Ulah Sang Brimob `Gila Hormat`

Aksi koboi anggota Brimob Bripka Heriawan alias Wawan yang menewaskan Satpam Bachrudin menjadi cermin bagi Polri untuk mawas diri.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 07 Nov 2013, 00:47 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2013, 00:47 WIB
rajut-brimob-131107a.jpg
Suasana hening di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta Pusat, tiba-tiba menjadi gaduh. Gema kalimat syahadat berlahan semakin terdengar kuat mendekati galian lubang makam yang sudah menganga. Puluhan warga berbondong-bondong mengiringi jenazah di atas keranda yang dipanggul beberapa pria.  

Suasana duka pun terus menyelimuti proses pemakaman itu. Isak tangis keluarga pecah seketika mengawal perjalanan jenazah hingga pemakaman berlangsung. Marlina, sang istri jenazah Bachrudin (35) ini terus menangisi dan meronta saat suaminya dimasukkan ke liang lahat.

Seakan tak kuasa menerima kematian suaminya yang berlangsung tiba-tiba. Kedua anak Marlina, buah cinta dari pernikahan dengan almarhum sang suami, Diana dan Muhammad Rizki Adam juga turut mengawal kepergian sang ayah di pemakaman. Namun keduanya terlihat lebih tegar dari ibunda mereka. Keduanya bahkan terlihat berusaha menenangkan sang ibu.

Rabu (6/11/2013) siang itu menjadi saat-saat terakhir bagi keluarga Marlina dan kedua buah hatinya, kerabatnya, serta para tetangga sebelum akhirnya Bachrudin dikebumikan. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai sekuriti ini tewas tertembus timah panas di dada kirinya, dari senjata api milik salah seorang anggota Brimob bernama Briptu Heriawan alias Wawan, yang bermarkas di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Bachrudin tewas saat bertugas di Ruko perumahan Palem Cengkareng, Komplek Seribu Galaxi Nomor 30-31 Blok L, Jakarta Barat. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto Insiden yang terjadi pada Selasa 5 November malam sekitar pukul 18.30 WIB ini bermula saat Wawan yang menjadi koordinator penjagaan di sekitar kawasan ruko tersebut berang. Karena Bachrudin yang saat itu bertugas tak berada di lokasi.

Tak lama kemudian Bachrudin muncul. Wawan pun langsung menegur dan memarahinya. Pada saat itu Bachrudin mengaku tengah berada di toilet saat Wawan mencarinya. Wawan pun menghukum Bachrudin ala militer. Bachrudin mendapat hukuman push-up. Namun hukuman itu tak dipenuhi Bachrudin.

Tolak Hormat

Berbeda dengan penuturan Kapolsek Cengkareng, Kompol Muhammad Iqbal yang saat itu berada di lokasi kejadian usai inisden berdarah ini terjadi. Menurut Iqbal kejadian bermula ketika Wawan marah saat Bachrudin menolak hormat ketika Wawan melintas di kompleks ruko. Padahal Wawan selama ini merasa berkuasa dan disegani di kawasan itu bahkan meminta semua satpam agar patuh kepadanya.

"Pelaku ini sudah sering kemari dan mengenal para sekuriti lainnya. Saat pelaku melintas, korban yang sedang duduk-duduk di depan sebuah ruko tidak hormat dan dipanggil oleh pelaku," ujar Iqbal.

Lantaran korban tak mematuhi perintah, Wawan pun murka. Wawan meminta Bachrudin untuk push-up sebagai hukuman. Bachrudin menolak. Wawan kemudian menodongkan pistol dan Dor! Wawan menembak dada kiri korban hingga tembus ke bagian belakang. Bachrudin pun tersungkur dan tewas seketika.

"Jarak tembakan sekitar setengah meter. Korban terjatuh dan seketika meninggal di tempat. Kami amankan sebuah proyektil yang menembus dada kiri hingga belakang," imbuh Iqbal.

Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Fadil Imran mengatakan, senjata itu merupakan senjata dinas milik Wawan yang sehari-hari ia gunakan. Saat itu di dalamnya masih tersisa 3 peluru. "Tembakan 1 kali ke dada kiri atas pakai senjata dinas Revolver 38, senjata dinas," kata Fadil.

Korban ditembak persis di depan ruko kantor Panin Bank yang berjarak sekitar 100 meter dari pintu Tiga Seribu Ruko. Darah segar pun tercecer di lokasi itu. Jenazah Bachrudin akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sekitar pukul 21.30 WIB, guna dilakukan otopsi.

Sementara Wawan, usai menembak bak tersadarkan malaikat dan merasa derdosa. Ia pun panik dan memutuskan menyerahkan diri ke markas tempat ia bernaung di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Di kantornya itu, selain menyerahkan diri ia juga mengakui perbuatannya.

Kabar kematian Bachrudin akhirnya sampai di telinga keluarga. Kabar itu pertama kali diketahui Herman, keponakan Bachrudin, melalui telepon dari salah seorang rekan kerja Bachrudin yang saat itu bertugas. Mendengar jenazah pamannya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusmo (RSCM), Herman pun bergegas menuju ke sana.

Saat tiba di RSCM, Herman yang didampingi kerabatnya nampak tak kuat menahan tangis saat membuka kantong jenazah berwarna oranye sebelum dinaikkan ke ruang otopsi lantai 2 RSCM, Jakarta. Sepengetahuan Herman, ada 2 bekas tembakan di dada dan pinggang di tubuh pamannya.

Luka tembak itu tembus hingga ke punggung dan pinggang bagian belakang. "Darah masih mengalir dari luka bekas tembakan," ungkap Herman.

Keterangan Herman diperkuat pengakuan Muslih, petugas ambulan yang mengangkut korban dari lokasi kejadian ke RSCM. "Kelihatannya sih ada 2 luka di dada, katanya ditembak. Tapi polisi di TKP enggak ngasih tahu. Kita cuma disuruh bawa jenazah ke RSCM buat diotopsi," ungkap Muslih.

Hasil keterangan saksi di lokasi kejadian, saat kejadian berlangsung Wawan yang diduga tengah mabuk dibantah pihak Polresta Jakarta Barat. "Dari pemeriksaan saksi di lokasi, yang bersangkutan tidak mabuk. Kalau mabuk atau berbau alkohol kan mudah tercium dari bau mulutnya," kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Fadil Imran.

Saling Kenal

Menurut pengakuan Bahroji, yang tak lain adalah kakak Bachrudin, sebelum kejadian penembakan ini, Wawan memang sudah mengenal kakaknya itu. Oji, sapaan akrab Bahroji ini mengaku bahwa Wawan kerap mengunjungi tempat Bachrudin bekerja. Selain mengenal, Wawan juga tinggal tak jauh dari lokasi kejadian penembakan.

"Kemungkinan kenal, pelaku soalnya sering berkunjung ke tempat korban bekerja. Pelaku sering main ke situ. Secara langsung tidak langsung mengenal," ujarnya.

Bachrudin yang diketahui pernah menjadi anggota ormas Forum Komunikasi Betawi Rempug (Forkabi) baru bekerja 3 bulan sebagai sekuriti di Seribu Ruko. Sebelum bekerja di sini Bachrudin pernah bekerja di Tanah Abang. Bachrudin yang tinggal di rumah kontrakan di kawasan Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat itu menjadi tulang punggung bagi istri dan kedua anaknya. Anak pertama bernama Diana kini sudah bekerja, sementara anak kedua Muhammad Rizki Adam masih duduk di bangku SMA.

Diana menceritakan sedikit firasat terakhir sebelum peristiwa penembakan yang merenggut nyawa sang ayah. Pagi hari sebelum ayahnya pergi bekerja, sang ayah sepertinya malas berangkat bekerja. "Ada firasat yang tidak enak, paginya bapak itu bilang tidak mau kerja," tutur Diana.

Selasa 5 Oktober 2013 pagi itu, sebelum ayahnya berangkat bekerja ia merasakan perbedaan sikap sang ayah. Ada hal yang beda dari biasanya. Padahal biasanya sang ayah selalu bersemangat bekerja, tetapi pagi itu sang ayah sepertinya enggan beranjak dari rumah kontrakanya. "Tidak tahu kenapa? biasanya bapak selalu semangat," kenang Diana.

Di mata Diana, sang ayah merupakan sosok ayah yang disiplin, tegas dan bertanggung jawab ketika bekerja maupun dalam kesehariannya. Namun kini Diana hanya bisa meratapi kepergian sang ayah untuk selama-lamanya.

Arogan dan Pamer Senjata

Setelah peristiwa jaksa koboi Markus Panjaitan yang memamerkan senjata kepada petugas SPBU, kini terulang kembali dengan aksi Wawan. Arydian, seorang petugas keamanan di Kompleks Seribu Ruko menuturkan, Wawan sering mempertunjukkan aksinya memutar revolver kalibernya di warung jamu.

"Kalau lagi nongkrong, dia suka tuh nunjukin pistolnya. Dia juga suka muterin pistolnya di depan anak-anak," ujarnya.

Bahkan Arydian menuturkan, Wawan kerap menodongkan senjata api miliknya kepada petugas keamanan setempat saat ajakannya untuk minum ditolak. "Dia cuma nakut-nakutin. Tapi kan ngeri juga kalau sampai meletus," pungkas Arydian.

Pengakuan berbeda juga muncul adari Lorent (22) yang juga rekan Bachrudin. Menurutnya, Wawan kerap bertandang ke komplek tempat Bachrudin bekerja untuk meminta jatah, terkadang berupa uang maupun minuman keras.

"Dia sudah sering kemari. Biasanya minta jatah untuk mabuk. Padahal dia ke sini ya sudah dalam keadaan mabuk. Kalau korban, dia belum lama kerja di sini, baru sekitar 3 bulan," terangnya.

Bahkan, kata Lorent, Wawan kerap bertingkah bak jagoan. Setiap sekuriti yang bekerja di situ harus tunduk dan menghormatinya. Jika tidak, Wawan akan marah. "Sudah lama dia merasa jagoan di sini. Security harus hormat saat dia lewat. Kalau tidak, dia pasti akan marah," jelasnya.

Pistol menjadi senjata andalan bagi Wawan untuk membuat para satpam Seribu Ruko takut kepadanya. Lorent mengaku pernah sekali lupa memberi hormat kepada Wawan. Akibatnya, ia dipanggil kemudian ditodong sebuah pistol sambil dibentak-bentak.

"Saya waktu itu lupa tidak hormat. Langsung dia mendekat sambil memanggil saya. Dia segera mengeluarkan pistol dan menodongkan ke kepala saya. Dia bilang, kalau lain kali saya tidak hormat, dia tidak segan-segan akan menembak," Lorent berkisah.

Tak hanya itu, Wawan juga dikenal tidak bersahabat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejumlah tetangga yang tinggal di Jalan Permata Ujung RT 6 RW 15, Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, mengaku bahwa Wawan sering mengendarai motornya dengan ugal-ugalan. Ia kerap mengedarai motornya dengan kecepatan tinggi.

"Orangnya sering naik motor King (Yamaha RX King) biru sambil digeber-geber," kata Wisnu, salah satu tetangga Wawan.

Saking seringnya berperilaku tidak sopan, para tetangga sudah bosan menegurnya. Terlebih warga sudah mengetahui kalau Wawan merupakan seorang anggota Brimob. Tak heran jika banyak tetangga yang tidak menyukai sikap Wawan yang cukup arogan itu.

Menurut Wisnu, Wawan sudah 3 tahun tinggal di lingkungan tersebut. Wawan tinggal bersama istri dan seorang anak. Namun, istri Wawan yang tengah hamil anak kedua kini sedang berada di kampung halamannya di Sukabumi.

Di komplek Seribu Ruko, Wawan diketahui hanya bekerja sampingan. Sejak 2009, Wawan ditunjuk sebagai koordinator sekuriti untuk mengawasi kinerja sekuriti lainnya di ruko tersebut. Setiap bulan Wawan mendapat uang `jatah` Rp 300 ribu dari koordinator sekuriti di komplek tersebut.

"Itu tidak resmi, tapi diminta saja oleh koordinator sekuriti di situ," ujar Rikwanto.

Permintaan Maaf

Sehari usai kejadian penembakan ini, anggota kesatuan berlambang teratai itu menyampikan belasungkawa dan meminta maaf kepada keluarga Bachrudin. Tak luput, Wawan juga menyampaikan bahwa ulah arogansinya itu dilakukan tanpa ada niat kesengajaan. Di hadapan penyidik, Wawan mengaku tidak menginginkan peristiwa berdarah ini terjadi.

Tak lupa, Wawan juga meminta maaf kepada jajaranya. Jelas, kejadian ini kembali mencoreng institusi Polri setelah beberapa hari lalu masyarakat digegerkan dengan beredarnya foto asusila 2 anggota Polri. Terlebih kejadian ini pasca pelantikan Kapolri baru Komjen Sutarman yang menggantikan Jenderal Timur Pradopo.

Di mata kesatuanya, permintaan maaf dan penyerahan diri Wawan justru mendapat apresiasi. Layakanya orangtua kepada sang anak, Wawan tetap 'dilindungi'. Ia justru dinilai sebagai sosok anggota Polri yang berjiwa ksatria dengan menyerahkan diri ke Mako Brimob.

Hukuman Mati

Di mata keluarga Bachrudin, Wawan telah melakukan perbuatan biadab. Bayangkan, Bachrudin yang hanya melakukan kesalahan sepele harus menerima hukuman mati dari sang Brimob. Marlina meminta kepolisian agar menghukum Wawan seberat-beratnya, setimpal dengan perbuatanya.

Bahkan saking geramnya, Marlina meminta penegak hukum untuk mengganjar Wawan hukuman mati, setimpal dengan sang suaminya yang kini telah meninggalkan untuk selama-lamanya. Tak puas sampai di sini, bak kisah dalam sebuah film, Marlina memerintahkan anak bungsunya untuk membalas dendam kematian ayahnya kepada Wawan.

"Jahat banget sih yang nembak suami saya itu. Bilang Pak Polisi suruh tembak balik! Biar mati juga. Dam, Adam yang tembak itu orang ya nanti, ya Adam ya?" kesal Marlina.

Banjir Hujatan

Pasca penembakan ini, jelas menuai banyak kecaman dan hujatan dari masyarakat luas. Dari mulai keluarga korban hingga sejumlah pejabat atau pemerhati institusi kepolisian. Seperti yang disampaikan mantan Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika.

Menurut Pasek, penembakan ini dinilai wujud  kurangnya pengawasan dari para atasan terhadap bawahannya di lingkungan Korps Bhayangkara. "Peluru keluar untuk hal-hal yang sepele. Brimob kan tinggal di markas. Semestinya keluar markas harus juga terpantau aktivitasnya," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Pasek mengatakan, seharusnya pihak Kepolisian menerapkan sistem yang tegas untuk memantau setiap anggota yang ada di dalam ataupun di luar markas. Apalagi menurutnya, anggota Brimob itu diatur secara khusus oleh kesatuannya. Jelas, di mata Pasek ini suatu tindakan pembiaran dari Polri.

"Mabuk, malak di luar berarti dia kan keluar markas. Artinya, pengawasan internal sangat lemah. Kalau sudah bahasanya suka mabuk, berarti kan dilakukan beberapa kali. Kok dibiarkan apalagi dengan membawa senjata," ucap Pasek.

Teguran juga muncul dari Ketua DPR Marzuki Alie. Ia mengingatkan tentang fungsi anggota Polri yang bertujuan melindungi rakyatnya, seperti jargon yang selama ini dielu-elukan Polri --mengayomi dan melindungi rakyat-- bukan malah sebaliknya.

Marzuki pun menyarankan Polri agar melakukan tes kejiwaan kepada setiap anggota Polri secara berkala. Setiap anggota Polri yang akan memegang senjata harus menjalani tes kejiwaan.

Kejadian ini menurut Marzuki bukti ada kesalahan dalam pendidikan di institiusi Polri. Ia pun berharap Polri dapat mencari jalan keluar dalam mendidik anggotanya agar tidak terulang kembali aksi koboi di kemudian hari.

Lebih keras lagi, kecaman muncul dari Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan. Selain mengusut tuntas kasus ini, ia juga mendesak agar Polri memecat Wawan jika terbukti bersalah.

Ia menilai, senjata api bukanlah untuk aksi gagah-gagahan atau aksi arogansi, tetapi untuk melumpuhkan para penjahat. Ia mendesak Polri untuk menindak Wawan secara tegas tanpa melindunginya sebagai anggota kesatuan Bhayangkara. Karena kasus ini sudah jelas-jelas mencoreng wajah Polri.

Terancam Pasal Berlapis

Nasi sudah menjadi bubur, meski sudah menyerahkan diri dan mengakui perbuatanya,  Wawan tetap terancam hukuman penjara, bahkan berujung pada pemecatan.

Kabid Humas Polda Metro  Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, aksi Wawan ini mulanya hanya bertujuan menakut-nakuti Bachrudin yang tidak berada di posko saat berjaga. Namun dalam aturan yang berlaku, seorang anggota kepolisian dilarang mengacungkan senjata ke orang lain meskipun dalam keadaan kosong peluru.

Namun menurut Rikwanto, perbuatan Wawan jelas salah meskipun tidak ada unsur kesengajaan. Karena perbuatannya itu, Wawan dapat diancam 3 pasal karena menyebabkan Bachrudin terluka tembak di dada kiri. "Pasal menunggu hasil riksa (pemeriksaan). Bisa 359, 338, 351 ayat 3 KUHP. Mana yang sesuai kita akan terapkan dalam pemeriksaan ini," kata Rikwanto.

Pasal 359 KUHP mengatur barang siapa yang melakukan kesalahan yang menyebabkan orang lain meninggal bisa dipenjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun. Pasal 338 KUHP menyatakan barang siapa yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam pidana penjara paling lama 15 tahun. Sedangkan Pasal 351 ayat 3 KUHP hukumannya berupa pidana penjara paling lama 7 tahun.

Kini kasus ini telah diserahkan ke Mapolres Jakarta Barat. Sejumlah saksi telah diperiksa untuk mendalami kasus ini. Meski kasus ini sudah jelas pelakunya, namun aksi 'koboi' seperti ini tidak menutup kemungkinan akan terus terjadi selama hukaman kepada para oknum aparat masih lemah. Terlebih jika komitmen para penegak hukum terhadap penegakan hukum (law enforcement) masih rendah. (Rmn/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya