[OPINI] Tapera, Harapan Baru Rakyat untuk Miliki Rumah

Tapera akan menjembatani gap keterjangkauan upaya kepemilikan rumah.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Mar 2016, 18:44 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2016, 18:44 WIB
Opini Ignesjz Kemalawarta
Ignesjz Kemalawarta (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang (UU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 pada Selasa 23 Februari 2016. Tujuan disahkannya UU ini adalah untuk mempercepat masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah. 

Dengan disahkannya UU ini, setiap pekerja baik karyawan swasta maupun pegawai negeri sipil (PNS) diwajibkan membayar iuran Tapera.

Dilihat dari sisi perundangan, Tapera lahir dari amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menyatakan dibentuk Tabungan Perumahan serta konsideran lainnya seperti pemenuhan kebutuhan rumah di UUD 45 Pasal 28 H, Pasal 54 ayat 3, Pasal 118-128, Pasal 143 UU Nomor 1 Tahun 2011.

Kenapa Tapera Dibentuk?

Selama ini terjadi "gap keterjangkauan". Kebutuhan rumah sangat besar, tapi keterjangkauan sangat rendah dipicu karena biaya dana untuk kepemilikan rumah tinggi, bersumber dari dana jangka pendek berbiaya tinggi.

Tapera dibentuk dengan sebuah tujuan mulia yaitu mengalokasikan dana jangka panjang berbiaya rendah yang selama ini menjadi momok pemilikan rumah. Karena meskipun potensi permintaan besar namun terhalang oleh keterjangkauan yang sangat rendah.

Inilah yang akan dijangkau dengan perantara penyelenggaraan Tapera. Tapera akan menjembatani gap keterjangkauan upaya kepemilikan rumah, dan fokus Tapera adalah pada rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang backlog-nya sangat tinggi sekali yaitu di atas 13 juta unit.

Mengapa Disebut Program Gotong Royong?

Tapera merupakan sebuah upaya gotong royong, dalam arti semua pekerja dan pemberi kerja menyetorkan tabungannya dan kemudian digunakan untuk membantu pengadaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dana yang terakumulasi sangat  besar dan sangat dapat membantu masyarakat, khususnya kelas menengah bawah yang selama ini tidak memiliki akses ke pembiayaan dengan adanya Tapera akan sangat terbantu.

Gotong royongnya dilaksanakan dengan pencampuran sumber dana dari semua golongan pekerja, di mana golongan yang tidak membutuhkan rumah (di atas penghasilan MBR ataupun memang sudah memiliki serta tidak membutuhkan rumah lagi), nantinya akan mendapat uang pensiun dari tabungannya ditambah kompensasi simpanan.

Ini sangat fair dan setahu kami dilaksanakan juga di Singapura dengan CPF, Malaysia dengan EPF, dan beberapa negara lain. Jadi tabungan akan kembali ke pemiliknya, baik dalam bentuk bantuan pemilikan rumah terjangkau ataupun tabungan dana pensiun.

Hampir semua negara menanamkan prinsip kalau ingin memiliki rumah harus ada upaya menabung. Berbeda dengan Singapura, Tiongkok, Malaysia, negara-negara seperti Prancis, Jerman tidak mewajibkan namun dengan tabungan yang ada semakin lama semakin mudah memiliki rumah.

Manfaat Program Tapera:

1. Tersedia dana murah berjangka panjang yang akan sangat membantu  upaya pemilikan rumah, khususnya MBR khususnya dalam mengisi gap keterjangkauan.

Secara teknis  dapat ditempuh beberapa cara seperti bantuan uang muka, memperkecil lagi bunga FLPP yang sekarang 5 persen per tahun, membantu penyediaan tanah perumahan MBR dan lain lain.

Tidak mustahil pola saat ini: 1, 5, 20 (1 persen uang muka, 5 persen bunga kredit dan 20 tahun tenor pinjaman) dapat memperkecil lagi uang muka dan bunga kredit bagi MBR.

Memang ada upaya menabung wajib bagi pekerja dan pemberi kerja yang menambah beban, namun dengan berjalannya Program Tapera akan memudahkan upaya pemilikan rumah terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

2. Bergeraknya industri konstruksi akibat peningkatan pembangunan perumahan, lapangan kerja, pemasukan pajak pajak, serta multiplier effect yang terjadi akan sangat luar biasa berdampak terhadap perekonomian negara.

3. Dengan kepastian memiliki rumah pekerja akan tenang bekerja dan dapat fokus pada peningkatan produktivitas kerja, tidak perlu memikirkan kontrak rumah, tinggal di mertua dan lain lain, sehingga meningkatkan produktivitas dan muncul rasa berterima kasih kepada  negara karena negara telah memfasilitasi keterjangkauannya dalam upaya memiliki rumah.

Keringanan Iuran

Untuk dapat memberi keringanan bagi pemberi kerja dan pekerja, dapat diusulkan alternatif-alternatif sebagai berikut:

1. Penerapan bertahap besarnya peran serta pemberi kerja maupun pekerja, misalnya mulai dari 0,2 persen dulu untuk pemberi kerja dan 1 persen dulu bagi pekerja selama beberapa tahun, menjadi angka yang akan disepakati kemudian (misalnya menjadi 0,5 persen pemberi kerja dan 2 persen Pekerja atau kesepakatan lain). Intinya kecil dulu agar terbiasa menabung.  

2. Pengembalian dana pensiun untuk para pekerja yang tidak menggunakan dananya untuk pembelian rumah MBR, disertai dengan pengembalian setoran perusahaan dan imbalan bunga tertentu yang wajar.

Sehingga setoran perusahaan akan kembali bersamaan dengan pengembalian dana pensiun bagi peserta yang tidak membutuhkan rumah, di saat yang sama muncul pekerja baru.

3. Pengenaan "tax dexductible" untuk beban setoran Tapera perusahaan dan pengurangan pada perhitungan PPh 21 pekerja.

Kompensasinya adalah terbangunnya berlipat ganda perumahan yang mengakibatkan setoran pajak akibat multiplier effect, sampai munculnya kebutuhan masa penghunian seperti sekolah, restoran, rumah sakit, bank dan lain-lain akibat pembangunan rumah dalam jumlah besar yang menghasilkan penerimaan pajak-pajak lain ke pemerintah

Tapera memilik perbedaan dengan alokasi program perumahan lainnya. Tapera langsung menukik ke pemenuhan kebutuhan rumah secara massif, khususnya dalam rangka upaya pengurangan backlog perumahan dengan penyediaan dana murah berjangka panjang.

Usulan Perbaikan Materi UU Tapera

Terhadap materi UU Tapera kami mengusulkan beberapa perbaikan seperti:

1. Pada dasarnya pemilik dana Tapera adalah pekerja dan pemberi kerja, penyertaan pemberi kerja dan pekerja sebagai perwakilan Badan Pengelola Tapera karena pemilik dana adalah pekerja dan pemberi kerja.

Saat ini Badan pengelola nyaris seluruhnya pemerintah dan tidak secara tegas menyatakan adanya perwakilan dari pemberi kerja dan pekerja sebagai pemilik dana.

2. Kalau memungkinkan, sisi supply dilibatkan di pengelola seperti asosiasi perbankan, asosiasi pengembang, Perumnas sehingga dapat dilakukan kontrol yang menyeluruh dan sinkronisasi permintaan (yang akan membesar karena dukungan keterjangkauan sudah diatasi) dengan sisi pasokan.

3. Pengelolaan dana berorientasi mendayagunakan efisiensi dana yang ada tanpa mengarah ke komersialisasi dana dengan investasi melalui manajemen investasi pada saat ini.

Tujuan utama mengatasi backlog, kalau backlog sudah 80 persen-90 persen teratasi baru layak dilakukan pendayagunaan dana untuk tujuan investasi dan hasilnya untuk mengatasi kebutuhan perumahan sektor yang belum terjamah.

4. Badan Pengelola diberi mandat sekaligus regulator, pengelola dana, dan pengawasan. Seharusnya perlu ada Badan Pengawas Tapera terpisah dari badan pengelola.

5. Masalah perumahan memiliki beberapa sudut permasalahan (pertanahan, bahan bangunan, pembiayaan, perizinan, penyediaan listrik dll) yang memang harus ditangani satu per satu secara tuntas, guna mengatasi setiap sudut permasalahan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya