Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terletak di jalur cincin api (ring of fire). Terdapat lebih dari 500 gunung berapi dan 128 di antaranya aktif. Tak heran apabila Indonesia memiliki potensi tinggi akan risiko bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tsunami, dan lainnya.
Beberapa saat lalu kita dikejutkan oleh bencana gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Disusul erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, dan gempa di sejumlah daerah di Indonesia.
Baca Juga
Masalah penanganan bencana menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk melakukan mitigasi bencana yang tujuannya menghindarkan masyarakat dari bencana, baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya bahaya maupun mengatasi kerentanan.
Advertisement
Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana. Pertama, fase mitigasi. Upaya memperkecil dampak negatif bencana. Kedua, fase preparedness, perencanaan dalam tanggap bencana. Ketiga, fase respon, yaitu upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Keempat, fase recovery yang merupakan upaya untuk mengembalikan masyarakat ke kondisi normal.
Logistik berperan penting dalam setiap fase penanggulangan bencana. Apa sebenarna yang dimaksud logistik?
Logistik merupakan bagian dalam manajemen rantai pasokan yang termasuk di dalamnya perencanaan, implementasi, pengendalian agar lebih efisien, pengaturan arus forward dan reserve menjadi efektif, dan penyimpanan barang, jasa, maupun informasi yang berhubungan antara titik asal dan konsumsi supaya dapat memenuhi keinginan konsumen (Lambert, 2014).
Manajemen logistik dibutuhkan secara efektif agar dapat menanggulangi dampak bencana secara cepat dan tepat. Sistem logistik yang efektif sangat penting untuk memberikan bantuan darurat, mengirimkan pasokan yang tepat, dalam kondisi baik dan jumlah yang diminta, di tempat yang tepat pada saat dibutuhkan.
Logistik dalam penanggulangan bencana sering disebut dengan logistik kemanusiaan atau humanitarian logistics. Logistik kemanusiaan adalah bagian dari rantai pasokan dan melibatkan proses dan sistem yang terlibat untuk memobilisasi orang, sumber daya, keterampilan, dan pengetahuan untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada orang yang membutuhkan.
Ini termasuk penilaian, pengadaan, transportasi, pelacakan, bea cukai, transportasi lokal, pergudangan dan distribusi akhir. Keamanan dan komunikasi juga penting dalam program logistik secara keseluruhan, meskipun seringkali dikelola oleh ahli atau kepakaran yang lain.
Untuk mengoptimalkan kinerja logistik kemanusiaan, maka dibutuhkan suatu integrasi logistik. Hal ini dilakukan untuk mengoordinasikan aktivitas-aktivitas logistik sehingga dapat meningkatkan performa setiap aktor logistik. Output dari integrasi ini dapat berwujud performa seperti penurunan biaya, pemanfaatan sumber daya, dan peningkatan kecepatan.
Integrasi Logistik
Berikut ini beberapa aspek penting untuk membentuk integrasi logistik bencana di Indonesia:
1. Kolaborasi Pentahelix
Kolaborasi pentahelix atau multipihak menggabungkan pemerintah, masyarakat/komunitas, media, akademisi, dan badan usaha sebagai usaha untuk mengatasi masalah. Juga untuk mengembangkan program yang melibatkan lintas sektor untuk saling berbagi peran. Titik fokus dari pentahelix adalah kolaborasi antara pemerintah, pemangku kepentingan, hingga masyarakat.
Dalam skema pentahelix, untuk menjalankan kolaborasi antarpihak maka pemerintah berfungsi selaku regulator. Pemerintah juga berperan sebagai pengontrol yang berwenang atas peraturan, serta bertanggung jawab sebagai koordinator bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk BNPB dan BPBD.
Sementara itu, masyarakat berfungsi selaku akselerator yang mengenali serta menghindari ancaman bencana yang tiba di dekat area mereka. Selain itu, masyarakat harus siap siaga di lingkungan tempat tinggalnya, mulai dari tingkat RT hingga kota.
Fungsi media adalah pengganda dalam membagikan data kebencanaan, mengedukasi, menginformasikan risiko serta upaya mitigasi kala bencana tiba, dan meluruskan hoax yang tersebar.
Dalam konsep pentahelix, akademisi berfungsi selaku konseptor serta inovator yang melaksanakan riset, pengelolaan identifikasi kemampuan, serta kesempatan pengembangan.
Sedangkan dunia usaha berfungsi sebagai penyokong untuk menggapai tujuan bisnis, menciptakan nilai tambah, serta mempertahankan perkembangan berkelanjutan. Dunia usaha pula yang menentukan standar untuk menghindari terjadinya bencana, membagikan dorongan CSR, dan peningkatan ekonomi dengan senantiasa mencermati ancaman bencana sekitar.
Sebuah penelitian mengonfirmasi pentingnya standardisasi, yaitu pemetaan area dan fungsi yang harus distandarisasi terlebih dahulu. Cara ini dapat meningkatkan kerja sama antar pelaku kemanusiaan yang berbeda, memungkinkan penyediaan layanan yang lebih baik bagi penerima manfaat. Selain itu, dampak negatif seperti dampak lokalisasi yang harus diatasi juga bisa dipetakan dari awal.
Implikasi sosial tidak memiliki dampak sosial langsung, namun mereka merangsang penelitian dan kerja di antara para praktisi tentang standardisasi, yang dapat meningkatkan kerja sama antara para pegiat kemanusiaan, sehingga memungkinkan respons kemanusiaan yang lebih baik dalam keadaan darurat.
2. Hub Daerah Rawan Bencana
Dalam hal ini, titik-titik evakuasi berdasarkan peta bencana difungsikan sebagai distribution center atau pusat distribusi. Kedatangan bencana tidak bisa diprediksi (dapat dianalogikan sebagai uncertainty demand), namun setidaknya rancangan berupa rantai pasokan terdekat, rute, akses, hingga stok barang yang akan didistribusikan dalam mitigasi bencana sudah disiapkan.
3. Teknologi
Beberapa teknologi dalam logistik dapat digunakan untuk mempermudah distribusi atau pengiriman barang dalam mitigasi bencana. Misalnya penggunaan drone, yang dapat digunakan untuk memetakan kondisi terkini dan mitigasi di lokasi bencana. Pemantauan akibat bencana bisa dilakukan dari jarak jauh sehingga dapat mengeliminasi kesulitan akses di daerah bencana.
Selain itu, distribusi barang untuk mitigasi bencana dapat dikendalikan melalui sistem informasi logistik kemanusiaan serta dapat menerapkan teknologi blockchain. Teknologi blockchain menjamin transparansi dan keakuratan informasi, sehingga dapat dilakukan pelacakan barang yang didistribusikan. Adanya penggunaan sistem informasi dan teknologi blockchain dlaam mitigasi bencana akan mendukung distribusi barang secara tepat sasaran, cepat, serta akurat.
4. Meningkatkan Budaya Sadar Bencana
Budaya sadar bencana di tengah masyarakat wajib terus didorong lewat koordinasi yang solid antarlembaga mulai dari pihak kelurahan, kelompok masyarakat, media, organisasi masyarakat (ormas). Mereka bersama-sama terus mengkampanyekan budaya sadar bencana tersebut selaku upaya bimbingan serta literasi kebencanaan terhadap warga.
Dengan adanya kesadaran terhadap bencana, diharapkan saat terjadi bencana, masyarakat telah siap mengatasi ataupun melaksanakan pertolongan yang telah mereka pahami. Artinya, masyarakat memiliki kewaspadaan terhadap lingkungan serta risiko dari bencana.
Penulis: Resista Vikaliana / Dosen Teknik Logistik Universitas Pertamina
Advertisement