Liputan6.com, Jakarta - Pada 20 Agustus 1965, Presiden Soekarno meresmikan reaktor nuklir pertama di Indonesia, yaitu Reaktor Triga Mark II di Bandung, Jawa Barat. Reaktor ini dibangun setahun sebelumnya Pemerintah Indonesia mendirikan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian berubah menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada 1964.
Keberadaan reaktor ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia siap memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Meski sejak dekade 1970-an BATAN yang dibantu instansi pemerintah lainnya, telah melakukan kajian kelayakan pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik (PLTN), pemerintah Indonesia belum pernah memiliki rencana yang ajeg untuk merealisasikan PLTN hingga saat ini.
Baca Juga
Namun, menariknya, baru-baru ini, Presiden RI Prabowo Subianto secara ekplisit menyebutkan bahwa Indonesia siap memasuki era energi nuklir (PLTN) untuk menuju Net Zero Emission (NZE) 2060. Pernyataan tersebut diungkapkan Presiden Prabowo, dalam lawatan resminya ke beberapa negara sahabat seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Peru, Brazil, dan Inggris pada November 2024.
Advertisement
Sebagian masyarakat, terutama para praktisi kelimuan bidang nuklir di Indonesia, merasa yakin Indonesia sudah siap memiliki dan mengoperasikan PLTN. Mereka akan mendukung upaya pemerintah ini sepenuhnya. Namun di sisi lain, sebagian masyarakat yang awam dengan perkembangan teknologi PLTN, justru menunjukkan kekhawatiran terhadap aspek keselamatan operasi, jika PLTN benar-benar dibangun di Indonesia.
Kekhawatiran ini sesungguhnya wajar. Sebab Indonesia belum pernah memiliki atau mengoperasikan PLTN dan berkaca dari kecelakaan nuklir yang pernah terjadi di negara lain, seperti di Amerika (Three Miles Island), Rusia (Chernobyl), dan Jepang (Fukushima). Karena itu, menjadi tugas utama pemerintah untuk mengupayakan jaminan keselamatan operasi PLTN di masa mendatang, dengan melakukan hal penting dan mendesak, yaitu menyiapkan infrastruktur terkait, termasuk infrastruktur pengawasan dengan baik untuk menunjang keberhasilan implementasi PLTN (pertama) di Indonesia.
Infrastruktur Pengawasan PLTN
Merujuk pada dokumen yang diterbitkan oleh International Atomic Energy Agency/IAEA (NG-T-3.6/Rev-1), ada 19 infrastruktur yang harus diperhatikan untuk keberhasilan implementasi PLTN.
Secara lini waktu (timelines), infrastruktur tersebut terkait secara sistemik dengan 3 fase  dan 3 tonggak sejarah (milestones), yang mana setiap fase akan berubah ke fase berikutnya, setelah melewati tonggak sejarah terkait.
BATAN telah melakukan evaluasi terhadap status infratruktur tersebut di Indonesia pada 2008. Hasilnya menyimpulkan bahwa untuk Fase-1 (sebelum keputusan resmi pemerintah membangun PLTN terbit), 17 dari 19 infrastruktur hanya membutuhkan aksi minor terkait status kesiapannya. Setahun setelah itu (2009), misi INIR (Integrated Nuclear Infrastructure Review) oleh IAEA dilakukan untuk mengevaluasi status kesiapan infrastruktur Fase-1 Indonesia dalam menyongsong era PLTN.
Dari 19 infrastruktur tersebut, beberapa infrastruktur terkait langsung dan beberapa lagi terkait tidak langsung dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Badan Pengawas, seperti yang diatur Undang-Undang No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan dirumuskan dalam Kerangka Pengaturan (Regulatory Framework) sebagaimana diuraikan di dalamnya.
Berdasarkan UU tersebut, tupoksi Badan Pengawas di Indonesia adalah "Melaksanakan pengawasan terhadap seluruh kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia" melalui: (i) Penyusunan dan Penerbitan Peraturan (Regulasi), (ii) Melakukan Reviu Permohonan dan Penerbitan Izin (Perizinan), dan (iii) Melakukan inspeksi dan audit terhadap fasilitas nuklir untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Secara implisit, Badan Pengawas juga bertanggung jawab terhadap aspek "Kesiapsiagaan dan Tanggap darurat" (Emergency Preparedness and Response/EPR) selama instalasi nuklir, termasuk PLTN, beroperasi. Ketiga tupoksi Badan Pengawas tersebut harus dilaksanakan secara efektif untuk menjamin keselamatan, keamanan dan ketentraman (3S: Safety-Security-Safeguards) implementasi PLTN di Indonesia.
Advertisement
Tantangan PLTN
Badan Pegawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Indonesia telah menerbitkan dokumen resmi "Peta Jalan Pengawasan PLTN Tahun 2022-2035" (BAPETEN; 2022), yang menguraikan dengan gamblang status Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (analisis SWOT) yang saat ini dihadapi Badan Pengawas terkait sistem pengawasan PLTN di Indonesia.
Tantangan tersebut menurut perspektif penulis, adalah kombinasi antara kelemahan (weknesses) internal  dan ancaman (threats) eksternal yang dihadapi tidak hanya Badan Pengawas, tapi juga para pemangku kepentingan (stakeholders) lain yang tupoksinya beririsan dengan tugas pengawasan PLTN di Indonesia. Tantangan sistem pengawasan PLTN baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi status kesiapan infrastruktur pengawasan PLTN di Indonesia.
Tantangan pertama, kesiapan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Pengawasan. Kompetensi, sebagaimana selama ini dipahami berdasarkan pengertian IAEA, adalah kombinasi dari pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang dimiliki atau melekat pada seseorang.
Meski SDM Pengawasan di Indonesia sering mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke S2/S3 dan pelatihan ke negara-negara yang mengoperasikan PLTN untuk tujuan pengembangan pengetahuan teknis dan non-teknis operasi PLTN, berdasarkan analisis penulis, kompetensi teknis dan non-teknis yang terkait langsung dengan aktivitas pengawasan konstruksi, komisioning, dan operasi PLTN tampak masih belum memadai.
Infrastruktur SDM dalam sistem pengawasan adalah elemen paling penting dan fundamental, sehingga ketidakkesiapan infrastruktur ini akan memiliki konsekuensi serius dan signifikan bagi keberhasilan pengawasan PLTN. Alhasil, berpotensi memunculkan isu keselamatan operasi PLTN di kemudian hari.
Tantangan kedua, kelengkapan (comprehensiveness), kemutakhiran (up to date), dan kemamputerapan (applicability) peraturan dan berbagai dokumen teknis untuk melakukan pengawasan semua tahapan implementasi PLTN. Seperti evaluasi permohonan izin tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi, hingga dekomisioning yang akan dilaksanakan ketika masa izin operasi berakhir kelak.
Keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM dibarengi ketiadaan kelengkapan-kemutakhiran-kemamputerapan peraturan sebagai konsekuensi dari belum jelasnya kehadiran PLTN di Indonesia, mengakibatkan proses pembuatan peraturan dan dokumen teknis yang diperlukan tidak mendapat akselerasi signifikan dan memadai. Kondisi ini, jika tidak mendapat perhatian serius, akan memiliki konsekuensi pada perlambatan (delay) proses evaluasi permohonan izin dan penerbitan izin. Ujungnya, perlambatan ini akan berdampak pada aspek keekonomian implementasi PLTN di RI.
Penulis berpandangan, Indonesia saat ini berada di Fase-2 PLTN, yaitu fase persiapan menuju penandatangan kontrak pembelian (procurement) dengan pihak penyedia (vendor). Pada fase ini juga, setelah penandatangan kontrak, akan dilakukan aktivitas desain dan konstruksi reaktor nuklir.
Tantangan ketiga, aspek pengetahuan yang memadai terkait detail dan kompleksitas desain berbagai reaktor nuklir yang tersedia di dunia. Ketiadaan pengetahuan yang memadai soal ini memiliki konsekuansi berikut:
- Stagnasi kesiapan kompetensi SDM.
- Ketiadaan fokus pengembangan/peningkatan kompetensi yang dibutuhkan untuk evaluasi permohonan izin desain tertentu.
- Potensi terjadi perlambatan proses konstruksi PLTN yang akan berakibat pada keekonomian PLTN, terutama karena berpotensi terjadi kebutuhan biaya berlebih (overrun cost) saat konstruksi.
Pandangan penulis, kesiapan infrastruktur pengawasan di Fase-2 akan sangat membantu Badan Pengawas di Indonesia untuk menjamin proses dan mekanisme pengawasan PLTN yang efektif sebelum memasuki Fase-3 (komisioning, operasi, dan dekomisioning) berikutnya yang memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri.
Strategi Penguatan Infrastruktur Pengawasan
Langkah awal dan utama yang sebaiknya dilakukan di Tanah Air, adalah meminta IAEA untuk melakukan misi INIR (INIR Mission) di Indonesia untuk mendapat penilaian obyektif terkait kesiapan infrastruktur PLTN di Indonesia. Bagi Badan Pengawas, evaluasi terhadap infrastruktur pengawasan menjadi hal sangat penting, karena terkait langsung dengan tupoksi organisasi menjamin terpenuhinya aspek 3S implementasi PLTN secara efektif. Berbagai langkah akselerasi dapat direncanakan Badan Pengawas agar kesiapan infrastruktur pengawasan PLTN dapat mencapai kondisi yang sebaik-baiknya, menjelang era implementasi PLTN pertama di Indonesia.
Ada beberapa hal upaya akselerasi infrastruktur pengawasan menurut pandangan penulis, yang dapat dilakukan oleh Badan Pengawas di Indonesia.
- Peningkatan kompetensi SDM Pengawasan melalui langkah-langkah strategis dalam kerangka waktu jelas dan terukur. Kegiatan seperti training, workshop, mentoring (bidang teknis) dan penugasan kerja tim yang fokus dan terencana dengan baik, akan berdampak signifikan bagi peningkatan kompetensi SDM Pengawasan. Aspek adaptabilitas SDM terhadap inovasi teknologi reaktor nuklir di dunia juga harus menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan kegiatan peningkatan kompetensi SDM. Pemetaan bidang/topik teknis dan non-teknis harus dirumuskan secara cermat, agar target peningkatan kompetensi SDM dapat dicapai secara signifikan dan memadai.
- Melakukan langkah-langkah penting dan strategis untuk akselerasi kelengkapan dan pemutakhiran infrastruktur sistem legal dan dokumen-dokumen pengawasan baik teknis maupun non-teknis, seperti: (i) mengkaji komprehensif terhadap berbagai peraturan baik UU, Peraturan pemerintah, maupun Peraturan Badan (BAPETEN) yang berlaku saat ini untuk memperoleh data yang akurat terkait aspek apa saja, yang jika ditemukan, belum diatur secara paripurna oleh sistem legal di Indonesia, dan dilanjutkan dengan (ii) simulasi kemamputerapan (applicability) peraturan terhadap aspek teknis/teknologi seperti desain dan konstruks reaktor nuklir yang tersedia di dunia saat ini untuk memperoleh data cakupan kesiapan kelengkapan peraturan. Langkah akselerasi ini memerlukan pengetahuan memadai pada aspek teknologi reaktor nuklir terkini, karena terkait langsung dengan keberhasilan langkah pertama di atas.
- Penguatan fungsi divisi internal Technical Support Organization (TSO) dan inisiasi kerja sama dengan TSO-eksternal ketenaganukliran. TSO adalah organisasi khusus yang berfungsi membantu Badan Pengawas, pada aspek teknis, melaksanakan fungsi pengawasan. Langkah strategis ini dilakukan dengan menata fokus keahlian dan meningkatkan kompetensi teknis sumber daya pada TSO internal (di dalam struktur badan pengawas) dan menginisiasi kerjasama resmi dengan TSO-eksternal baik di dalam maupun luar negeri. Secara institusi dan fungsi, komunitas ahli di berbagai perguruan tinggi dan para peneliti di berbagai lembaga litbang di Indonesia dapat dipandang sebagai TSO-eksternal di dalam negeri. Sedangkan TSO-eksternal di luar negeri, cukup banyak  ditemukan di negara yang memiliki PLTN saat ini.
- Akselerasi kerjasama dan/atau kunjungan teknis ke negara-negara yang dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan keberhasilan signifikan dalam program implementasi PLTN pertama mereka. Seperti Uni Arab Emirat, Turkiye, Bangladesh, dan Mesir, adalah negara embarking countries yang  dapat menjadi contoh karena telah/sedang menyelesaikan program PLTN pertamanya dengan baik dan sesuai perencanaan tanpa keterlambatan (delaying) signifikan. Jika realisasi kunjungan teknis ini ternyata menghadapi kendala pembiayaan (APBN/sponsor swasta), maka alternatifnya melakukan diskusi daring dengan para ahli dari Indonesia dan embarking countries tujuan. Harapannya, kegiatan ini dapat mengakselerasi kemampuan dan kesiapan SDM Pengawasan menyambut era PLTN pertama di Indonesia.
Saran penulis, jika pemerintahan Prabowo serius ingin membangun PLTN, sebagai upaya introduksi energi baru (dan terbarukan) ke bauran energi nasional Indonesia ke depan, maka kesiapan infrasruktur pengawasannya harus mendapat perhatian serius, agar sistem dan mekanisme pengawasan PLTN di Indonesia mampu menjamin 3S bagi pekerja, Masyarakat, dan lingkungan hidup sesuai amanat UU Ketenaganukliran.
Bravo PLTN Pertama Indonesia!
Â
Advertisement
