Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mengusut uang US$ 100 yang ditemukan jaksa penuntut umum di sebuah buku profil Direktorat lalulintas milik terdakwa korupsi Irjen Djoko Susilo.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto lembaganya akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung untuk meminta konfirmasi pada majelis hakim yang memimpin sidang tersebut.
"Karena tindakan tersebut bukan sekadar Contempt of Court atau pencemaran pada Jaksa KPK saja. Tapi hal ini juga melecehkan para pencari keadilan dan upaya pemberantasan korupsi," ujar Bambang melalui pesan singkatnya, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Menurut Bambang, selain melecehkan jaksa, kasus yang pertama kali terjadi dalam sejarah peradilan di Indonesia tersebut tidak dapat dianggap remeh.
"Dimana dalam proses pembacaan pledoi di pengadilan, ada uang US$ 100 dalam salah satu bagian dari Nota Pembelaan. Kasus di atas bukan soal sederhana dan tidak boleh disederhanakan," tegas dia.
Pada sidang lanjutan perkara korupsi simulator SIM dengan terdakwa Irjen Djoko yang digelar Selasa 27 Agustus, terjadi ketegangan antara jaksa dan hakim. Jaksa pada KPK menyetop jalannya persidangan karena menemukan selembar US$ 100 di buku profil Irjen Djoko.
Jaksa pun kemudian mempermasalkan penemuan uang tersebut. "Sebelum dilanjutkan, dalam buku yang tadi dilampirkan ternyata ada selembar uang US$ 100. Saya nggak ngerti, dollar AS apa ini. Ini terselip di dalam," kata Jaksa KMS Abdul Roni.
Mendengar keterangan jaksa, salah seorang tim penasihat hukum, Tommy Sihotang mengaku tidak tahu dengan penemuan uang itu. "Kami nggak ngerti makna US$ 100 itu. Dan saya tegaskan nggak ada tadi itu. Bukan berarti kami menuduh jaksa" jelas Tommy.
Lantas, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo menanyakan hal tersebut kepada terdakwa Djoko Susilo. "Karena barang itu berasal dari saudara (Djoko Susilo). Yang bapak mau sampaikan apa berikan buku ini," kata Suhartoyo.
Djoko pun mengaku, buku tersebut hanya sebagai lampiran nota pembelaan pribadinya. "Lampiran itu adala profil," singkat dia. Djoko pun menampik, sengaja memberikan uang tersebut. "Saya yakini tidak ada kesengajaan, majelis," sambung Djoko.
Hakim Ketua Suhartoyo kemudian memerintahkan jaksa mengembalikan buku profil berikut uang US$ 100 itu. Suhartoyo juga menegur Djoko yang dianggapnya lalai soal uang yang terselip itu.
"Nanti jadi kontraprduktif dengan keinginan terdakwa menyampaikan sisi kebaikannya untuk meringankan. Jadi kontraproduktif ditemukan hal-hal seperti itu," ujar Suhartoyo.
Akhirnya, jaksa mengembalikan buku profil dan uang itu kepada tim penasehat hukum Djoko.
"Kenapa bapak tidak kontrol dulu? Meskipun ini kami kembalikan, kami sudah mengerti pesan yang mau disampaikan terdakwa dengan melampirkan profil selama jadi Kakorlantas," lanjut Suhartoyo. (Ary/Ism)
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto lembaganya akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung untuk meminta konfirmasi pada majelis hakim yang memimpin sidang tersebut.
"Karena tindakan tersebut bukan sekadar Contempt of Court atau pencemaran pada Jaksa KPK saja. Tapi hal ini juga melecehkan para pencari keadilan dan upaya pemberantasan korupsi," ujar Bambang melalui pesan singkatnya, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Menurut Bambang, selain melecehkan jaksa, kasus yang pertama kali terjadi dalam sejarah peradilan di Indonesia tersebut tidak dapat dianggap remeh.
"Dimana dalam proses pembacaan pledoi di pengadilan, ada uang US$ 100 dalam salah satu bagian dari Nota Pembelaan. Kasus di atas bukan soal sederhana dan tidak boleh disederhanakan," tegas dia.
Pada sidang lanjutan perkara korupsi simulator SIM dengan terdakwa Irjen Djoko yang digelar Selasa 27 Agustus, terjadi ketegangan antara jaksa dan hakim. Jaksa pada KPK menyetop jalannya persidangan karena menemukan selembar US$ 100 di buku profil Irjen Djoko.
Jaksa pun kemudian mempermasalkan penemuan uang tersebut. "Sebelum dilanjutkan, dalam buku yang tadi dilampirkan ternyata ada selembar uang US$ 100. Saya nggak ngerti, dollar AS apa ini. Ini terselip di dalam," kata Jaksa KMS Abdul Roni.
Mendengar keterangan jaksa, salah seorang tim penasihat hukum, Tommy Sihotang mengaku tidak tahu dengan penemuan uang itu. "Kami nggak ngerti makna US$ 100 itu. Dan saya tegaskan nggak ada tadi itu. Bukan berarti kami menuduh jaksa" jelas Tommy.
Lantas, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo menanyakan hal tersebut kepada terdakwa Djoko Susilo. "Karena barang itu berasal dari saudara (Djoko Susilo). Yang bapak mau sampaikan apa berikan buku ini," kata Suhartoyo.
Djoko pun mengaku, buku tersebut hanya sebagai lampiran nota pembelaan pribadinya. "Lampiran itu adala profil," singkat dia. Djoko pun menampik, sengaja memberikan uang tersebut. "Saya yakini tidak ada kesengajaan, majelis," sambung Djoko.
Hakim Ketua Suhartoyo kemudian memerintahkan jaksa mengembalikan buku profil berikut uang US$ 100 itu. Suhartoyo juga menegur Djoko yang dianggapnya lalai soal uang yang terselip itu.
"Nanti jadi kontraprduktif dengan keinginan terdakwa menyampaikan sisi kebaikannya untuk meringankan. Jadi kontraproduktif ditemukan hal-hal seperti itu," ujar Suhartoyo.
Akhirnya, jaksa mengembalikan buku profil dan uang itu kepada tim penasehat hukum Djoko.
"Kenapa bapak tidak kontrol dulu? Meskipun ini kami kembalikan, kami sudah mengerti pesan yang mau disampaikan terdakwa dengan melampirkan profil selama jadi Kakorlantas," lanjut Suhartoyo. (Ary/Ism)