Penelitian: Olahraga Teratur Dapat Kurangi Risiko Terkena Covid yang Parah

Pasien Covid yang rutin berolahraga sebelum sakit adalah yang paling sedikit kemungkinannya akan dirawat di rumah sakit, di ICU, dan meninggal akibat penyakit mereka.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Apr 2021, 22:26 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2021, 12:25 WIB
Rutin Berolahraga
Ilustrasi Berolahraga Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Penelitian telah lama menunjukkan bahwa olahraga teratur memiliki banyak manfaat kesehatan seperti membantu mencegah tekanan darah tinggi dan diabetes tipe 2.

Mengutip dari CNBC, Sabtu (24/04/2021), kini para peneliti mengatakan aktivitas rutin dapat membantu melindungi dari rawat inap terhadap Covid yang parah.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam British Journal of Sports Medicine, para peneliti dan dokter di Kaiser Permanente Fontana Medical Center di California Selatan, Universitas California, San Diego, dan institusi lain menemukan bahwa pasien Covid yang rutin berolahraga sebelum sakit adalah yang paling sedikit kemungkinannya akan dirawat di rumah sakit, dirawat di ICU, dan meninggal akibat penyakit mereka.

Studi tersebut mengamati data dari hampir 50.000 pasien dewasa di California yang didiagnosis dengan Covid-19 dari Januari 2020 hingga akhir Oktober 2020.

Untuk mengukur tingkat aktivitas, peneliti meminta setiap pasien untuk melaporkan sendiri berapa menit mereka berolahraga setiap minggu. 

Setelah menganalisis aktivitas fisik mingguan mereka dengan respons Covid-19, para peneliti menemukan bahwa pasien yang secara konsisten tidak aktif (kurang dari 10 menit seminggu) memiliki risiko lebih besar untuk dirawat di rumah sakit, dirawat di ICU, dan meninggal daripada mereka yang berolahraga lebih dari 150 menit seminggu.

“Bahkan setelah kami mengontrol variabel seperti obesitas dan merokok dalam analisis, kami masih melihat ketidakaktifan sangat terkait dengan kemungkinan rawat inap, masuk ICU, dan kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas fisik sedang atau aktivitas apapun,” jelas Dr. Robert E, Sallis, seorang dokter keluarga dan olahraga di Kaiser Permanente Fontana Medical Center, yang melakukan penelitian tersebut.

Pilihan jenis olahraga

FOTO: Tingkatkan Imunitas, Warga Kian Gemar Berolahraga
Warga melakukan aktivitas olahraga dengan berlari kecil di kawasan Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (17/12/2020). Dengan berolahraga secara teratur diperlukan untuk menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan imunitas serta mencegah sakit. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Terkait apa jenis olahraganya, Sallis menyarankan untuk mengikuti Pedoman Aktivitas Fisik A.S atau U.S. Physical Activity Guidelines.

"Orang dewasa harus melakukan setidaknya 150 menit dan hingga 300 menit dalam seminggu aktivitas fisik intensitas sedang, atau 75 menit hingga 150 menit seminggu aktivitas fisik aerobik intensitas tinggi," kata Sallis.

Tetapi Sallis menambahkan bahwa bahkan tingkat olahraga yang direkomendasikan dasar, "seperti berjalan kaki 30 menit sehari, lima hari seminggu sudah cukup untuk membantu tubuh Anda melawan berbagai penyakit, termasuk Covid-19."

Peneliti dari studi tersebut merekomendasikan upaya untuk mempromosikan aktivitas fisik yang diprioritaskan oleh badan kesehatan masyarakat dan dimasukkan ke dalam perawatan medis rutin.

Studi lain juga mengatakan hal serupa. Dalam studi yang diterbitkan oleh National Institutes of Health pada bulan Juni mengaitkan olahraga teratur dengan peningkatan respons sistem kekebalan yang dapat berfungsi sebagai alat dalam membantu melawan Covid-19, kata para peneliti.

Namun intensitas olahraga bisa menjadi masalah, menurut penelitian lain yang diterbitkan pada bulan Maret, yang menemukan bahwa pejalan kaki lambat hampir empat kali lebih mungkin meninggal karena Covid daripada pejalan cepat. Studi tersebut mengamati lebih dari 400.000 orang dewasa paruh baya di Inggris Raya.

“Kami sudah tahu bahwa obesitas dan kelemahan adalah faktor risiko utama untuk hasil COVID-19. Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa pejalan lambat memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk tertular hasil COVID-19 yang parah, terlepas dari berat badan mereka," kata ketua peneliti dan profesor aktivitas fisik dan perilaku menetap di Universitas Leicester Tom Yates dalam sebuah jumpa pers.

Reporter: Priscilla Dewi Kirana

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya