Teror yang `Hantui` Polisi Makin Terang-terangan

Penembakan Aipda Sukardi dilakukan terang-terangan, di jantung Jakarta yang ramai. Tepat di muka Gedung KPK.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 12 Sep 2013, 00:05 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2013, 00:05 WIB
penembak-polisi-3-130911a.jpg
Jasad Aipda Anumerta Sukardi telah dimasukkan ke liang lahat, garis polisi di tempat kejadian perkara (TKP) di Jalan HR Rasuna Said pun sudah dicopot. Namun, pekerjaan berat menanti Polri: mengungkap siapa pelaku penembakan personel provos Polairud itu sekaligus mengakhiri teror yang ‘menghantui’ para anggotanya.

Sekali lagi, seorang anggota polisi meregang nyawa akibat berondongan peluru. Kali ini bahkan dilakukan secara terang-terangan. Di jantung Jakarta yang ramai, bukan di tempat sepi yang jarang dilewati manusia. Yang lebih mencolok, penembakan dilakukan tepat di muka Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dijaga petugas keamanan dan ditunggui wartawan. Benar-benar bernyali!

Insiden tewasnya Sukardi, yang saat kejadian berpangkat Bripka, terjadi pada Selasa malam 10 September 2013, sekitar pukul 22.20 WIB. Saat itu ia sedang mengawal 6 truk bermuatan bahan konstruksi  dari Plumpang, dengan tujuan akhir di Rasuna Said Tower Setia Budi, Jalan HR Rasuna Said.

Namun, belum sampai di lokasi, ia ditembak orang tak dikenal, tepat di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  “Di situ (depan Gedung KPK) korban ditembak pelaku,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu 11 September 2013.

Gambaran kejadian tragis itu diperoleh dari rekaman CCTV dari Gedung KPK. Sukardi ternyata sudah diincar oleh 4 orang. Kamera mula-mula merekam gambar sebuah motor yang ditumpangi 2 orang melintas dan berhenti di depan gerbang gedung antikorupsi.

Sesaat kemudian, terlihat motor Honda Supra B 6671 TXL yang dikendarai Sukardi melaju di depan iring-iringan 6 truk tronton yang dikawalnya. Tampak mencolok karena terpasang lampu signal baton yang biasa dibawa polisi. Di belakangnya muncul sebuah motor berpenumpang dua orang.

Tiba-tiba, truk-truk yang dikawal korban berhenti. Diduga dihentikan pengguna motor kedua. Salah satunya turun dan menembak Sukardi. Polisi kelahiran Tulungagung itu pun rebah, kendaraan yang dinaikinya ikut roboh ke aspal yang kemudian bersimbah darah.

Sukardi diperkirakan masih bernyawa saat itu. Tapi, penumpang motor pertama yang menanti di depan gedung KPK menghampirinya yang tak lagi berdaya. Diduga orang berbaju merah itu menembaknya. Setelah melakukan aksinya, keempatnya kabur, membelah lalu lintas malam. Diduga mereka membawa lari pistol korbannya.

Saksi mata, Badrul, yang saat kejadian sedang berada di warung, mengaku mendengar rentetan tembakan. “Tiba-tiba, terdengar suara tembakan, 3 kali terdengar. Dor, dor.. Nah yang terakhir itu jeda lumayan lama, ada beberapa detik baru, dor..” papar dia.

Setelah mendengar letusan tembakan tersebut, Badrul pun bergegas menghampiri TKP. Dia melihat korban masih hidup namun dalam kondisi kritis. "Tapi hitungan semenit, dia sudah meninggal," ucap dia.

Namun, hasil otopsi memastikan, Sukardi ditembak 4 kali. “Pundak kiri, dada kiri, perut bagian kiri, dan lengan bagian kiri. Semua penembakan dari arah depan,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie di Mabes Polri.

Sementara, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri Komjen Pol Badrodin Haiti mengatakan pelaku penembakan Bripka Sukardi menggunakan senjata ilegal jenis FN berkaliber 4,5. "Kalibernya bukan 5, tapi 4,5. Jenis FN," ungkap Badrodin kepada Liputan6.com usai melayat di kediaman Sukardi, Jalan Cipinang Baru Raya RT 8/RW6 Blok J, Jakarta Timur, Rabu siang. "Bisa dipastikan senjata yang dipakai pelaku ilegal. Dan itu akan ditelusuri," ujarnya.

Tambahan Penghasilan

Kepergian Sukardi menimbulkan duka mendalam bagi keluarganya. Korban meninggalkan seorang istri, Tirta Sari (45) serta 3 anak yaitu Dita Kardina Putri (19), Devi Novita Sari (17), dan Muhammad Adi Wibowo (8).

Putrinya, Devi bahkan sempat histeris saat  membuka peti mati ayahnya, yang diselubungi Merah Putih. "Ayah bangun, bangun jangan tinggalin," ucapnya, berurai air mata.

Sementara, Tirta Sari (45), istri Sukardi mengatakan, almarhum suaminya melakukan pengawalan terhadap 6 truk tersebut hanya untuk penghasilan tambahan saja.

"Bapak itu ngawal buat tambahan penghasilan saja. Kan bapak ngawal itu diajak temennya, tapi saya nggak pernah tahu yang ngajak dan ngawal apa. Ya nambahin buat anak pertama kuliah," kata Tirta, di Aula Sanggita Asrama Polri Cipinang, sebelum pemakaman dilakukan.

Tirta mengakui, penghasilan mendiang suaminya sudah mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari untuk keluarganya. “Ya penghasilan bapak gajinya itu sekitar Rp 5 juta, buat keluarga itu cukup. Jadi bukan bapak sedang butuh uang ngawal,” aku Tirta.

Tirta menambahkan, semasa hidup suaminya tak pernah memiliki masalah dengan siapapun. Selama 21 tahun hidup bersama, Sukardi juga tak pernah sekali pun mendapatkan ancaman, baik dari rekan sesama polisi maupun masyarakat sipil.

"Nggak ada. Bapak itu kalem, istilahnya enggak ada yang musuhin. Teman-teman kantornya pun baik-baik banget. Kan bapak pernah mendapat sertifikat teladan selama 8 tahun," lirihnya.

Secara terpisah, Wakapolri Komjen Pol Oegroseno mengatakan, pengawalan yang dilakukan oleh Sukardi itu menyalahi prosedur.

"Kalau kawal ini 1 orang, artinya tidak sesuai prosedur," kata Oegroseno di lokasi kejadian, Rabu dini hari. Padahal minimal, pengawalan harus dilakukan 2 personel, bukan sendirian.


Pesan Untuk KPK?

Sukardi memang bukan polisi pertama yang tewas dalam rentetan teror di jalanan. Ia yang keempat. Sebelumnya nyawa Aiptu Dwiyatno meninggal akibat tembakan orang tak dikenal di Ciputat pada 7 Agustus lalu. Kemudian Aipda Kus Hendratna dan Bripka Ahmad Maulana, dua anggota Polsek Pondok Aren, yang meninggal dunia dalam insiden penembakan di Pondok Aren pada 16 Agustus 2013.

Sementara, seorang polisi lainnya yakni Aipda Patah Saktiyono, yang jadi target penembakan di Pamulang, 27 Juli lalu, selamat, meski dengan peluru bersarang di dadanya.

Namun, yang membedakan, Sukardi ditembak tepat di depan Gedung KPK, di jalanan yang relatif ramai, beda dengan insiden-insiden sebelumnya.

Fakta tersebut membuat salah satu satpam KPK, Asnanta bertanya-tanya. “Ini kayak cari sensasi, kenapa harus depan KPK? Kan di sana (tempat lain) lebih gelap,” tukas Asnanta, yang sempat mengira suara tembakan sebagai bunyi knalpot.

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo bahkan menduga, insiden penembakan Aipda Sukardi sejatinya adalah ancaman yang ditujukan pada lembaga antikorupsi.

“Ada pesan yang ingin disampaikan bahwa teror ini masuk ke wilayah rawan, lembaga penegak hukum. Ada pihak ketiga yang memanfaatkan penembakan ini agar KPK tak macam-macam,” kata Bambang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 11 September 2013.

Politisi Partai Golkar ini juga memprediksi, penembakan itu masih berkaitan dengan kasus-kasus besar yang tengah ditangani KPK, yang diduga melibatkan sejumlah pejabat negara.

“Bisa saja penembakan itu pengalihan isu terhadap kasus-kasus yang sedang ditangani oleh KPK, seperti kasus korupsi daging, kasus Century yang diduga melibatkan petinggi-petinggi di negeri ini,” tutur Bambang.

Bambang pun berharap agar Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo turun tangan langsung mengusut kasus penembakan tersebut. Terlebih, bukan kali ini saja penembakan terhadap anggota kepolisian terjadi di wilayah ibukota.

"Kapolri harus bisa jamin keselamatan anggotanya. Kenapa penembakan terjadi di depan KPK? Itu pertanyaannya," tukas Bambang.

Sementara, juru bicara KPK Johan Budi SP mengaku, pihaknya siap membantu kepolisian dalam mencari pelaku penembakan.

"Kami atas nama KPK ucapkan belasungkawa baik terhadap (keluarga) petugas kepolisian yang kemarin tertembak maupun kepada institusi Polri. Kami dari KPK akan bantu sepenuhnya dalam rangka cari pelaku penembakan," ujar Johan.

Tangkap Pelakunya!

Kasus penembakan Sukardi  membuat polisi berduka. Polri mengibarkan bendera setengah tiang atas kepergian anggotanya. Anggota korps baju coklat di tempat jauh menggelar salat gaib.

Kapolri, Jenderal Polisi Timur Pradopo pun bertekad mengungkap kasus ini secepatnya. “Kita sudah menentukan untuk membuat DPO. Kita sudah bekerja keras dan sudah bergerak dari malam hingga pagi ini, dan kita sudah turunkan tim lain untuk peristiwa ini," ujar Kapolri saat melayat rumah duka.

Timur berjanji, kepolisian akan dengan sangat sigap bergerak mencari pelaku penembakan tersebut. “Saat ini kita fokus kepada pengungkapan terlebih dahulu,”  tuturnya, saat disinggung soal pengawalan Sukardi yang diduga bukan bagian dari tugas.

Tragedi itu pun mendapat reaksi dari Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djoko Suyanto. “Saya sudah berkoordinasi dengan Kapolri untuk mengejar pelakunya sampai ketemu, untuk diadili di depan hukum sesuai hukum yang berlaku di negeri ini," kata Menkopolhukam.

Menurut Djoko, penembakan itu jelas tidak bisa dibenarkan dari sisi mana pun. Baik agama, sosial, kemasyarakatan maupun hukum. "Apalagi ini melukai bahkan sampai dengan membunuh aparat, aparat yang sedang berpakaian dinas," ujar mantan Panglima TNI ini.

Karenanya, selain meminta kepolisian bergerak cepat untuk mengejar pelaku, Djoko juga meminta kewaspadaan pada para petugas polisi. "Yang tidak kalah urgensinya adalah peningkatan kewaspadaan bagi para petugas, khususnya Polri dalam setiap melaksanakan tugas," ujar dia.

Dan, semoga ini yang terakhir...(Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya