Kontroversi Side Job Polisi

Polisi punya pekerjaan sampingan menjadi perdebatan. Khawatir lebih fokus pada pada side job ketimbang pekerjaan utamanya.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 14 Sep 2013, 14:52 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2013, 14:52 WIB
ronny-f-sompie-130805b.jpg
Aipda Anumerta Sukardi melaju bersama motor bebeknya di bawah temaram lampu kota pada malam hari, dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Rasuna Tower di Jalan HR Rasuna Said. Di belakangnya, mengekor 6 truk yang membawa material besi.

Perjalanan malam itu dirasa lancar-lancar saja. Tiba-tiba, tepat di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dor! Sukardi tertembak dan ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Pengawalan yang dilakukan Sukardi, menurut Wakapolri Komjen Pol Oegroseno tidak sesuai prosedur karena tidak menerapkan body system atau penjagaan yang tidak dilakukan sendirian. Ternyata, Sukardi melakukan side job (pekerjaan tambahan) terlepas jam kerjanya sebagai anggota Provost Polair Polri.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie menyatakan side job boleh dilakukan karena salah satu tugas polisi adalah memberi pengawalan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila Sukardi mengawal 6 truk tersebut.

Namun, anggota Kompolnas Adrianus Meilala melihat side job yang dilakukan polisi sebagai satu hal yang masih bisa diperdebatkan salah benarnya.

"Saya merasa itu masih debatable ya, masih bisa diperdebatkan, soal kewajarannya. Karena nanti jangan-jangan, dia (polisi) lebih fokus, repot, menghabiskan waktu pada side job-nya ketimbang pada tugas utamanya," terang Adrianus dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/9/2013).

Adrianus melanjutkan, side job biasanya untuk kepentingan pribadi, tapi saat mengawal Sukardi memakai atribut, pakaian kewenangan negara. Ia pun mempertanyakan hal tersebut. "Bagaimana mungkin ini diperbolehkan?" kritiknya.

"Kenyataan untuk menambah pendapatan, itu bisa diterima. Tapi, kemudian itu dibenarkan, kita masih ragu-ragu untuk menerima itu sebagai hal yang diperbolehkan," tambah Adrianus.

Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika pun mengimbau pada Polri agar jangan terlalu berfokus mencari side job dan melupakan tugas utamanya. Salah satu alasan yang menyebabkan polisi mencari side job adalah kurangnya kesejahteraan polisi yang berpangkat rendah.

Membandingkan dengan negara lain, seperti di Jepang, polisi memiliki gaji lebih besar dibanding pegawai keuangan negara. Karena itu, Pasek meminta soal kesejahteraan perlu diperhatikan.

"Sehingga mereka yang di level bawah tidak perlu sibuk-sibuk cari side job dan yang di atas juga tidak sibuk untuk meningkatkan pendapatannya dengan cara side job juga. Kembali ke ranah profesional," tandas Pasek.

Aksi penembakan aparat terjadi belakangan ini pada 27 Juli 2013, anggota Satlantas Polres Metro Jakarta Pusat Patah Sektyono ditembak di Cireundeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Sepekan kemudian, pada 7 Agustus 2013, anggota Satuan Binmas Polsek Cilandak Polres Metro Jakarta Selatan Aiptu Dwiyatna juga ditembak di Gang Mandor Jalan Otista Raya Ciputat, Tangerang Selatan.

Lalu, disusul penembakan terhadap anggota Satuan Babinkamtibmas Aiptu Kus Hendratmo dan anggota Satuan reserse Polsek Pondok Aren Tangerang Selatan Bripka Ahmad Maulana pada 16 agustus 2013. Penembakan terhadap keduanya terjadi di Jalan Graha Indah Pondok Aren Tangerang Selatan.

Dan terakhir, anggota Provost Direktorat Polisi Air dan Udara Baharkam Polri, Bripka Sukardi tewas ditembak pada Selasa 10 September di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Setia Budi, Jakarta.

Kemudian Brigadir Polisi Satu (Briptu) Ruslan Kusuma ditembak di tempat pencucian mobil Arema, Jalan Pekapuran, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Penembakan terjadi saat Briptu Ruslan mencuci sepeda motornya dan sedang tidak berpakaian dinas pada Jumat 13 September pukul 18.45 WIB. Tiba-tiba pelaku mendekat dan langsung menembak Ruslan di paha kiri. Kini, ia dirawat di RS Polri. (Ary/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya