Salah satu SMP di Sabang, Aceh, menjadi sorotan. Siswa di sekolah negeri itu diharuskan mengisi kuesioner dan menyebut ukuran kelaminnya. Hal itu sebagai syarat masuk ke SMP negeri tersebut.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui program itu adalah program dari kementeriannya. Namun, pelaksanaannya dinilai salah.
"Itu bentuk program monitoring kesehatan anak di sekolah. Sebenarnya program ini bagus," kata Ali Ghufron saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (6/9/2013).
Ali Ghufron menjelaskan, program itu bermaksud agar anak dapat mengetahui secara dini kesehatan dirinya. Namun, apa yang dilakukan di SMP negeri itu keliru.
"Program ini untuk monitor kesehatan anak, diajarkan agar anak mengetahui kesehatan dirinya sendiri. Jadi bukan anak disuruh ukur alat vitalnya," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Anas M Adam, mengakui program tersebut baru diterapkan di SMP Negeri di Sabang tersebut. "Kami baru temukan di satu sekolah. Sementara baru itu, yang lainnya kami belum temukan. Mungkin ada, tapi tidak mencantumkan bambar dan ukuran seperti itu," kata Anas kepada Liputan6.com.
Menurut Anas, kuesioner bertajuk program penjaringan kesehatan anak itu diberikan ke sekolah tanpa sepengetahuan Dinas Pendidikan. Sehingga, tidak bisa terkontrol pelaksanaannya.
"Mereka tidak pernah melaporkan, tidak ada koordinasi dengan kami. Harusnya dinas kesehatan ada koordinasi dulu dengan kami," papar Anas. (Ary/Ism)
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui program itu adalah program dari kementeriannya. Namun, pelaksanaannya dinilai salah.
"Itu bentuk program monitoring kesehatan anak di sekolah. Sebenarnya program ini bagus," kata Ali Ghufron saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (6/9/2013).
Ali Ghufron menjelaskan, program itu bermaksud agar anak dapat mengetahui secara dini kesehatan dirinya. Namun, apa yang dilakukan di SMP negeri itu keliru.
"Program ini untuk monitor kesehatan anak, diajarkan agar anak mengetahui kesehatan dirinya sendiri. Jadi bukan anak disuruh ukur alat vitalnya," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Anas M Adam, mengakui program tersebut baru diterapkan di SMP Negeri di Sabang tersebut. "Kami baru temukan di satu sekolah. Sementara baru itu, yang lainnya kami belum temukan. Mungkin ada, tapi tidak mencantumkan bambar dan ukuran seperti itu," kata Anas kepada Liputan6.com.
Menurut Anas, kuesioner bertajuk program penjaringan kesehatan anak itu diberikan ke sekolah tanpa sepengetahuan Dinas Pendidikan. Sehingga, tidak bisa terkontrol pelaksanaannya.
"Mereka tidak pernah melaporkan, tidak ada koordinasi dengan kami. Harusnya dinas kesehatan ada koordinasi dulu dengan kami," papar Anas. (Ary/Ism)