Mahkamah Konstitusi (MK) segera menggelar pemilihan ketua baru untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Akil Mochtar lantaran terjerat kasus dugaan suap pengurusan 2 sengketa Pilkada. Dari 8 hakim konstitusi yang tersisa, semuanya memiliki hak untuk mencalonkan dan dicalonkan serta memilih dan dipilih.
Namun, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Harjono enggan mencalonkan diri dalam pemilihan yang diselenggarakan Kamis 31 Oktober tersebut. Menurut Harjono, dirinya sudah tidak memungkinkan untuk mencalonkan. Karena usianya saat ini, maka masa jabatannya akan berakhir awal tahun depan.
"Saya Maret 2014 sudah selesai, jadi untuk apa saya ikut-ikut. Nggak," kata Harjono di Gedung MK, Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Harjono menjelaskan, MK memang membutuhkan Ketua yang baru. Apalagi, saat ini hakim yang tersisa tinggal 8 orang. Yang mana tentunya secara langsung dan tidak langsung akan mengganggu jalannya roda konstitusi di MK.
Tak Tunggu Hakim Baru
Harjono melihat, kebutuhan seorang Ketua MK yang baru tidak harus menunggu hakim konstitusi yang baru pula. Karenanya, proses pemilihan Ketua MK harus dilakukan segera.
"Kita memang perlu memilih (ketua). Ada wacana yang mengatakan kita hanya 8 orang mana bisa? Bisa, karena kalau menunggu satu hakim baru lagi tidak bisa dipastikan kapan. Harus menunggu DPR, DPR kapan memilih juga belum tahu juga, apakah sesuai Perppu, kan belum tentu," jelas Harjono.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang MK, memang diatur mekanisme baru pemilihan dan perekrutan hakim konstitusi.
Namun, bagi Harjono peraturan tersebut menjadi masalah tersendiri. Sebab, kebutuhan hakim konstitusi cukup mendesak. Sementara sesuai mekanisme dalam Perppu, proses memilih seorang hakim konstitusi terbilang rumit dan memakan waktu.
"Sekarang kan ada Perppu, salah satu isinya bagaimana memilih hakim. Kalau kita minta DPR memilih sekarang, DPR mau atau tidak tunduk sama Perppu? Ini kan jadi masalah. Kalau kita bayangkan (pemilihan hakim) itu tidak bisa cepat," ujar Harjono. (Mut/Ism)
Namun, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Harjono enggan mencalonkan diri dalam pemilihan yang diselenggarakan Kamis 31 Oktober tersebut. Menurut Harjono, dirinya sudah tidak memungkinkan untuk mencalonkan. Karena usianya saat ini, maka masa jabatannya akan berakhir awal tahun depan.
"Saya Maret 2014 sudah selesai, jadi untuk apa saya ikut-ikut. Nggak," kata Harjono di Gedung MK, Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Harjono menjelaskan, MK memang membutuhkan Ketua yang baru. Apalagi, saat ini hakim yang tersisa tinggal 8 orang. Yang mana tentunya secara langsung dan tidak langsung akan mengganggu jalannya roda konstitusi di MK.
Tak Tunggu Hakim Baru
Harjono melihat, kebutuhan seorang Ketua MK yang baru tidak harus menunggu hakim konstitusi yang baru pula. Karenanya, proses pemilihan Ketua MK harus dilakukan segera.
"Kita memang perlu memilih (ketua). Ada wacana yang mengatakan kita hanya 8 orang mana bisa? Bisa, karena kalau menunggu satu hakim baru lagi tidak bisa dipastikan kapan. Harus menunggu DPR, DPR kapan memilih juga belum tahu juga, apakah sesuai Perppu, kan belum tentu," jelas Harjono.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 24 tahun 2003 tentang MK, memang diatur mekanisme baru pemilihan dan perekrutan hakim konstitusi.
Namun, bagi Harjono peraturan tersebut menjadi masalah tersendiri. Sebab, kebutuhan hakim konstitusi cukup mendesak. Sementara sesuai mekanisme dalam Perppu, proses memilih seorang hakim konstitusi terbilang rumit dan memakan waktu.
"Sekarang kan ada Perppu, salah satu isinya bagaimana memilih hakim. Kalau kita minta DPR memilih sekarang, DPR mau atau tidak tunduk sama Perppu? Ini kan jadi masalah. Kalau kita bayangkan (pemilihan hakim) itu tidak bisa cepat," ujar Harjono. (Mut/Ism)