Lembaga penegak hukum Kejaksaan Agung kembali tercoreng karena ulah anggotanya. Salah satu jaksanya terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menerima suap di sebuah hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Jaksa yang ditangkap KPK itu ternyata Kepala Kejaksaan Negeri Praya, NTB bernama Subri. Dia ditangkap di sebuah kamar hotel di Lombok, pada Sabtu 14 Desember 2013 sekitar pukul 19.15 Wita. Bersamanya ikut ditangkap pula seorang perempuan pengusaha berinisial LAR yang diduga menyuap Subri.
Mengetahui jaksanya ditangkap KPK, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mendatang gedung KPK, Jumat (15/12/2013).
KPK menyatakan, penangkapan itu terkait dengan kasus tindak pidana umum pemalsuan sertifikat tanah. LAR diduga menyuap Subri untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang kasusnya ditangani Kajari Praya.
"Penangkapan dilakukan terkait dengan pengurusan perkara tindak pidana umum yang berkaitan pemalsuan dokumen, sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (15/12/2013).
Bambang menuturkan, pimpinan penyidik dan penyelidik telah melakukan ekspose terhadap kasus operasi tangkap tangan tersebut. Dalam ekspose itu disepakati 2 orang yang ditangkap kemarin kasusnya ditingkatkan ke tahap selanjutnya.
"Dan dikeluarkan surat perintah penyidikan terhadap 2 orang yang tertangkap ini," kata Bambang yang didampingi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat.
Dari penangkapan tersebut, KPK menyita setumpuk uang dolar dan rupiah. Sebanyak 164 lembar dolar Amerika Serikat dengan total US$ 16.400 atau setara Rp 196 juta, dan ratusan lembar rupiah dengan berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta. Total barang bukti yang mencapai Rp 219 juta itu disita penyidik KPK dari lokasi penangkapan.
"Barang bukti itu ditemukan di kamar hotel tempat penangkapan," ujar Bambang. Bambang enggan membeberkan apa saja yang terjadi di dalam hotel saat operasi tangkap tangan.
"Benar ditangkap di kamar hotel, tapi apa yang sedang dilakukan sebaiknya tidak untuk konsumsi publik," ujar dia.
Tak butuh waktu lama bagi KPK menahan Kepala Kejaksaan Negeri Praya NTB Subri, dan wanita penyuap dari pihak swasta, LAR. Tak sampai 1x24 jam, KPK memutuskan untuk menahan keduanya.
"Tim KPK telah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Dan berdasarkan pemeriksaan, tim meyakini menemukan bukti permulaan cukup," kata Bambang. Menurut Bambang, dalam pemeriksaan ditemukan ada kegiatan pemberian dan penerimaan suap.
"Terhadap keduanya, statusnya sudah ditingkatkan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut dan ditahan di Rutan KPK," tandasnya.
Subri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a,b pasal 5 ayat 2 dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 diubah UU 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan LAR disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a,b pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kejagung Apresiasi
Kejaksaan memberikan apresisasi kepada KPK atas penangkapan oknum KPK ini. Penangkapan diharapkan dapat menjadi peringatan kepada para jaksa dalam bekerja.
"Kejaksaan selain mengapresiasi tindakan itu, juga untuk internal kejaksaan menjadi peringatan bagi seluruh pegawai kejaksaan," tegas Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat di KPK.
Dia juga menyatakan, penangkapan Subri merupakan kerja sama antara KPK dan kejaksaan dalam meningkatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, khususnya pembenahan oknum jaksa yang masih melakukan pelanggaran.
"Kejaksaan sangat menghormati dan menghargai dan tidak akan mencampuri seluruh tindakan hukum yang akan dilakukan KPK kepada oknum Kejari Praya," kata Adjat.
Adjat Sudrajat menyatakan, kejaksaan akan memberikan sanksi kepegawaian dengan terlebih dahulu membebaskan sementara dari jabatannya selaku Kepala Kejaksaan Negeri Praya.
"Kemudian akan memproses sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dengan sanksi bisa saja pemberhentian dengan tidak hormat," ujarnya.
Penangkapan ini diharapkan menjadi efek jera bagi siapapun, khususnya bagi para jaksa. Apalagi, lanjut dia, Jaksa Agung Basrief Arief berkali-kali mewaspadai jaksa nakal.
"Terlebih Jaksa Agung sudah setiap waktu dan setiap momen menginstruksikan kepada seluruh jajaran kejaksaan untuk selalu menjaga diri, dan menjaga institusi," tambah Adjat,
Adjat juga berharap, kejadian ini tidak terulang kembali di Korps Adhyaksa sebagai bagian dari penegak hukum. Pesan Jaksa Agung, kata Adjat, setiap perilaku aparat kejaksaan tidak saja mempengaruhi citra diri sendiri, tapi juga citra keluarga dan kejaksaan.
Karier Mulus Subri Tersandung
Penangkapan Subri sangat disayangkan Kejagung. Hal ini karena Subri dikenal memiliki rekam jejak yang baik selama mengabdi sebagai jaksa.
"Sejauh yang diketahui track record baik, dalam arti sebelum penangkapan belum pernah terkena hukuman disiplin. Kemudian kinerjanya juga baik," kata Adjat Sudrajat.
sebelum menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Subri bertugas di Kejaksaan Agung sebagai anggota Satgas. Karena kinerjanya cukup baik, Subri akhirnya dipromosikan.
"Setelah pernah di gedung bundar (pidana khusus) sebagai anggota Satgas. Lalu dipromosikan jadi Kepala Bagian Tata Usaha di Jambi," lanjut Adjat.
Karier Subri terus menanjak. Dianggap berprestasi, Subri lalu diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Praya. "Setelah itu baru diangkat menjadi Kajari. Dan, ini pertama kali dia menjadi Kajari," tandasnya.
Kasus Jaksa Ditangkap KPK
Sejumlah jaksa terpaksa dicokok KPK karena diduga menerima suap. Jaksa Kejari Cibinong, Bogor, Jawa Barat Sistoyo tertangkap KPK pada Senin 21 November 2011, waktu menerima uang Rp 99,9 juta yang tersimpan dalam amplop.
Diduga uang itu berasal dari pengusaha Edward dan Anton Bambang yang perkaranya sedang ditangani Sistoyo. Atas perbuatannya, dia divonis 6 tahun penjara.
Pada 11 Februari 2011, KPK menangkap jaksa Dwi Seno Widjanarko dari Kejari Tengerang. Ia ditangkap bersama orang yang diperasnya itu di dalam mobil Daihatsu Terios berlogo Kejaksaan dengan nomor polisi B 1835 VFD. KPK kemudian berhasil menyita uang Rp50 juta dari mobil DSW. Jaksa pemeras itu kemudian divonis 1 tahun 6 bulan.
Kemudian ada Jaksa Ketua Pemeriksa Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) II Urip Tri Gunawan tertangkap tangan KPK pada Maret 2008 karena menerima suap US$ 660 ribu. Urip menerima suap dari pengusaha Syamsul Nursalim yang menunggak dalam kasus BLBI. Atas perbuatannya, dia divonis 20 tahun penjara. (Mvi)
Jaksa yang ditangkap KPK itu ternyata Kepala Kejaksaan Negeri Praya, NTB bernama Subri. Dia ditangkap di sebuah kamar hotel di Lombok, pada Sabtu 14 Desember 2013 sekitar pukul 19.15 Wita. Bersamanya ikut ditangkap pula seorang perempuan pengusaha berinisial LAR yang diduga menyuap Subri.
Mengetahui jaksanya ditangkap KPK, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mendatang gedung KPK, Jumat (15/12/2013).
KPK menyatakan, penangkapan itu terkait dengan kasus tindak pidana umum pemalsuan sertifikat tanah. LAR diduga menyuap Subri untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang kasusnya ditangani Kajari Praya.
"Penangkapan dilakukan terkait dengan pengurusan perkara tindak pidana umum yang berkaitan pemalsuan dokumen, sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (15/12/2013).
Bambang menuturkan, pimpinan penyidik dan penyelidik telah melakukan ekspose terhadap kasus operasi tangkap tangan tersebut. Dalam ekspose itu disepakati 2 orang yang ditangkap kemarin kasusnya ditingkatkan ke tahap selanjutnya.
"Dan dikeluarkan surat perintah penyidikan terhadap 2 orang yang tertangkap ini," kata Bambang yang didampingi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat.
Dari penangkapan tersebut, KPK menyita setumpuk uang dolar dan rupiah. Sebanyak 164 lembar dolar Amerika Serikat dengan total US$ 16.400 atau setara Rp 196 juta, dan ratusan lembar rupiah dengan berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta. Total barang bukti yang mencapai Rp 219 juta itu disita penyidik KPK dari lokasi penangkapan.
"Barang bukti itu ditemukan di kamar hotel tempat penangkapan," ujar Bambang. Bambang enggan membeberkan apa saja yang terjadi di dalam hotel saat operasi tangkap tangan.
"Benar ditangkap di kamar hotel, tapi apa yang sedang dilakukan sebaiknya tidak untuk konsumsi publik," ujar dia.
Tak butuh waktu lama bagi KPK menahan Kepala Kejaksaan Negeri Praya NTB Subri, dan wanita penyuap dari pihak swasta, LAR. Tak sampai 1x24 jam, KPK memutuskan untuk menahan keduanya.
"Tim KPK telah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Dan berdasarkan pemeriksaan, tim meyakini menemukan bukti permulaan cukup," kata Bambang. Menurut Bambang, dalam pemeriksaan ditemukan ada kegiatan pemberian dan penerimaan suap.
"Terhadap keduanya, statusnya sudah ditingkatkan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut dan ditahan di Rutan KPK," tandasnya.
Subri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a,b pasal 5 ayat 2 dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 diubah UU 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan LAR disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a,b pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kejagung Apresiasi
Kejaksaan memberikan apresisasi kepada KPK atas penangkapan oknum KPK ini. Penangkapan diharapkan dapat menjadi peringatan kepada para jaksa dalam bekerja.
"Kejaksaan selain mengapresiasi tindakan itu, juga untuk internal kejaksaan menjadi peringatan bagi seluruh pegawai kejaksaan," tegas Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung Adjat Sudrajat di KPK.
Dia juga menyatakan, penangkapan Subri merupakan kerja sama antara KPK dan kejaksaan dalam meningkatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, khususnya pembenahan oknum jaksa yang masih melakukan pelanggaran.
"Kejaksaan sangat menghormati dan menghargai dan tidak akan mencampuri seluruh tindakan hukum yang akan dilakukan KPK kepada oknum Kejari Praya," kata Adjat.
Adjat Sudrajat menyatakan, kejaksaan akan memberikan sanksi kepegawaian dengan terlebih dahulu membebaskan sementara dari jabatannya selaku Kepala Kejaksaan Negeri Praya.
"Kemudian akan memproses sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dengan sanksi bisa saja pemberhentian dengan tidak hormat," ujarnya.
Penangkapan ini diharapkan menjadi efek jera bagi siapapun, khususnya bagi para jaksa. Apalagi, lanjut dia, Jaksa Agung Basrief Arief berkali-kali mewaspadai jaksa nakal.
"Terlebih Jaksa Agung sudah setiap waktu dan setiap momen menginstruksikan kepada seluruh jajaran kejaksaan untuk selalu menjaga diri, dan menjaga institusi," tambah Adjat,
Adjat juga berharap, kejadian ini tidak terulang kembali di Korps Adhyaksa sebagai bagian dari penegak hukum. Pesan Jaksa Agung, kata Adjat, setiap perilaku aparat kejaksaan tidak saja mempengaruhi citra diri sendiri, tapi juga citra keluarga dan kejaksaan.
Karier Mulus Subri Tersandung
Penangkapan Subri sangat disayangkan Kejagung. Hal ini karena Subri dikenal memiliki rekam jejak yang baik selama mengabdi sebagai jaksa.
"Sejauh yang diketahui track record baik, dalam arti sebelum penangkapan belum pernah terkena hukuman disiplin. Kemudian kinerjanya juga baik," kata Adjat Sudrajat.
sebelum menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Subri bertugas di Kejaksaan Agung sebagai anggota Satgas. Karena kinerjanya cukup baik, Subri akhirnya dipromosikan.
"Setelah pernah di gedung bundar (pidana khusus) sebagai anggota Satgas. Lalu dipromosikan jadi Kepala Bagian Tata Usaha di Jambi," lanjut Adjat.
Karier Subri terus menanjak. Dianggap berprestasi, Subri lalu diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Praya. "Setelah itu baru diangkat menjadi Kajari. Dan, ini pertama kali dia menjadi Kajari," tandasnya.
Kasus Jaksa Ditangkap KPK
Sejumlah jaksa terpaksa dicokok KPK karena diduga menerima suap. Jaksa Kejari Cibinong, Bogor, Jawa Barat Sistoyo tertangkap KPK pada Senin 21 November 2011, waktu menerima uang Rp 99,9 juta yang tersimpan dalam amplop.
Diduga uang itu berasal dari pengusaha Edward dan Anton Bambang yang perkaranya sedang ditangani Sistoyo. Atas perbuatannya, dia divonis 6 tahun penjara.
Pada 11 Februari 2011, KPK menangkap jaksa Dwi Seno Widjanarko dari Kejari Tengerang. Ia ditangkap bersama orang yang diperasnya itu di dalam mobil Daihatsu Terios berlogo Kejaksaan dengan nomor polisi B 1835 VFD. KPK kemudian berhasil menyita uang Rp50 juta dari mobil DSW. Jaksa pemeras itu kemudian divonis 1 tahun 6 bulan.
Kemudian ada Jaksa Ketua Pemeriksa Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) II Urip Tri Gunawan tertangkap tangan KPK pada Maret 2008 karena menerima suap US$ 660 ribu. Urip menerima suap dari pengusaha Syamsul Nursalim yang menunggak dalam kasus BLBI. Atas perbuatannya, dia divonis 20 tahun penjara. (Mvi)