Dari Cipacing Jadi Figuran Layar Perak (5)

Tak hanya didaulat sebagai penyedia senjata dalam adegan perang, Sugiat juga ikut dalam beberapa film yang menggunakan hasil karyanya.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 04 Okt 2013, 07:17 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2013, 07:17 WIB
senpi-cipacing-131003c.jpg
Menyusuri Jalan Raya Cipacing, sejenak mata akan teralihkan pada sebuah patung  berwarna kuning di tepi jalan. Patung setinggi 5 meter itu jelas sekali sedang memegang senapan. Senapan itu tepat berada di mata sang patung dan sedang membidik sesuatu.

Tepat di bawahnya ada sebuah rumah makan. Ketidakselarasan ini membuat Liputan6.com memutuskan untuk singgah di rumah makan itu. Melihat lebih dekat, ada sebuah panduk berukuran kecil bergambar senapan angin terpampang di salah satu pintu masuk rumah makan.

Jejeran meja makan jadi terpampang jelas kala masuk ke rumah makan. Pelayan dengan sigap datang menyajikan sepiring tahu Sumedang lengkap dengan dua gelas teh tawar.

Kebingungan itu seketika sirna saat melihat ke sisi kanan rumah makan. Di sudut itu, berjajar senapan angin dengan berbagai ukuran dan harga. Ruangan itu memang tak besar. Hanya berukuran tak kurang dari 5 x 5 meter.

Meski begitu, ruang yang berbatas dengan dapur rumah makan itu cukup untuk menata puluhan senapan angin. Ada yang dipajang di dinding triplek, dindin beton, atau sekadar disandarkan di etalase kayu di sebelah meja tamu.

Sebuah etalase aksesoris senapan, seperti peluru kaliber 4,5 mm berbagai merek, gas, lampu kecil, dan beberapa jam tangan bergaya army terpampang di sisi lain.

Dari puluhan model dan ukuran senapan, mata mulai tertuju pada barisan senapan dengan model tak biasa dan ukuran yang tak serupa dengan yang ada sebelumnya. Senapan-senapan itu pun sengaja diletakkan di posisi paling atas.

Di sisi lain, berjajar senapan laras panjang dengan tulisan unik yang menyertainya. Senapan paling atas bertuliskan 'Arisaka Djepang Film. PFN'.  Senapan lain tepat di bawah, bertuliskan 'V.O.C Compagnie’ pada bagian bodi depan.

Satu senapan lain tampak polos tanpa tulisan. Hanya karat yang menghiasi bagian bodi  di atas pemicu pistol. Satu lagi senapan tampak lebih elegan. Meski tak bertuliskan apa pun, motif batik berlapis logam sang terpatri di bagian belakang.

Tak hanya senapan. Ada pula topi kompeni, sadel kuda, dan pedang yang dijejer setara tingginya dengan senapan yang tampak spesial itu.

"Itu semua pernah digunakan dalam film perjuangan zaman dulu," kata pemilik warung dan Toko Senapan Angin 'Patung Tembak' Sugiat (79).


Tjoet Nja' Dhien dan November 1828

Keahliannya membuat senapan angin ternyata menarik perhatian sineas pada zamannya. Tak hanya didaulat sebagai penyedia senjata dalam adegan perang, Sugiat juga ikut bermain dalam beberapa film yang menggunakan hasil karyanya.

"Saya bagian persenjataan dan mesiu di film-film itu. Saya juga sempat main. Naik kuda, memegang pistol, menembak musuh. Memang hanya figuran," ungkapnya.

Dari sekitar 10 film yang pernah menggunakan pistol buatannya, hanya dua film yang paling diingat. Film itu adalah Tjoet Nja' Dhien (karya Eros Djarot) pada 1988 dan November 1828 (karya Teguh Karya) pada 1979.

Kedua film tersebut merupakan film-film yang menampilkan adegan peperangan. Tentu saja, senapan pasti diperlukan di sana.

Sederet bintang lain yang berjaya pada zamannya seperti Slamet Rahardjo, Yenny Rachman, Herman Felani, Rachmat Hidayat, dan El Manik pernah menjadi lawan mainnya.

Pertama kali, ia diajak oleh Rachmat Hidayat dan Sophan Sophiaan. "Dari Cipacing, hanya saya yang diajak," kata Sugiat. Namun, ia enggan menyebut honor yang diterimanya.

Rachmat adalah aktor senior asal Jawa Barat. Ia pernah menjadi Ketua PARFI cabang Bandung selama 2 periode. Akan halnya Sophan, siapa tak kenal dia? Bersama Widyawati, dia nyaris menjadi model pasangan selebritis yang ideal di Tanah Air.

Keahlian membuat senjata yang biasa digunakan pada zaman perjuangan melawan penjajah bukan begitu saja didapatkan Sugiat. Sejak 1945, dia sudah membuat senjata api untuk para pejuang.

"Senjata yang digunakan untuk shooting itu semua replika. Saya tidak berani  membuat yang asli karena sudah ada larangan dari pemerintah saat itu," tuturnya sambil mengisap rokok.

Kiprah itu membawa Sugiat ke Munas ke-I Asosiasi Eksportir dan Produsen Handycraft Indonesia di Jakarta pada 28-29 Mei 1979. Fotonya bersama beberapa rekan sejawat pun turut menghiasi display di tokonya.

"Saya akan tetap memproduksi senapan angin. Ini sudah turun-temurun. Entah sampai kapan akan berhenti," tandasnya.(Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya