Sulistiyono dibuat kaget sesaat setelah memasuki rumah hunian di Komplek Micella, Sektor 6 GC nomor 10, Cluster Miccelia Summarecon, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten. 2 Bayi berusia 6 bulan tergolek lemah di kasur yang berada di ruang tengah rumah itu. Keduanya demam.
Spontan, Kapolsek Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten yang tak tega itu memerintahkan seorang wanita paruh baya di rumah tersebut untuk memeriksa kondisi para bayi dan memberi mereka obat. Kepada Pak Polisi, wanita yang diketahui sebagai pengasuh bayi-bayi itu menyatakan, mereka telah dibawa ke rumah sakit.
Namun ucapan sang wanita pengasuh hanya sebatas kata. Tak ada bukti yang bisa ditunjukkannya ketika Sulistiyono menodongnya. Akhirnya, 2 bayi itu hanya dilarikan ke sebuah kamar di lantai 2.
Cuplikan kisah sedih para bocah dari rumah yang diketahui sebagai Panti Asuhan Samuel itu tak cuma dialami Sulistiyono, yang kali ini datang dalam penugasannya. Warga sekitar sudah lama mencium keganjilan panti yang dikelola Pendeta Chemuel Watulingas bersama istrinya, Yuni Winata. Suami-istri itu kini dituduh melakukan penganiayaan dan penyiksaan kepada puluhan anak asuhnya.
Endang Ciptomo (42), warga Sektor 6 Blok UG, Gading Serpong mengaku, melihat anak-anak panti asuhan berdiri berjejer di teras rumah itu sekitar pukul 05.00-06.00 WIB. Mereka dimandikan massal.
"Setiap pagi kalau saya lewat lari pagi itu, si bibi pengasuhnya mandiin anak-anak kecil itu di teras. Disiram pake selang, berjejer sampai 10 anak," tutur Endang, Senin (24/2/2014).
Dia juga pernah melihat dari kaca samping lantai dasar rumah, anak-anak itu tidur di ruang tengah dengan beralas kasur lipat. Sepengetahuannya, anak-anak itu juga tak pernah makan dengan layak.
Diusir
Kurus, lusuh, dan tak terurus. Itulah gambaran anak-anak panti. Sejumlah luka juga ditemukan di tubuh mereka. Bekas pukulan, sabetan, bahkan bekas gigitan orang dewasa tertoreh di kulit mereka.
Kisah pilu lainnya dituturkan langsung oleh seorang anak asuhan panti, H (20). Dia mengaku dibawa ke panti oleh kedua orangtuanya yang berasal dari Kalimantan sejak 2001 lalu. Selama kurang lebih belasan tahun H tinggal di panti. Perlakuan kasar dan caci maki dari pemilik panti kerap diterima. Dia juga mengaku, seringkali diusir saat mengeluh ketika diperintah pemilik panti.
Setiap hari H harus puas jika hanya diberi makan dengan menu mi instan dan telur. "Caci maki setiap hari, diomel-omelin juga sering. Saya juga pernah ditempeleng sama pemilik panti," beber H.
Kekerasan demi kekerasan terus dialami hingga dirinya beranjak dewasa. Sampai puncaknya pada Februari 2013. Karena kesal, pemilik panti mengusir H. Beberapa waktu kemudian, sejumlah anak melarikan diri menyusul H. Total sudah 8.
Ada pula bocah penghuni panti lain yang mengaku mengalami pelecehan seksual. Kecurigaan ini dikemukakan salah satu donatur Panti Asuhan Samuel, Deborah. Pengakuan sang donatur dibenarkan Wakil Direktur Divisi Pidana LBH Mawar Sharon, Yuliana Rosalina.
Rosa mengatakan, menurut pengakuan salah satu anak korban pelecehan seksual berinisial I mengaku 4 kali menerima pelecehan seksual dari pemilik panti. "Sementara yang bernisial K ini baru 1 kali, kata mereka yang melakukannya yaitu si pemilik panti asuhan."
Salah satu kuasa hukum dari LBH Mawar Saron, Gading Nainggolan membeberkan, selama berada di panti, anak-anak itu tidak mendapatkan pendidikan alias tak sekolah. Anak-anak panti juga tidak ada yang tahu di mana, kapan, dan mereka lahir. Termasuk juga siapa orangtua mereka.
"Ada donatur yang curiga. Mereka sering menyumbang tapi tidak ada perubahan. (Anak-anak) lesu, tidak terurus, memar di kepala. Habis itu donatur nanya, apa yang terjadi? Di situ banyak kekerasan dan penyimpangan," tutur Gading.
"Bahkan sumbangan tidak disalurkan dengan baik. Mereka (pemilik panti) diduga memperkaya diri sendiri," lanjut Gading.
Hal ini juga diamini salah satu anak panti, Y (13). "Kalau ada yang kasih uang, ayah (Chemuel) sama bunda (istrinya) langsung pergi liburan. Mereka juga ke mal belanja buat mereka sendiri. Kami tidak diajak," ungkap Y.
Y juga mengatakan, barang-barang sumbangan dari donatur kerap kali dijual pemilik panti. Pasangan pemilik panti juga diketahui tak tinggal bersama anak-anak asuhnya di panti asuhan. Keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen mewah miliknya, yang lokasinya tak jauh dari panti asuhan.
Tak berhenti di situ. Diduga nyawa seorang bocah pernah terenggut di panti itu. Hal ini diungkapkan pimpinan Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Hotma Sitompoel yang mendapatkan informasi tersebut dari warga.
"Ada 2 orang yang melahirkan di situ. Ada salah satu bayi yang dibiarkan begitu saja setelah lahir hingga akhirnya meninggal dan tidak tahu penyebabnya," ujar Hotma.Â
Diselamatkan
Derita itu akhirnya dapat terhenti sejenak. Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait turun tangan. Dia membawa pulang 12 anak panti yang tengah mengalami sakit.
"Ada 12 anak di bawah umur yang kami amankan, 2 di antaranya masih bayi dan sedang sakit, badannya panas. Kami bawa ke rumah sakit terdekat dulu," ujar Arist Merdeka Sirait.
Sementara 7 anak lain yang kabur juga telah menjalani visum oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Pimpinan LBH Mawar Sharon, Hotma Sitompoel pun siap berhadapan dengan Pendeta Chemuel di meja hijau. Laporan mengenai kasus ini telah diajukan ke kepolisian pada 11 Februari 2014.
"Silakan saja dia membantah, itu hak dia. Kita laporkan hal tersebut ke polisi. Tinggal kita ketemu di persidangan," ucap Hotma.
Bantah
Baca juga:
Spontan, Kapolsek Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten yang tak tega itu memerintahkan seorang wanita paruh baya di rumah tersebut untuk memeriksa kondisi para bayi dan memberi mereka obat. Kepada Pak Polisi, wanita yang diketahui sebagai pengasuh bayi-bayi itu menyatakan, mereka telah dibawa ke rumah sakit.
Namun ucapan sang wanita pengasuh hanya sebatas kata. Tak ada bukti yang bisa ditunjukkannya ketika Sulistiyono menodongnya. Akhirnya, 2 bayi itu hanya dilarikan ke sebuah kamar di lantai 2.
Cuplikan kisah sedih para bocah dari rumah yang diketahui sebagai Panti Asuhan Samuel itu tak cuma dialami Sulistiyono, yang kali ini datang dalam penugasannya. Warga sekitar sudah lama mencium keganjilan panti yang dikelola Pendeta Chemuel Watulingas bersama istrinya, Yuni Winata. Suami-istri itu kini dituduh melakukan penganiayaan dan penyiksaan kepada puluhan anak asuhnya.
Endang Ciptomo (42), warga Sektor 6 Blok UG, Gading Serpong mengaku, melihat anak-anak panti asuhan berdiri berjejer di teras rumah itu sekitar pukul 05.00-06.00 WIB. Mereka dimandikan massal.
"Setiap pagi kalau saya lewat lari pagi itu, si bibi pengasuhnya mandiin anak-anak kecil itu di teras. Disiram pake selang, berjejer sampai 10 anak," tutur Endang, Senin (24/2/2014).
Dia juga pernah melihat dari kaca samping lantai dasar rumah, anak-anak itu tidur di ruang tengah dengan beralas kasur lipat. Sepengetahuannya, anak-anak itu juga tak pernah makan dengan layak.
Diusir
Kurus, lusuh, dan tak terurus. Itulah gambaran anak-anak panti. Sejumlah luka juga ditemukan di tubuh mereka. Bekas pukulan, sabetan, bahkan bekas gigitan orang dewasa tertoreh di kulit mereka.
Kisah pilu lainnya dituturkan langsung oleh seorang anak asuhan panti, H (20). Dia mengaku dibawa ke panti oleh kedua orangtuanya yang berasal dari Kalimantan sejak 2001 lalu. Selama kurang lebih belasan tahun H tinggal di panti. Perlakuan kasar dan caci maki dari pemilik panti kerap diterima. Dia juga mengaku, seringkali diusir saat mengeluh ketika diperintah pemilik panti.
Setiap hari H harus puas jika hanya diberi makan dengan menu mi instan dan telur. "Caci maki setiap hari, diomel-omelin juga sering. Saya juga pernah ditempeleng sama pemilik panti," beber H.
Kekerasan demi kekerasan terus dialami hingga dirinya beranjak dewasa. Sampai puncaknya pada Februari 2013. Karena kesal, pemilik panti mengusir H. Beberapa waktu kemudian, sejumlah anak melarikan diri menyusul H. Total sudah 8.
Ada pula bocah penghuni panti lain yang mengaku mengalami pelecehan seksual. Kecurigaan ini dikemukakan salah satu donatur Panti Asuhan Samuel, Deborah. Pengakuan sang donatur dibenarkan Wakil Direktur Divisi Pidana LBH Mawar Sharon, Yuliana Rosalina.
Rosa mengatakan, menurut pengakuan salah satu anak korban pelecehan seksual berinisial I mengaku 4 kali menerima pelecehan seksual dari pemilik panti. "Sementara yang bernisial K ini baru 1 kali, kata mereka yang melakukannya yaitu si pemilik panti asuhan."
Salah satu kuasa hukum dari LBH Mawar Saron, Gading Nainggolan membeberkan, selama berada di panti, anak-anak itu tidak mendapatkan pendidikan alias tak sekolah. Anak-anak panti juga tidak ada yang tahu di mana, kapan, dan mereka lahir. Termasuk juga siapa orangtua mereka.
"Ada donatur yang curiga. Mereka sering menyumbang tapi tidak ada perubahan. (Anak-anak) lesu, tidak terurus, memar di kepala. Habis itu donatur nanya, apa yang terjadi? Di situ banyak kekerasan dan penyimpangan," tutur Gading.
"Bahkan sumbangan tidak disalurkan dengan baik. Mereka (pemilik panti) diduga memperkaya diri sendiri," lanjut Gading.
Hal ini juga diamini salah satu anak panti, Y (13). "Kalau ada yang kasih uang, ayah (Chemuel) sama bunda (istrinya) langsung pergi liburan. Mereka juga ke mal belanja buat mereka sendiri. Kami tidak diajak," ungkap Y.
Y juga mengatakan, barang-barang sumbangan dari donatur kerap kali dijual pemilik panti. Pasangan pemilik panti juga diketahui tak tinggal bersama anak-anak asuhnya di panti asuhan. Keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen mewah miliknya, yang lokasinya tak jauh dari panti asuhan.
Tak berhenti di situ. Diduga nyawa seorang bocah pernah terenggut di panti itu. Hal ini diungkapkan pimpinan Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Hotma Sitompoel yang mendapatkan informasi tersebut dari warga.
"Ada 2 orang yang melahirkan di situ. Ada salah satu bayi yang dibiarkan begitu saja setelah lahir hingga akhirnya meninggal dan tidak tahu penyebabnya," ujar Hotma.Â
Diselamatkan
Derita itu akhirnya dapat terhenti sejenak. Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait turun tangan. Dia membawa pulang 12 anak panti yang tengah mengalami sakit.
"Ada 12 anak di bawah umur yang kami amankan, 2 di antaranya masih bayi dan sedang sakit, badannya panas. Kami bawa ke rumah sakit terdekat dulu," ujar Arist Merdeka Sirait.
Sementara 7 anak lain yang kabur juga telah menjalani visum oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Pimpinan LBH Mawar Sharon, Hotma Sitompoel pun siap berhadapan dengan Pendeta Chemuel di meja hijau. Laporan mengenai kasus ini telah diajukan ke kepolisian pada 11 Februari 2014.
"Silakan saja dia membantah, itu hak dia. Kita laporkan hal tersebut ke polisi. Tinggal kita ketemu di persidangan," ucap Hotma.
Bantah
Pemilik dan pengelola Panti Asuhan Samuel, Pendeta Chemuel Watulingas menepis semua tudingan dari LBH Mawar Sharon. Chemuel membantah adanya penyiksaan, apalagi mengakibatkan anak panti yang meninggal dunia.
"Penganiayaan dari mana? LBH Mawar Sharon pernah datang ke sini secara tiba-tiba. Mana buktinya? Kalau terbukti, saya Pendeta Chemuel siap dipenjara," jelas Pendeta Chemuel saat dihubungi Liputan6.com. (Ndy/Tnt)Baca juga:
Geger Panti `Penyiksaan` di Gading Serpong
Pembantu `Disekap`, Sang Jenderal Menjawab
Advertisement
Kisah 16 PRT Dalam `Sangkar` Istri Jenderal