OPINI: Apa yang Diperlukan untuk Wujudkan Smart Manufacturing di Asia Pasifik?

Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, banyak pemanufaktur di Asia Pasifik berharap bisa memanfaatkan smart manufacturing atau proses manufaktur cerdas.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Feb 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2023, 19:00 WIB
Steve Long, Corporate Vice President & General Manager-Asia Pacific & Japan, Intel Corporation
Steve Long, Corporate Vice President & General Manager-Asia Pacific & Japan, Intel Corporation. Liputan6.com/Abdillah

Liputan6.com, Jakarta - Selama beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan kebangkitan Asia Pasifik melalui kemampuan manufakturnya, yang didorong oleh keunggulan di sisi tenaga kerja, ekonomi, dan regulasi. Namun, raksasa manufaktur dunia tersebut kini berada di 'titik infleksi' yang kritis.

Ekspektasi pelanggan yang terus berubah dan tuntutan agar produk atau layanan bisa hadir di pasar dengan lebih cepat, ditambah dengan inflasi yang melonjak, gangguan di rantai pasokan, dan pekerjaan yang menumpuk di bagian produksi telah memberikan tekanan pada kemampuan produksi kawasan ini.

Para pemanufaktur tidak saja ditantang untuk bisa memenuhi ekspektasi tersebut, tapi juga ada tekanan besar untuk melakukan perubahan ketika para pemanufaktur baru muncul dengan peralatan dan teknologi terbaru.

Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, banyak pemanufaktur di Asia Pasifik berharap bisa memanfaatkan "smart manufacturing" atau proses manufaktur cerdas, yakni konsep yang mengintegrasikan teknologi, data, proses, dan interaksi manusia untuk meningkatkan hasil produksi.

Di Indonesia, pemerintah bahkan telah membentuk ekosistem Industry 4.0 yang disebut SINDI 4.0 untuk membangun sinergi, koordinasi, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dan pelaku industri dalam penerapan teknologi pintar ke sektor manufaktur.

Namun, ada dua hambatan utama. Pertama, banyak pemanufaktur berasumsi bahwa mereka telah mewujudkan smart manufacturing dengan menerapkan teknologi-teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) atau analitik data, sedikit demi sedikit, sehingga manfaatnya terbatas pada area produksi, bukannya menghubungkan teknologi-teknologi tersebut ke rantai nilai bisnis yang lebih luas.

Kedua, banyak juga yang ragu-ragu untuk menggunakan teknologi-teknologi baru karena kekhawatiran akan pertimbangan interoperabilitas antar sistem, investasi modal yang besar, dan ketidakmampuan untuk melakukan peningkatan kapasitas.

Tantangan utama yang berkontribusi pada hambatan-hambatan ini adalah manajemen dan integrasi "data" dan "proses".

Organisasi-organisasi jangan sekadar menambahkan teknologi baru, tapi juga harus mewujudkan konvergensi yang sesungguhnya antara pabrik (atau teknologi operasional) mereka dengan perusahaan (atau teknologi informasi) mereka, menjalankan pabrik dengan dikendalikan software, serta memantau operasional, alur kerja, dan interaksi manusia secara holistik dengan konteks bisnis yang lebih luas.

Mewujudkan Konvergensi Antara Teknologi Operasional (TO) dan Teknologi Informasi (IT)

Secara tradisional, TO dan TI telah beroperasi secara terpisah. OT itu seperti mesin dan peralatan di pabrik-pabrik tidak terkoneksi atau pun saling berhubungan. Mereka seringkali merupakan sistem tertutup (proprietary yang dibagi-bagi berdasarkan jenis industri yang bekerja secara terpisah-pisah (in silos).

Dalam sebagian besar kasus, operator manusia diharuskan untuk memantau dan mengelola pemrograman dan operasional fisik dari setiap peralatan karena kurangnya standar umum pada mesin-mesin itu.

Misalnya pabrik mobil, di mana jalur perakitan umum tidak mengetahui apa yang terjadi di stasiun pengelasan yang bekerja sebelum mereka. Keduanya tidak memiliki "bahasa" yang sama untuk "berbicara" satu sama lain.

Sekarang, berkat kecanggihan Internet of Things (IoT), komunikasi mesin-ke-mesin, dan analitik data, dunia TO dan TI akhirnya bertemu. TI dari perspektif perusahaan mengatasi masalah informasi yang terpecah-pecah pada TO dengan berbagi dan memproses pertukaran data di seluruh area manufaktur sehingga bisa menghasilkan produktivitas, otomatisasi, dan alur kerja yang lebih baik.

Meskipun fakta bahwa beberapa pemanufaktur menerapkan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas pabrik mereka merupakan sebuah awal yang baik, banyak dari mereka yang berhenti pada tahap ini tanpa meraih manfaat penuh dari konvergensi TO-TI yang dapat menjangkau seluruh area manufaktur.

Mereka mengabaikan dampak utama pada profit and loss (P&L) dari perspektif bisnis, baik dari contoh kasus bisnis seperti return on assets (ROA), kualitas atau pengoptimalan imbal hasil, serta pengoptimalan produksi.

Untuk mewujudkan konvergensi TO-TI yang sesungguhnya, diperlukan integrasi lebih lanjut dari data manufaktur dari teknologi-teknologi ini dengan business intelligence seperti enterprise-resource planning (ERP) atau sistem manajemen rantai pasokan, yang selanjutnya memengaruhi pengambilan keputusan di luar pabrik, baik itu di manajemen pemasok, akunting, atau ketaatan pada peraturan (compliance).

Teknologi-teknologi baru dan interoperabilitas mesin hanyalah fase awal menuju smart manufacturing. Langkah-langkah selanjutnya akan menjadi pembeda, yang akan menghubungkan pabrik dengan bisnis sebagai satu kesatuan yang kohesif dan benar-benar menciptakan keunggulan kompetitif.

 

Proses Manufaktur yang Diatur Software

Fasilitas manufaktur tradisional telah lama diatur oleh hardware (hardware defined), dengan masing-masing peralatan dirancang untuk satu tugas repetitif. Untuk membuat perubahan dibutuhkan modal dalam jumlah besar untuk melakukan upgrade di pabrik. Di sinilah pabrik yang diatur oleh software (software-defined) hadir.

Fasilitas manufaktur yang diatur oleh software berarti bahwa software dapat mengonfigurasi, memantau, dan mengelola mesin-mesin beserta seluruh proses di seluruh area pabrik. Ini memungkinkan pemanufaktur untuk lebih memanfaatkan hardware yang ada dan memungkinkan satu hardware memiliki banyak fungsi atau menjadi poros bagi fungsi-fungsi lain.

Contohnya satu smartphone telah menggantikan fungsi ponsel, kamera, dan GPS dalam satu perangkat tunggal. Hal yang sama kini terjadi di dunia manufaktur, di mana pemanufaktur dapat mengoperasikan pabrik mereka seperti sistem TI.

Hal ini bisa meningkatkan fleksibilitas dan pemrograman yang lebih cepat untuk masing-masing mesin dan seluruh proses produksi hanya melalui satu interface.

Pemanufaktur juga dapat memvirtualisasikan mesin fisik untuk membuat kembaran digitalnya (digital twins) di lingkungan on premise atau cloud untuk mensimulasikan bagaimana sebuah peningkatan akan berdampak pada lini produksi.

Dengan AI dan machine learning di seluruh sisi proses manufaktur data dapat dianalisis lebih dekat ke tempat di mana data tersebut dikumpulkan, dan penyesuaian dapat dilakukan hampir secara real time untuk mengoptimalkan operasional.

Namun, satu hal yang diabaikan oleh banyak pemanufaktur adalah bahwa proses manufaktur yang diatur oleh software memungkinkan Anda untuk melakukan update dan upgrade secara konstan.

Oleh karena itu, pemanufaktur tidak boleh berhenti mengeksplorasi teknologi, alur kerja, dan proses baru setelah upgrade dilakukan. Eksperimen dan penyesuaian berkelanjutan pada fasilitas-fasilitas tersebut akan memberikan benefit jangka panjang bagi bisnis pemanufaktur.

 

Membangun Arsitektur untuk Masa Depan Smart Manufacturing

Untuk mewujudkan masa depan smart manufacturing, penting untuk memiliki arsitektur dasar yang menyederhanakan konvergensi TO-TI dan memungkinkan pabrik yang diatur oleh software.

Pemanufaktur membutuhkan fondasi yang memungkinkan untuk merancang, melakukan pengembangan, dan menjalankan fungsi-fungsi terpisah pada satu platform seperti cloud terpadu.

Fondasi ini membutuhkan komponen-komponen penyusun berupa hardware dan software untuk mengkonsolidasikan fungsi - fungsi yang berbeda termasuk kontrol proses, visualisasi, dan akuisisi data.

Ini juga berarti memiliki komponen silikon yang tepat, yang ditingkatkan untuk aplikasi industri yang demanding yang dapat menyatukan berbagai aplikasi yang seharusnya memerlukan beberapa CPU, GPU, dan akselerator.

Dengan begitu, masa depan smart manufacturing hanya dapat berhasil jika seluruh ekosistem manufaktur, termasuk original equipment manufacturers (OEM), pabrik, integrator sistem, dan lainnya mampu mengintegrasikan teknologi, data, proses, dan interaksi manusia secara bersama-sama.

Hal ini mengharuskan setiap area dalam ekosistem manufaktur untuk menggunakan sistem terpadu yang terbuka, dapat diprogram sepenuhnya, dan berbasis standar, sehingga pemanufaktur memiliki pilihan, fleksibilitas, dan interoperabilitas untuk mengoptimalkan operasional dan mendorong inovasi terlepas dari vendor atau pemasok mana yang mereka gunakan.

Inilah masa depan smart manufacturing.

**Penulis adalah Steve Long, Corporate Vice President & General Manager-Asia Pacific & Japan, Intel Corporation

 

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya