan dan membawa 4 kardus. Operator komputer di Korlantas Mabes Polri itu pun kaget ternyata 4 kardus tersebut berisi uang dan diserahkan ke sejumlah politisi Senayan.
Pernyataan Wasis ini memperkuat kesaksian AKBP Teddy Rusmawan dalam sidang serupa beberapa waktu lalu. Kata Teddy, uang itu diberikan untuk jatah anggota DPR, Muhammad Nazaruddin Cs. Dalam pertemuan itu, hadir pula beberapa anggota DPR, antara lain Aziz Syamsuddin (Partai Golkar), Herman Heri (PDIP), dan Bambang Soesatyo (Partai Golkar). Uang untuk memuluskan anggaran pendidikan Polri senilai Rp 600 miliar.
Keempat politisi tersebut sejauh ini juga pernah diperiksa KPK. Namun, semuanya kompak membantah pernyataan Teddy Rusmawan di persidangan. (Adi/Ism)